Mohon tunggu...
Kundiharto
Kundiharto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Psychology Student

Deep interest in the fields of Information Technology, Psychology, Marketing, Management, and Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kontroversial Bukan Hanya Hitam dan Putih: Gender sebagai Spektrum

3 Oktober 2023   09:18 Diperbarui: 27 Oktober 2023   20:51 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Alexander Grey: Pexels

Sementara itu, wanita ditempatkan dalam peran sebagai pengumpul, perawat, dan pencipta kehidupan. Mereka biasanya bertanggung jawab atas pekerjaan domestik, mengasuh anak, dan menjaga keseimbangan sosial dalam kelompok. Bisa kita bayangkan seorang wanita dengan anak kecil di pangkuannya, memberinya makan, sementara di sekelilingnya ada keranjang berisi buah-buahan dan tanaman yang baru saja dikumpulkannya.

Namun, meskipun peran-peran ini tampaknya universal, realitasnya jauh lebih kompleks. Sejumlah masyarakat kuno memiliki konsep tentang gender yang lebih fleksibel. Di beberapa masyarakat, ada pengakuan terhadap individu yang memadukan karakteristik maskulin dan feminin, atau yang memilih untuk hidup di luar peran gender tradisional. Namun, pemahaman fleksibel ini seringkali terkikis seiring dengan dominasi ideologi atau agama tertentu.

Dalam sejarah yang panjang ini, norma sosial dan harapan terhadap laki-laki dan perempuan telah menjadi bagian integral dari struktur sosial. Mereka membentuk cara kita berinteraksi, cara kita mendidik anak-anak kita, dan bahkan cara kita memandang diri sendiri. Meskipun ada variasi antar budaya dan zaman, konsep gender yang biner---dua kategori yang saling berlawanan---tampaknya mendominasi pemahaman kita untuk waktu yang lama. Namun, seperti semua aspek kehidupan, pemahaman ini terus berubah dan berkembang, mencerminkan kompleksitas dan keanekaragaman pengalaman manusia.

Pengakuan Awal Variasi Gender dalam Masyarakat Kuno

Bila kita melakukan perjalanan mundur dalam waktu, melintasi pasir bergerak zaman, kita akan menemukan masyarakat-masyarakat kuno yang memancarkan kehidupan dan aktivitas di bawah langit yang tak jauh berbeda dengan hari ini. Meskipun teknologi dan kehidupan sehari-hari mungkin tampak sederhana dibandingkan dengan zaman modern, kekayaan pemikiran dan tradisi kultural mereka mungkin akan mengejutkan kita.

Sebagai contoh, mari kita melangkah masuk ke dunia Mesir Kuno. Di sini, dinding-dinding piramida dan kuil dipenuhi dengan hieroglif - gambaran cerita tentang dewa, manusia, dan alam semesta. Meskipun masyarakat ini memiliki peran gender yang jelas, beberapa tokoh, seperti dewa-dewi tertentu, kadang-kadang digambarkan dengan karakteristik maskulin dan feminin sekaligus, mencerminkan pemahaman yang lebih kompleks tentang maskulinitas dan feminitas.

Lalu, perjalanan kita membawa ke benua Amerika, di mana penduduk asli Amerika mengenal konsep "Two-Spirit". Individu Two-Spirit memiliki peran khusus dalam komunitas mereka, sering kali menggabungkan pekerjaan dan karakteristik khas laki-laki dan perempuan. Mereka dihormati dan dianggap memiliki kekuatan rohaniah khusus. Saat kita membayangkan mereka, kita mungkin melihat seorang pria dengan wajah yang dihiasi tato, mengenakan gaun tradisional, sedang menari dalam ritual keagamaan, atau seorang wanita dengan pakaian pemburu, berdiri gagah di samping rekan-rekan laki-lakinya.

Di Asia, khususnya India, konsep hijra telah ada selama ribuan tahun. Mereka adalah individu trans atau interseks yang memiliki tempat khusus dalam masyarakat. Bayangkan upacara keagamaan, di mana hijra dengan pakaian berwarna-warni dan perhiasan yang berkilau memberkati anak-anak baru lahir dengan nyanyian dan doa.

Ketiga contoh ini hanyalah sekelumit dari banyak pengakuan tentang variasi gender di masyarakat kuno. Meskipun setiap masyarakat memiliki interpretasinya sendiri tentang konsep ini, kehadiran mereka membuktikan bahwa pemahaman tentang gender sebagai spektrum, bukan hanya biner, telah ada sejak lama. Ini adalah bukti bahwa keberagaman gender bukanlah fenomena baru, melainkan bagian tak terpisahkan dari warisan kemanusiaan kita.

Konsep Gender Biner vs. Spektrum

Di tengah hamparan luas keberagaman manusia, ada dua konsep yang berdiri mencolok dalam pemahaman kita tentang gender: biner dan spektrum. Kedua konsep ini, meskipun berbeda, merepresentasikan dua pendekatan dalam memahami identitas gender seseorang.

Definisi Gender Biner

Bayangkan sebuah koin dengan dua sisi. Di satu sisi, tertera gambaran simbolik laki-laki, mungkin dengan janggut dan otot yang menonjol. Di sisi lain, terdapat gambaran perempuan dengan rambut panjang dan lekuk tubuh yang feminin. Gender biner adalah konsep yang serupa dengan koin ini, di mana hanya ada dua kategori yang diterima dan diakui: laki-laki dan perempuan. Semua individu diharapkan cocok dengan salah satu dari dua kategori ini berdasarkan karakteristik biologis, sosial, dan budaya.

Dalam pandangan ini, gender dikaitkan erat dengan seks biologis. Laki-laki, dengan kromosom XY, diharapkan memiliki perilaku, peran, dan tampilan yang maskulin. Sementara perempuan, dengan kromosom XX, diharapkan memenuhi ekspektasi sosial untuk femininitas. Dalam model biner, peran dan harapan untuk laki-laki dan perempuan sering kali jelas dan kaku, dan individu yang tidak sesuai dengan norma ini mungkin mengalami tekanan atau diskriminasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun