Adapun pada level SMA, BKKBN perlu realistis bahwa pada zaman ini, level SMA pendidikan reproduksi (untuk tidak menggunakan kata SEKS, daripada ditolak oleh sebagian orang yang masih hidup di zaman lampau) adalah sebuah keharusan. Pengenalan alat-alat kontrasepsi (jangan langsung menyinggung kondom, konsentrasi pada pil, IUD, suntik dll terlebih dahulu) dan fondasi dasar berkeluarga seperti kemapanan dan kematangan emosi adalah krusial.
Sementara di tingkat perguruan tinggi, BKKBN bisa lebih sedikit sosialisasi. Cukup mengingatkan agar memiliki dua anak saja. Karena justru di level perguruan tinggi, fertilitas drop drastic. Tentunya, kehilangan potensi anak-anak dari kalangan berpendidikan adalah hal yang kurang baik. Malahan, bila perlu, pasangan yang berasal dari kalangan perguruan tinggi mendapat tambahan insentif pajak, katakanlah PTKP nya dinaikkan dua kali lipat bila memiliki anak.
Semoga dengan saran sederhana ini, bisa memberi ide-ide segar bagi BKKBN dalam perjuangannya untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk, namun juga perlu diingat bahwa Singapura terlalu berhasil dalam pengendalian penduduk, sekarang mereka malah panik untuk menambah penduduk. Apapun itu, asal terukur dan tingkat fertilitas kita bertahan di 2 per wanita, maka cukup dipertahankan segitu saja. bagaimanapun juga, anak-anak adalah generasi penerus bangsa. mereka adalah investasi terbaik bagi republik Indonesia. Dengan dua anak cukup, kita pastikan mereka mendapat yang terbaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H