Jika seseorang yang haus superioritas dan dipenuhi hasrat untuk diakui, sebetulnya mereka tidak mampu menerima kejadian yang tidak terduga.Â
Variabel pengganggu itu harus dihilangkan atau disublim. Seluruhnya harus dalam kontrol, seketika meleset ia bertindak mengeliminir sumber kecemasan itu dengan membuat pembenaran pribadi secara masif.
Sebetulnya kecemasan pribadi muncul rata-rata karena terlalu ambisius. Logikanya hilangkan ambisi supaya tidak cemas, kan begitu.Â
Namun, apakah manusia bisa hidup tanpa ambisi ? Tugas kita sekarang adalah mengenal ambisi kita sendiri, sejak kapan ia muncul, seberapa kuat, sampai skala dampaknya.Â
Jangan-jangan demi mencapai ambisi kita meniadakan humanisme.
Individu dengan kepribadian yang lebih tangguh dan optimis mungkin lebih mampu menggunakan kecemasan sebagai motivator, sedangkan individu dengan kepribadian yang lebih neurotik mungkin lebih rentan terhadap efek negatifnya.Â
Mari kita berlatih mengelola semua itu bersama, tentunya secara berimbang dan seproporsional mungkin. (Kkh)
Referensi:Â Festinger, L. A. (1957). A theory of cognitive dissonance. Stanford University Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H