Namun, satu kelemahan utama dalam pengaturan agenda kebijakan di Indonesia adalah kurangnya partisipasi aktif masyarakat dalam menentukan prioritas kebijakan.Â
Sebagian besar agenda masih didominasi oleh kelompok elit politik dan pemerintah, tanpa melibatkan berbagai pihak secara transparan dan inklusif. Proses pengaturan agenda ini seringkali terfragmentasi antara pemerintah pusat dan daerah, serta antara lembaga legislatif dan eksekutif.
 2. Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)
Formulasi kebijakan adalah tahap di mana berbagai alternatif kebijakan dikembangkan untuk mengatasi masalah yang telah masuk dalam agenda kebijakan.Â
Dalam tahap ini, diperlukan analisis yang mendalam, penelitian, serta pertimbangan dari berbagai perspektif untuk merumuskan kebijakan yang tepat dan dapat diterima oleh berbagai pemangku kepentingan.
Proses formulasi kebijakan di Indonesia seringkali terhambat oleh birokrasi yang kompleks dan kurangnya kapasitas untuk melakukan analisis kebijakan yang berbasis bukti.Â
Meskipun ada banyak lembaga yang seharusnya memberikan saran dan data untuk kebijakan publik, seringkali hasil penelitian atau rekomendasi tersebut tidak diintegrasikan secara menyeluruh dalam proses pengambilan keputusan.
Sebagai contoh, dalam kebijakan Omnibus Law yang disahkan pada tahun 2020, meskipun ada upaya untuk melakukan reformasi di berbagai sektor ekonomi, formulasi kebijakan ini banyak menuai kritik dari berbagai kalangan.Â
Banyak pihak yang menganggap bahwa kebijakan ini lebih mengutamakan kepentingan investor dan pengusaha besar, sementara aspirasi pekerja dan kelompok masyarakat rentan sering terabaikan.
 Kurangnya konsultasi yang mendalam dengan masyarakat, serta minimnya uji coba kebijakan pada skala kecil, menyebabkan banyak elemen masyarakat merasa kebijakan ini tidak mempertimbangkan keberagaman kebutuhan mereka.
Selain itu, formulasi kebijakan di Indonesia juga sering menghadapi tantangan dalam hal koordinasi antar lembaga. Pada tingkat daerah, kebijakan sering kali tidak disesuaikan dengan kondisi lokal, yang menyebabkan ketidaksesuaian antara kebijakan yang disusun di pusat dan realitas di lapangan.Â