Mohon tunggu...
Paulus Ibrahim Kumentas
Paulus Ibrahim Kumentas Mohon Tunggu... Guru - Suara dari Ujung Celebes

Curhat seorang suami, ayah, pengacara, guru, hamba Tuhan, agen asuransi jiwa, dan rakyat Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Agama Ditikam Murid hingga Tewas di Sekolah, PR Menag Baru

29 Oktober 2019   13:32 Diperbarui: 29 Oktober 2019   14:03 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2 hari sebelum Presiden Jokowi mengumumkan susunan Kabinet Indonesia Maju, di Manado terjadi hal yang sangat mengenaskan. Seorang guru agama dikeroyok dan dihabisi oleh murid (peserta didik, istilah UU Sisdiknas)-nya sendiri di halaman sekolah, karena tidak terima ditegur oleh sang guru saat merokok di sekolah.

Klik beritanya di sini

Alexander Weru Pangkey (54 tahun). Guru Agama SMK Ichtius Mando yang juga adalah seorang Pendeta dihabisi dengan biadab. Beliau gugur dengan 9 luka tusukan.   

Setelah ditegur, sang murid pergi mengambil Pisau (Badik) 45 cm dan kembali ke sekolah untuk menghabisi korban, sehingga polisi mengategorikan kejadian ini sebagai pembunuhan berencana.

Bagi masyarakat Manado yang Kristiani, pembunuhan seorang guru agama yang juga pendeta tentu sangat menggegerkan, terlebih bila melihat video peristiwa tersebut yang sempat viral, di mana saat dihujani tusukan, sang guru agama sempat berteriak-teriak "Dalam Nama Yesus, Dalam Nama Yesus", tapi tetap saja sang guru ditusuk dengan pisau panjang tersebut.

Saat melihat video kejam tersebut, entah kenapa saya jadi teringat kekejaman PKI yang tercatat dalam sejarah, bagaimana mereka menyerbu masjid-masjid dan membunuhi para ulama kita, dan kekejaman itu tetap dilakukan sekalipun sang ulama meneriakkan kalimat takbir.

Ya, kekejaman yang dilakukan oleh FL (si murid durhaka) memang selevel dengan kekejaman PKI yang mengeksekusi pemuka agama kita.

Peristiwa kekejaman ini tidak hanya menampar dunia pendidikan kita, tapi juga menampar kehidupan beragama Indonesia. Bagaimana bisa dari sebuah bangsa yang berKeTuhanan Yang Maha Esa, bisa melahirkan seorang dengan tingkat kekejaman seperti itu.

Ketika menulis artikel ini, saya ingat artikel saya 2 tahun lalu yang berjudul "Ketika Agama Menjadi Produk Gagal" Klik di sini, dan yang membuat saya sedih adalah peristiwa Senin 21 Oktober 2019 ini semakin memperpanjang daftar "kegagalan" kehidupan beragama di Indonesia.

PR  Jenderal Fachrul Razi sebagai Menteri Agama adalah bagaimana membawa bangsa ini untuk menjadi bangsa yang benar-benar ber-Tuhan.

Kementerian Agama harus punya strategi yang mumpuni untuk menghidupkan kehidupan ber-KeTuhanan di bangsa ini. Pendidikan agama harus dirumuskan dengan tujuan yang jelas.

Jangan lagi bangsa ini terjebak dengan atribut-atribut keagamaan, tapi tanpa kehidupan spiritual. Hasil kehidupan spiritual bangsa ini sebagai bangsa yang berketuhanan, harus bisa dinikmati oleh dunia.

Sudah seharusnya bila Indonesia sebagai negara berketuhanan, yang kolom agama harus terisi di KTP-nya, yang punya Kementerian Agama, menjadi negara tingkat kriminalitas paling rendah di dunia. Bukannya menjadi salah satu negara dengan angka korupsi tertinggi di dunia.

Kementerian Agama di bawah Menag harus memikirkan bagaimana membawa bangsa ini untuk kembali menjadi bangsa yang besar yang berakhlak baik. PR ini harus dikerjakan secara keroyokan oleh seluruh agama di Indonesia.

Para penyuluh dari kementerian agama jangan hanya dipilih, diangkat, tapi tidak pernah diberikan pembekalan. Sekalipun para penyuluh adalah para pemuka agama yang menguasai pelajaran agama mereka, tapi tetap perlu adanya pembekalan agar ada satu pemahaman mengenai nilai kebangsaan dalam kehidupan berketuhanan, sehingga sekalipun bangsa ini punya banyak agama, tapi punya standar moral yang sama.

Setiap berita OTT KPK, berita kriminalitas, dan berita buruk lainnya, seharusnya merupakan tamparan bagai kementerian Agama karena meningkatkan moralitas bangsa adalah tujuan utama kementerian agama. Ya meningkatkan moralitas.

Jadi memang agak aneh kalau Kementerian Agama justru mengatur pendirian rumah ibadah dengan segala persyaratannya, tapi, tempat hiburan malam, panti-panti pijat (plus plus), warung remang-remang, justru bisa bebas berdiri tanpa perlu persetujuan (tanda tangan) masyarakat.

Kembali ke peristiwa di atas, perlu dipikirkan skema perlindungan bagi para pemuka agama kita, termasuk para guru agama. Tugas mereka sebagai pembawa suara kebenaran, membawa risiko yang cukup tinggi.

Jangan sampai para ulama kita tidak leluasa lagi membawa suara kebenaran (Hukum Ilahi) hanya karena tidak ada hukum dunia yang melindungi mereka. Jangan lagi ada guru agama/pendeta/ustaz yang harus meregang nyawa karena menegur seseorang apalagi murid yang bersalah.

Selamat bekerja Jenderal Fachrul Razi sebagai Menteri Agama. Kembalikan harga diri bangsa ini sebagai bangsa yang berketuhanan.

Tuhan memberkati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun