Saya pernah bekerja sama dengan seorang rekan yang pada awalnya sangat antusias dan memiliki visi yang sama. Kami membuat banyak keputusan strategis bersama, dan untuk beberapa waktu, semuanya berjalan lancar. Namun, seiring berjalannya waktu, dia mulai mengalami perubahan pandangan mengenai arah bisnis. Apa yang dulu kami sepakati sebagai keputusan terbaik, tiba-tiba tidak lagi relevan bagi dia. Akibatnya, meskipun rencana awal sudah matang, hasil akhirnya tidak maksimal karena adanya perubahan dari pihak orang yang terlibat.
Ini menunjukkan bahwa meskipun kita bisa memprediksi dan merencanakan banyak hal, perubahan dalam individu yang terlibat adalah hal yang sulit diprediksi dan sering kali tak terhindarkan.
Budaya dan Situasi
Tidak hanya waktu dan orang, budaya serta situasi sosial juga memiliki peran besar dalam pengambilan keputusan. Perubahan dalam tren sosial, politik, atau budaya dapat secara drastis memengaruhi apakah keputusan yang kita ambil akan berhasil atau tidak. Hal ini sering kali luput dari perhatian ketika kita terlalu fokus pada data dan logika.
Contoh yang sering terjadi adalah perubahan dalam preferensi konsumen. Jika kita memutuskan untuk mengembangkan produk atau layanan berdasarkan tren yang ada, kita mungkin merasa yakin dengan keputusan tersebut. Namun, tren dan selera masyarakat sering kali berubah dengan sangat cepat. Produk yang kita pikir akan booming ternyata malah tidak relevan lagi karena perubahan sosial yang terjadi.
Sebagai contoh, saat teknologi baru muncul seperti aplikasi pesan instan, banyak perusahaan yang mengalihkan fokus mereka ke platform tersebut untuk pemasaran. Namun, perubahan budaya pengguna media sosial yang beralih ke video singkat (seperti TikTok) membuat banyak kampanye pemasaran di platform yang dianggap "aman" tadi justru kurang efektif. Dinamika sosial dan budaya selalu berubah, dan sulit untuk memprediksi dengan pasti kapan perubahan itu akan terjadi.
Contoh Kasus
Contoh yang sangat jelas adalah industri pariwisata. Sebelum pandemi, banyak perusahaan travel, hotel, dan maskapai penerbangan membuat keputusan investasi besar dalam pengembangan fasilitas baru, penambahan rute penerbangan, serta peluncuran kampanye pemasaran internasional untuk menarik lebih banyak turis. Semua keputusan ini tentu didasarkan pada data yang menunjukkan tren pertumbuhan pariwisata global yang stabil.
Namun, ketika pandemi melanda, industri pariwisata terhenti total. Semua perencanaan dan keputusan yang dibuat menjadi tidak relevan, karena pembatasan perjalanan internasional, lockdown, dan ketakutan masyarakat untuk bepergian. Hotel-hotel yang sudah berinvestasi besar-besaran untuk renovasi atau ekspansi mendapati diri mereka kehilangan pelanggan hampir dalam semalam. Maskapai penerbangan yang telah membuka rute-rute baru terpaksa membatalkan penerbangan dan mengalami kerugian besar.
Inilah salah satu contoh di mana variabel yang tidak bisa dikendalikan, seperti situasi global dan kondisi kesehatan, berdampak drastis pada keputusan yang sebenarnya sangat logis dan didukung oleh data sebelum pandemi. Meski mereka telah mengambil langkah yang tampak benar saat itu, hasil akhirnya sangat berbeda karena adanya faktor eksternal yang tidak bisa diprediksi. Pandemi mengubah segalanya, dan keputusan yang semula didasarkan pada data solid akhirnya menjadi "keputusan yang kebetulan tepat atau salah," tergantung bagaimana variabel eksternal ini berperan.
Dari contoh ini, kita bisa melihat bahwa meskipun semua keputusan didukung oleh data dan logika yang tepat, variabel-variabel seperti waktu, orang, dan budaya memiliki kekuatan untuk mengubah hasil akhir secara signifikan. Inilah yang menguatkan keyakinan saya tentang "Keputusan yang Kebetulan Tepat." Keputusan tersebut benar-benar tepat hanya jika variabel-variabel di luar kendali kita juga kebetulan berada dalam kondisi yang mendukung.