***
Satu minggu setelah kelulusannya, Geri diterima di salah satu pabrik yang ada di luar kota. Membuatnya harus pergi merantau. Dia pun berpamitan kepada bapak, ibu, dan adik- adiknya.
"Kalian belajar yang bener ya. Jagain Bapak sama Ibu. Aldi jagain adiknya ya?"
"Siap, Mas."
Berpamitan dengan keluarga, setelah itu naik ke dalam kereta menuju Tangerang- tempat dimana dia akan singgah. Bagi Geri, hidup adalah suatu jalan yang jika kita bisa mengendalikan diri kita sendiri, maka jalan tersebut akan membawa kita kepada kebahagiaan. Walaupun pada akhirnya kebahagiaan tersebut dilalui dengan rasa sakit.
Memandang jendela dan menikmati perjalanan, membuat Geri ingat akan beberapa hal. Ingatannya melayang kembali pada kejadian beberapa tahun silam, dimana dia masih kecil. Mungkin saat itu Geri masih kelas 1 SD. Ketika keluarganya sedang tidak baik- baik saja. Ibunya mengurusi 3 adiknya yang masih kecil.Â
Baginya, semenjak kelahiran Aldi- adik pertamanya, ibunya sudah menaruh beban yang besar di pundak Geri. Dimana setiap pulang sekolah dia selalu di suruh untuk menjaga Aldi dan adik kembarnya, ketika ibu sedang melakukan aktivitas yang lain. Waktu itu, bapak belum mempunyai pekerjaan tetap. Dia selalu marah- marah ketika pulang ke rumah dan ibu yang lelah mengurus anak- anaknya pun tersulut emosi.
"Kamu pun harusnya tahu, aku belum dapet uang dari pagi," ucap bapak yang waktu itu hanyalah seorang ojek pangkalan di depan gang.
"Ya kamu usaha dong! Dari awal kamu nikahin aku sampai sudah 10 tahun pernikahan kita kamu selalu aja begini. Engga ada usaha!" ujar ibu, lalu pergi meninggalkanku yang kebetulan sedang menonton televisi di ruang tamu, sedangkan adik-adik ku sudah tidur.
"Geri!"Â
"Iya, Pak," jawab anak kecil tersebut. Geri diseret oleh bapaknya ke dalam kamar Geri. Di tampar satu kali, Geri menjerit. Setelah itu, perutnya di tendang dan Geri menjerit lebih keras lagi.