Salam perjuangan!
Aku sedang mereka-reka, kira-kira harapan apa yang diraih setelah kemenangan itu datang. Kamu, atau bahkan mereka yang memperjuangkan juga terobsesi dengan kemenangan dan keunggulan atas apa yang diraih. Pahit dan manis itu telah dicicipi bersama, bahkan kamu rela meninggalkan keluarga yang terlihat cemas akan nasibmu yang memperjuangkan rotasi kepemimpinan yang makin otoriter ini.
Darah, keringat, dan air mata sudah dicicipi bersama. Kamu pun merasakan sampai aku sendiri melihat bekas luka di wajahmu karena pukulan aparat saat berdemo di kampus dalam memperjuangkan semuanya. Detik demi detik sudah dihabisi. Lenggangnya jalan sekitar sudah berubah menjadi keramaian yang kacau. Malam ini kamu sudah lega, karena perjuanganmu menghadapi semuanya telah sedikit tercapai.
Sungguh kamu sudah luar biasa. Janjimu untuk bangsa ini bagaikan sinaran matahari yang terbit dan tenggelam tanpa adanya suatu kekeliruan. Sejenak melihat ke belakang lagi. Pecahnya demonstrasi dan aksi-aksi sporadis selama periode Februari hingga Mei ini, membuat kamu sepertinya ikutan bersuara menyuarakan semangat untuk "perubahan menuju perbaikan".
Kamu pun tidak takut dengan antagonisnya aparat yang tak segan menyatroni kampus untuk membubarkan aksi demonstrasi menuntut penurunan pemimpin yang kamu anggap tak peduli lagi dengan rakyat. Semua dijalani tanpa melihat atau meraba-raba akan kematianmu sendiri.
Menjelang kerusuhan di depan Trisakti, aku melihat kamu makan dengan lahap bersama dengan teman-teman kampusmu sebelum bergerak menuju lokasi demo yang disiapkan. Aku menatapmu tanpa berkedip. Antara sedih dan gembira, tidak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata. Barangkali Tuhan begitu baiknya bisa memberikan keselamatan dan kenikmatan hakiki untuk dia yang dengan semangatnya menginginkan arti perubahan itu, meski secara perilaku, Tuhan sangat marah dan tidak rela adanya chaos yang menimbulkan korban jiwa.
Aku merasakannya demikian. Tetapi tidak bagi kamu. Kamu terlalu berani dalam mengungkapkan ketidakadilan dalam pemerintahan yang baru dua bulan terbentuk. Kamu pernah menanyakan padaku, "Apakah Kakak terdiam melihat pemerintahan otoriter yang semakin menyengsarakan rakyat?"
Aku menjawab, "Tidak, Dik. Selama masih dikendalikan, semuanya akan baik-baik saja."
Kamu berkata lebih keras padaku, yang membuatku terhenyak akan keberanianmu, "Kak, coba lihat di luar sana. Banyak dari mereka tidak mendapatkan manfaat dari pemerintahan Kabinet Pembangunan VI sebelumnya. Belum lagi, Kabinet Pembangunan VII yang baru dibentuk Pak Harto, krisis semakin parah. Apa itu yang namanya masih bisa dikendalikan?"
"Kamu benar, Dik. Kakak yang keliru menilai pemerintahan selama ini."