Akhir November adalah hari kelam bagi masyarakat di seputaran gunung Ile Lewotolok. Tidak ada yang membayangkan bahwa gunung ini akan meletus. Minggu (29/12/2020) adalah hari dimana masyarakat di wilayah Ile Ape dan sekitarnya harus meninggalkan kampung halaman mereka. Mengungsi ke tempat yang aman dari amukan Ile Lewotolok.
Bencana alam tidak ada yang dapat meramal apalagi menolaknya. Ketika bencana terjadi, pilihannya hanyalah melarikan diri ke tempat yang aman. Pilihan untuk mengungsi tentu berat. Karena di tempat pengungsian aktivitas menjadi lumpuh. Mengungsi berarti meninggalkan segala aktivitas setiap hari. Ini berarti untuk bisa bertahan hidup di tempat pengungsian, tentu hanya berharap dari bantuan/ pertolongan orang lain.
Duka dan kecemasan yang dialami pengungsi gunung Ile Lewotolok tidak hanya dirasakan oleh mereka sendiri. Apa yang merka alami juga dirasakan oleh orang lain. Saat bencana menimpa masyarakat Ile Ape dan sekitarnya, rasa solidaritas ditunjukkan oleh sesama. Bantuan datang dari berbagai pihak dari segala tempat. Dimana-mana orang menunjukkan rasa solidaritas dengan menggalang dana.
Rasa solidaritas dan empati terhadap korban erupsi Ile Lewotolok mengalir dari berbagai pihak. Baik perorangan maupun kelompok, masing-masing dengan cara tersendiri berupaya membantu sesama saudara di pulau Lembata yang tertimpa bencana. Suatu bentuk kesetiakawanan sosial terhadap sesama saudara yang mengalami kesusahan.
Guru Garis Depan (GGD) kabupaten Flores Timur pun turut peduli dengan keadaan yang dialami para pengungsi Ile Lewotolok. Sebagai bentuk solidaritas, komunitas (GGD) yang terdiri dari para guru yang berkarya di kabupaten Flores Timur ini berusaha mengggalang bantuan bagi para pengungsi.
Sebagaimana disampaikan Ketua GGD Flores Timur, Fandi Setiafanto bahwa GGD merasa terpanggil untuk ikut membantu sesama saudara di Lembata yang tertimpa bencana meletusnya gunung Ile Lewotolok. Aksi ini mewujud dalam bentuk pengggalangan dana.
Awalnya penggalangan dana dilakukan diinternal GGD saja. Namun melihat kekurangan yang terjadi di tempat pengunggsian sementara kebutuhan yang masih banyak saat penyerahan donasi pertama, GGD Flores Timur kemudian menggalang donasi dari pihak luar.
Ketika dibuka untuk umum, selama satu minggu GGD menerima banyak bantuan dari berbagai pihak. Bantuan yang diberikan dalam bentuk barang dan uang. Donaturnya tersebar di seluruh Indonesia bahkan ada yang dari luar negeri.
Fandi Setiafanto menjelaskan bahwa donasi yang terkumpul dari para donator untuk tahap kedua ini berupa uang sebesar Rp. 3.520.000 dan barang dalam bentuk sandal sebanyak satu karung dan pakaian bekas layak pakai sebanyak satu kardus.
Donasi yang diberikan ke pengungsi Ile Lewotolok semua dalam bentuk barang. Karena itu uang yang terkumpul tersebut dibelanjakan barang sebelum diserahkan ke posko pengungsi. Barang-barang yang dibelanjakan merupakan kebutuhan para pengungsi berupa: satu karung sandal, satu dus pakaian layak pakai, satu lusin handuk dewasa dan satu lusin handuk anak-anak, 1 lusin truk mainan untuk anak-anak, 2 lusin pakaian dalam wanita, satu karung ikan toda kering, tiga dus pembalu wanita, 4 dus susu bayi, tiga renteng diaper bayi, empat dus sprite-fanta, dan dua lusin pakaian dalam pria.
Seperti donasi tahap pertama, bantuan tahap kedua ini semuanya diberikan kepada pengungsi di posko Spensa Nubatukan. Barang-barang tersebut diantar oleh Ketua GGD Flores Timur dan Mas Uki pada Kamis (24/12/2020). Menumpang KM. Sinar Mutiara dari Larantuka, mereka berlayar selama kurang lebih empat jam untuk sampai di Lewoleba, Lembata. Di pelabuhan mereka dijemput oleh pak Melki, penanggung jawab posko Spensa Nuba.