Mohon tunggu...
Kundiharto
Kundiharto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Psychology Student

Deep interest in the fields of Information Technology, Psychology, Marketing, Management, and Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Financial

Krisis di Ujung Tanduk: Kelas Menengah Perlu diperhatikan

20 September 2024   20:25 Diperbarui: 20 September 2024   20:41 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pexels/Lino Khim Medrina

Data penurunan jumlah kelas menengah juga membuka diskusi lebih lanjut tentang apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Banyak dari kita mungkin merasa bahwa kenaikan harga dan stagnasi pendapatan adalah tantangan yang paling jelas, tapi sebenarnya lebih dari itu. Kelas menengah juga menghadapi tantangan dalam hal akses terhadap pembiayaan, perlindungan sosial, dan jaminan masa depan yang lebih stabil. Jika kita tidak mulai memperhatikan dan memperjuangkan hak kita sebagai kelas menengah, tidak menutup kemungkinan bahwa angka-angka ini akan terus menurun.

Kita sering kali lupa bahwa kelas menengah adalah kelompok yang paling dinamis dalam masyarakat. Kelas menengah bukan hanya konsumen terbesar, tetapi juga inovator, pelaku bisnis kecil, dan bahkan penggerak utama perubahan sosial. Tanpa kelas menengah yang kuat, ekonomi kita akan kehilangan fondasi yang penting. Oleh karena itu, melalui artikel ini, saya berharap kita semua bisa mulai lebih sadar akan pentingnya peran kelas menengah dalam perekonomian nasional. Kita harus bersuara dan mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan yang benar-benar mendukung kita—tidak hanya untuk bertahan, tapi juga untuk berkembang.

Pada akhirnya, saya percaya bahwa kelas menengah adalah kunci menuju masa depan yang lebih baik bagi Indonesia. Dengan dukungan yang tepat, kita bisa terus mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan memastikan bahwa visi "Indonesia Emas" benar-benar bisa tercapai. Tetapi untuk itu, kita membutuhkan kebijakan yang memihak dan mendukung pertumbuhan kelas menengah secara berkelanjutan.

Kebijakan yang Abai Terhadap Kelas Menengah

Sebagai bagian dari kelas menengah, rasanya semakin hari semakin berat menghadapi berbagai kebijakan pemerintah yang seolah mengabaikan kebutuhan kita. Salah satu kebijakan yang paling terasa dampaknya adalah kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Bagi banyak orang, kenaikan ini mungkin terlihat kecil, tetapi bagi kelas menengah, hal ini berdampak besar. Bayangkan setiap kali Anda membeli kebutuhan sehari-hari atau layanan yang penting, pajak yang Anda bayar terus meningkat. Saya merasakannya setiap kali berbelanja, harga barang-barang yang sebelumnya masih terjangkau, kini semakin mahal karena pajak yang terus bertambah. Bukan hanya itu, kita juga harus memperhitungkan kenaikan biaya lain yang mungkin akan berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari.

Tidak berhenti di sana, kenaikan biaya pendidikan juga menjadi salah satu masalah serius yang dihadapi kelas menengah. Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) hingga 500% di beberapa perguruan tinggi benar-benar memukul keluarga kelas menengah. Banyak dari kita yang berharap bisa memberikan pendidikan yang lebih baik untuk anak-anak, tetapi biaya pendidikan yang semakin mahal membuat mimpi itu semakin jauh dari jangkauan. Bagi saya pribadi, ini adalah salah satu kekhawatiran terbesar, karena pendidikan adalah investasi penting untuk masa depan anak-anak kita. Namun, dengan kenaikan biaya yang begitu tinggi, tidak sedikit keluarga yang harus mengorbankan tabungan masa depan demi bisa membiayai pendidikan anak mereka.

Kemudian, ada juga kenaikan pajak bahan bakar kendaraan dan tarif tol. Sebagai pengguna kendaraan pribadi yang sering bepergian, saya bisa merasakan langsung dampaknya. Kenaikan pajak bahan bakar bukan hanya membebani pengeluaran harian, tetapi juga mempengaruhi biaya transportasi secara keseluruhan. Tidak hanya itu, tarif tol yang terus naik juga semakin memperberat beban, terutama bagi kita yang harus sering menggunakan jalan tol untuk bekerja atau berbisnis. Rasanya seperti setiap aspek kehidupan kita sebagai kelas menengah terus dikikis oleh kebijakan-kebijakan yang tidak mempertimbangkan kebutuhan dan keterbatasan kita.

Di satu sisi, kita adalah kelompok yang dianggap cukup mampu untuk menanggung kenaikan pajak dan biaya. Namun di sisi lain, kita sebenarnya berada dalam posisi yang rentan, di mana sedikit kenaikan pada pengeluaran harian bisa berdampak besar pada kestabilan keuangan jangka panjang. Kebijakan seperti ini, alih-alih membantu kelas menengah, justru semakin membebani kita dan mempersempit ruang gerak ekonomi.

Kebijakan Kosmetik Pemerintah

Satu hal yang selalu mengusik pikiran saya adalah bagaimana pemerintah sering kali menangani masalah kelas menengah dengan kebijakan kosmetik. Alih-alih mencari solusi jangka panjang, pemerintah cenderung memilih jalan pintas dengan memberikan subsidi atau bantuan sosial (Bansos) yang sifatnya sementara. Subsidi bahan bakar, misalnya, hanya memberikan sedikit kelonggaran bagi kita dalam jangka pendek, tapi tidak menyelesaikan masalah utama yang ada.

Saat mendapatkan bantuan, mungkin kita merasa sedikit lega. Namun, kita juga tahu bahwa bantuan ini tidak akan bertahan lama, dan ketika habis, kita kembali ke posisi awal—terjebak dalam beban ekonomi yang terus meningkat. Saya merasa bahwa kebijakan semacam ini hanya memberikan solusi jangka pendek, seolah-olah menambal luka tanpa menyembuhkannya. Pada akhirnya, kita hanya diberi janji manis yang tidak benar-benar membantu dalam menghadapi tantangan ekonomi yang semakin kompleks.

Selain itu, Bansos sering kali lebih difokuskan pada kelompok masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan, sementara kelas menengah jarang sekali mendapat perhatian. Kita di kelas menengah sering kali terjebak dalam posisi yang membingungkan. Di satu sisi, kita tidak tergolong miskin sehingga tidak memenuhi syarat untuk bantuan sosial. Namun di sisi lain, kita juga tidak cukup kaya untuk bisa dengan mudah menghadapi kenaikan pajak, biaya pendidikan, dan biaya hidup lainnya. Kondisi ini menciptakan jurang yang semakin lebar antara kelas menengah dengan kelompok lain dalam masyarakat.

Menurut saya, pemerintah perlu berhenti mengandalkan kebijakan kosmetik seperti subsidi dan Bansos untuk menangani masalah kelas menengah. Ini hanya akan memberikan efek sementara, tanpa pernah benar-benar mengatasi akar permasalahan yang dihadapi. Alih-alih fokus pada solusi jangka pendek, pemerintah seharusnya mulai memikirkan kebijakan yang bisa memberikan dampak jangka panjang bagi kita. Kebijakan yang lebih memihak pada kelas menengah, seperti pengurangan beban pajak, dukungan untuk pendidikan yang lebih terjangkau, serta akses terhadap pembiayaan yang lebih mudah, akan jauh lebih efektif dalam membantu kita menghadapi tantangan ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun