Mohon tunggu...
Kuncarsono Prasetyo
Kuncarsono Prasetyo Mohon Tunggu... Konsultan - Sejarah itu asyik :)

Tukang gambar yang interes pada sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Bung Tomo yang 'Membakar' Surabaya (2)

6 November 2019   11:46 Diperbarui: 12 November 2019   14:18 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Perang di Jl Pegirikan | istimewa

Pakai Pemancar Curian dan Frekwensi Berubah-Ubah

Bung Tomo akhirnya memilih jalannya sendiri. Lepas dari induk organisasinya, Pemuda Republik Indonesia (PRI), Menyempal dari komando Jakarta, agar menerima kedatangan Sekutu untuk melucuti Japang.  Bung Tomo membentuk barisan kecil, bermodal kemampuannya berorasi, dia memilih jalan pelawanan dengan bentuk agitasi melalui corong radio.

BACA SEBELUMNYA : Kisah si Bung yang 'Membakar' Surabaya (1)

Dari kamar kecil di rumah Jl Biliton 7, Si Bung seperti membangun kemarahan, membakar Surabaya. Kelompok garis keras. "Pidatoku mulai kubaca. Aku lupa bahwa aku sedang berada sendirian di dalam studio. Seolah-olah di mukaku ada beribu-ribu, bahkan puluhan ribu orang yang mendengarkan pidatoku. Seakan-akan pendengarku itu seorang demi seorang kudekati dan kupegang bahunya, kuajak waspada, bersiap, menghadapi bahaya yang mendatang....

Tak dapat kulukiskan betapa gembiraku, ketika selesai aku membaca. Hampir tak kubersihkan peluh yang membasahi mukaku.... Aku mendengar beberapa orang di antara mereka itu berkata: "Tidak berbeda dengan Bung Karno'."

Kalender tercatat 14 Oktober 1945. Jarum jam berhenti di angka 19.30 malam. Saat itulah pertama kali Bung Tomo berbicara di corong Radio Pemberontakan Rakyat Indonesia. Dan itulah kali pertama Radio Pemberontakan tersebut mengudara. Namun saat itu pemancarnya masih meminjam Radio Surabaya (sekarang RRI). Jarak rumah di Jalan Biliton dengan gedung Radio Surabaya kira-kira satu kilometer.

Ketika radio pemberontakan ini mengudara, sejak saat itulah Bung Tomo tidak hanya menjadi buruan tentara Jepang dan Inggris, namun juga pemimpin pusat. Sebab, cara Bung Tomo ini dianggap kontraproduktif dengan upaya pusat yang memilih upaya perundingan paska Jepang kalah padam perang dunia ke dua. Upaya yang bertujuan tidak timbul korban jiwa.  

Cerita Pendirian Radio

Dua hari sebelumnya, Bung Tomo mengajak empat orang sejawatnya untuk menyampaikan gagasannya tentang perlunya memiliki radio sendiri yang independen. Keempatnya adalah Abdullah, Asmanu, Samiadji, dan Sumarno. Di rumah ini, hanya diterangi beberapa lilin. Dia menyatakan, memimpin pemberontakan sendiri tanpa melibatkan republik, jika sewaktu-waktu Inggris menang dan meminta pertanggungjawaban, maka pelopor pemberontakan ini, kata Bung Tomo, harus bertanggung jawab. 

Warga pecinan Surabaya antri air bersih saat perang | foto : IWM
Warga pecinan Surabaya antri air bersih saat perang | foto : IWM
"Jangan sekali-sekali menyangkutkan pemerintah pusat dalam pemberontakan ini," katanya sambil memejamkan mata. Permintaan itu disetujui keempat temannya. Sejak saat itulah mereka berlima menyatakan diri menolak kedatangan Inggris yang berdalih hanya untuk melucuti Jepang. Sikap penolakan inilah yang bertentenangan dengan kebijakan pusat. Esok harinya, surat Kabar Suara Rakjat melaporkan terbentuknya pucuk pimpinan pemberontakan dari markas yang ditulisnya sangat dirahasiakan.

Karena latarbelakangnya sebagai wartawan, dia memilih melawan melalui siaran radio. Alasan lainnya adalah radio-radio yang ada saat itu adalah milik pemerintah, sehingga tentu tidak bisa membawa pesan siara di luar kebijakan pusat.  

Lewat radio semua kabar disampaikan, karena radio menjadi satu-satunya alat komunikasi paling update. Kata dia, saat itu di sudut-sudut jalan hingga di ujung gang-gang kecil selalu memiliki radio umum. Sepanjang hari dibunyikan, sehingga setiap saat, orang-orang berkumpul mendengarkan perkembangan peristiwa. 

Pemancar Curian

Tampaknya upaya Bung Tomo meminjam pemancar Radio Surabaya untuk channel Radio Pemberontakan tidak berlangsung lama. Hanya sehari, RRI mau bekerjasama, setelah itu pemancar Radio Surabaya memblok Radio Pemberontakan. alasannya, cara Bung Tomo dianggap membahayakan.  si Bung memutar otak untuk memiliki pemancar sendiri.  

Dia mendapat informasi, ada sebuah kapal milik Angkatan laut Jepang yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak. Dia langsung memerintahakan Mencuri pemancar radio di kapal itu. Makam hari operasi pencurian pemancar itu dilakukan. Hasan Basri berhasil memboyong peralatan pemancar sebesar mobil. 

Selain itu, Arie Rahman, juga mencuri pemancar Jepang dari selatan Surabaya. Sayang nama yang terakhir ini kemudian tewas saat menggotong pemancar darurat ketika pertempuran Surabaya meletus. Radio Pemberontakan itu akhirnya lahir dari di tempat baru. Menampati bangunan rumah milik sahabatannya, Amin, di Jl Mawar nomor 10. Bangunan yang sejak dua tahun lalu rata dengan tanah. 

Radio pemberontakan unik, frekwensinya berubah ubah. Niatnya untuk mengecoh Inggris dan Jepang, namun tentu saja cara ini justru membingungkan penduduk Surabaya yang ingin mendengarkan kondisi terbaru kotanya. 

Dari corong radio tersebut, pidato-pidato dengan menggunakan pelbagai bahasa asing dan bahasa daerah disiarkan. Dia menggundang tokoh-tokoh daerah untuk menyiarkan dengan bahasanya masing-masing. kadang tokoh Madura, kadang tokoh Minahasa, kadang tokoh Batak. Belakangan radio ini dianggap paling update dibanding Radio Surabaya oleh warga kota sehingga siarannya ditunggu-tunggu.

BERSAMBUNG 

BACA SAMBUNGANNYA : Kisah Bung Tomo yang 'Membakar' Surabaya (3)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun