Mohon tunggu...
Gerardus Kuma
Gerardus Kuma Mohon Tunggu... Guru - Non Scholae Sed Vitae Discimus

Gerardus Kuma. Pernah belajar di STKIP St. Paulus Ruteng-Flores. Suka membaca dan menulis. Tertarik dengan pendidikan dan politik. Dan menulis tentang kedua bidang.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Lembataku Sayang, Lembataku Malang

11 Mei 2020   22:32 Diperbarui: 12 Mei 2020   11:09 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panorama alam di Lembata. Dok.pribadi

Presiden Jokowi pada Jumat (08/05/2020) sebagaimana diberitakan liputan6.com, mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024.

Sebuah daerah dikatakan tertinggal sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional.

Sementara dalam Pasal 2 disebutkan criteria daerah tertinggal yaitu: (1) Suatu daerah ditetapkan sebagai daerah tertinggal berdasarkan kriteria: a. perekonomian masyarakat; b. sumber daya manusia; c. sarana dan prasarana; d. kemampuan keuangan daerah; e. aksesibilitas; dan f. karakteristik daerah.

Berdasarkan perpres tersebut, terdapat 12 propinsi yang meliputi 62 kabupaten di Indonesia yang masuk kategori daerah tertinggal. Propinsi tersebut adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat,.

Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai yang masuk "kelompok 12" menyumbang 13 kabupaten dalam daftar daerah tertinggal yaitu kabupaten Sumba Barat, Sumba Timur, Kupang, Timor Tengah Selatan, Belu, Alor, Lembata, Rote Ndao, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Sabu Raijua, dan Malaka.

Lembata adalah sebuah kabupaten yang berada di pulau tersendiri dalam gugusan pulau di NTT yaitu pulau Lembata. Kabupaten satu pulau dengan luas wilayah 1.266,40 kilometer persegi ini terdiri atas 9 kecamatan yaitu Buyasuri, Omesuri, Lebatukan, Nubatukan, Ile Ape, Ile Ape Timur, Nagawutun, Wulandoni dan Atadei.

Awalnya kabupaten yang terkenal dengan tradisi penangkapan ikan Puas ini merupakan bagian dari kabupaten Flores Timur. Namun ketika reformasi bergulir, Lembata memisahkan diri dari dan menjadi daerah otonom. Dibandingkan dengan kabupaten lain di NTT yang dimekarkan setelah reformasi, Lembata adalah anak sulung.

Sejak menjadi daerah otonomi, Lembata telah mengalami 4 fase kepemimpinan. Dan saat ini dipimpin oleh duet Bapak Eliaser Yenjti Sunur-Tomas Ola Langoday yang dilantik pada 22 Mei 2017 dan menjadi Bupati dan Wakil Bupati Lembata periode 2017-2022.

Dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki, dimana Bupati Lembata adalah seorang sarjana dan magister teknik, sementara Wakil Bupati adalah seorang doctor ekonomi, ketika pasangan ini dilantik menjadi pemimpin Lembata 3 tahun lalu saya membayangkan di bawah duet pemimpin yang dikenal dengan sebutan “Sunday” ini Lembata akan melejitkan. Lewat tangan Bupati, Lembata akan dipoles dengan pembangunan infrastruktur; jalan raya akan mulus. Melalui tangan Wakil Bupati ekonomi masyarakat Lembata akan meningkat. Hidup rakyat Lembata bisa lebih makmur.

Namun apa lacur. Setelah (hampir) tiga tahun memimpin Lembata, hadiah yang diberikan adalah predikat daerah tertinggal. Lembata masuk “kelompk 62” berdasarkan Perpres No. 63 Tahun 2020. Apakah harapan saya terlalu tinggi, atau memang duet kepemimpinan ini gagal menjawabi harapan demikian?

Mari kita simak pernyataan kedua pemimpin Lembata merespon penetapan Lembata menjadi daerah tertinggal. Wakil Bupati Lembata sebagaimana diberitakan pos-kupang.com mengakui bahwa faktor infrastruktur yang menjadi penghambat kemajuan Lembata. Persoalan ini harus dituntaskan bila ingin keluar dari predikat daerah tertinggal.  (https://kupang.tribunnews.com/2020/05/10/lembata-jadi-daerah-tertinggal-wabup-langoday-sebut-masalah-infrastruktur).

Seolah mengkounter pernyataan Wakil Bupati, Bupati Lembata malah bersyukur. Menjadi daerah tertinggal bukanlah aib. Dengan masuk daftar daerah tertinggal, Lembata dapat menerima alokasi anggaran lebih dari pemerintah pusat (https://bentara.net/lembata-masuk-daftar-daerah-tertinggal-bupati-sunur-bukan-aib-daerah/).

Pernyataan berbeda dua pemimpin Lembata ini menunjukkan dua hal berikut. Pertama, pembangunan infrastruktur di Lembata tidak berjalan dengan baik. Halmana terkonfirmasi dalam pernyataan Wakil Bupati. Dan memang demikian adanya. Siapa pun yang pernah ke atau berada di Lembata pasti meng-amin-i kenyataan ini.

Lihatlah kondisi jalan di Lembata. Jalan dalam kota Lewoleba saja masih banyak berlubang. Jalan ke kampung-kampung apalagi. Umumnya dalam kondisinya rusak parah, terutama di wilayah Selatan. Melewati jalan tersebut dengan kendaraan entah berapa pun jumlah rodanya, membuat kita sengsara. Belum lagi bicara proyek pembangunan yang bermasalah dan mangkrak.

Kedua, Lembata seolah “dibiarkan” menjadi daerah tertinggal agar mendapat perhatian lebih dari pemerintah pusat. Pernyataan Bupati yang merasa bersyukur dengan status daerah tertinggal mengamini hal ini. Pertanyaan lanjut, apakah proyek pembangunan di Lembata memang didesain demikian untuk terus mendapat bantuan dari pemerintah pusat? Atau sebaliknya, meminjam pernyataan Pater Stef Witin, SVD, Lembata adalah negeri salah urus?

Secara moral, seorang pemimpin harus merasa malu bila daerahnya masuk kategori tertinggal. Predikat ini menunjukkan bahwa pemimpin gagal membawa kemajuan dan menghadirkan perubahan bagi daerahnya. Kategori tertinggal adalah potret kinerja pemerintah yang buruk dalam membangun daerahnya. Karena itu pemimpin harus malu bukan sebaliknya membanggakan ketertinggalan daerahnya.

Pernyataan kedua pemimpin Lembata ini menunjukkan bahwa keduanya gagal membangun Lembata. Pengakuan akan buruknya infrastrukut di Lembata Wakil Bupati dan ucapan syukur Bupati karena akan ada tambahan dana dari predikat minor ini adalah bukti sebagai pemimpin mereka tidak mampu membawa Lembata keluar dari ketertinggalan dan keterbelakangan; gagal mensejahterakan masyarakat Lembata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun