Mohon tunggu...
Kurnia Trisno Yudhonegoro
Kurnia Trisno Yudhonegoro Mohon Tunggu... Administrasi - Agricultural,Economic consultant and military enthusiast

Agricultural,Economic consultant and military enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jangan Menaruh Semua Harapan pada Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja-Bagian 1

5 Februari 2020   13:51 Diperbarui: 5 Februari 2020   13:57 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dalam dunia bisnis, ada sebuah adagium yang sangat terkenal, "Don't put all your eggs on one basket" yang secara literal berarti "jangan taruh semua telur dalam satu keranjang" sementara bila ditafsirkan kurang lebih berarti bahwa kita jangan pernah menaruh semua harapan dalam satu usaha.

Saat ini kondisi makroekonomi Indonesia sedang dalam kondisi yang kurang menggembirakan, tahun lalu pertumbuhan ekonomi bertengger stagnan di 5 %. Inflasi 2019 hanya 2.7 %, bagi sebuah negara yang pertumbuhan penduduk tahunannya sebesar 1.1 % per tahun, hal ini menunjukkan adanya tanda-tanda penurunan laju konsumsi.

Laju investasi pun idem ditto, dimana PMTB (investasi Bruto) merupakan yang terendah semenjak Kuartal II 2016. Belum lagi indeks kepercayaan manufaktur yang menunjukkan adanya kontraksi (kemunduran) pada sektor industri. Sebuah indicator yang lugas adalah pertumbuhan penggunaan listrik oleh kalangan industry yang hanya naik 1 % dari tahun 2018.

Asumsi APBN 2019 pun banyak yang meleset, defisit yang awalnya diproyeksikan hanya 1.84 % meningkat menjadi 2.2 % dari GDP. Pendapatan Negara lebih rendah Rp 208 Trilyun dari proyeksi awal. Khusus untuk pajak, antara target dan kenyataan terpaut minus Rp 241 Trilyun. Jumlah hutang (baru) yang awalnya dipatok Rp 296 Trilyun, terpaksa dikerek hingga Rp 399.5 Trilyun, atau membengkak Rp 103 Trilyun.

Tetapi yang paling mengkhawatirkan adalah Keseimbangan Primer yang meleset hingga hampir empat kali lipat, dari minus Rp 20.1 Trilyun menjadi minus Rp 77.5 Trilyun (Keseimbangan Primer merupakan pendapatan negara dikurangi belanja negara tanpa menghitung pembayaran bunga dan cicilan hutang).

Kondisi sektor jasa keuangan yang pada 2019 menyumbang 14,2 % dari pajak, serta mengalami pertumbuhan pembayaran sektoral terbesar kedua sebesar 7,7 % dibanding 2018, turut mengalami masalah. Mega skandal Jiwasraya-Asabri praktis menyebabkan 20 -- 30 Trilyun Rupiah uang nasabah menjadi bermasalah.

Kondisi semakin diperparah dengan penyebaran virus corona yang menyebabkan ekonomi Tiongkok menjadi hampir lumpuh total. Indonesia mengekspor hampir 17 Milyar US Dollar atau 16 % dari total ekspor untuk memenuhi kebutuhan mesin ekonomi Tiongkok, sehingga tinggal menunggu giliran saja sebelum ekonomi Indonesia terimbas.

Usaha pemerintah untuk menggairahkan investasi melalui Omnibus Law cipta lapangan kerja patut diapresiasi. Apabila Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini diajukan pada 2015 mungkin akan luar biasa pengaruhnya. Namun permasalahannya pada 2020 Omnibus Law ini akan menjadi "too little too late". Sebuah Undang Undang Baru tentu membutuhkan waktu untuk implementasi. Contoh paling ekstrim mungkin UUPA 1960 yang baru mulai diimplementasi pada 2017 oleh Kementerian Agraria sebagai leading ministry, itupun masih banyak pro dan kontra.

Artinya bila kita coba dengan jernih berpikir, apabila RUU Cipta Lapangan Kerja jadi diserahkan ke DPR pada awal Februari 2020. Oleh karena RUU tersebut belum masuk Prolegnas 2019-2024, maka RUU tersebut harus disetujui terlebih dahulu pada sidang paripurna. Setelah sidang paripurna maka baru akan dibahas di komisi terkait.

Mengingat RUU tersebut akan berkaitan dengan banyak hal, maka sudah pasti akan dibahas di lebih dari satu komisi. Paling cepat menurut penulis RUU tersebut akan disahkan (bila nanti drafnya tidak banyak penolakan dari masyarakat) pada awal tahun 2021, setelah itu akan berlaku penuh pada pertengahan 2021.

Selanjutnya Kementerian/Lembaga terkait akan mengeluarkan PP/Perpres/Keppres/Permen/PerKa sebagai tindak lanjut UU, dimana penyusunannya pun kembali akan membutuhkan waktu sekitar 3-6 Bulan (Awal 2022), setelah diterbitkan, akan ada masa sosialisasi sebanyak 3-6 bulan (Pertengahan-akhir 2022).

Artinya pengaruh riil dari RUU Cipta Lapangan Kerja baru akan dirasakan oleh pelaku usaha sekitar Awal tahun 2023. Disisi lain, Omnibus Law perpajakan malah berniat memangkas pajak mulai pada 2021. Yang dikhawatirkan penulis adalah ketika pajak diturunkan pada 2021, UU Cipta Lapangan Kerja belum juga memberikan dampak, sehingga penerimaan negara malah semakin tertekan.

Jadwal diatas lagi-lagi diasumsikan bahwa tidak ada penolakan secara masif dari masyarakat (melihat beberapa demo yang terjadi sebelum draf diserahkan ke DPR kok penulis agak pesimistis). Terlebih, mengingat pemerintah juga berencana untuk pindah ibukota pada 2024, maka seperti tulisan penulis sebelumnya, pada awal tahun 2023 mayoritas ASN dan Lembaga pemerintah juga sudah mulai disibukkan dengan urusan pindahan.

Sehingga kemungkinan besar implementasi UU Cipta Lapangan Kerja bukan lagi menjadi prioritas (setidaknya tidak secara resmi) bagi pelaksana di lapangan. Hal ini akan berakibat kepada menjadi melempemnya pelaksanaan UU Cipta Lapangan Kerja.

Oleh karena itu penulis memohon kepada pemerintah (baik eksekutif dan legislative) dan kalangan usaha, untuk sekali lagi jangan menaruh semua harapan kepada Omnibus Law. Karena ini bukanlah obat cespleng yang bisa menghilangkan seluruh masalah.

 Pada bagian kedua dari tulisan ini, penulis akan mencoba untuk memberikan beberapa masukan sebagai kebijakan pelengkap dalam rangka menghadapi kondisi ekonomi yang semakin tidak menentu. Sehingga tidak semua harapan bergantung pada Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja semata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun