Mohon tunggu...
Kurnia Trisno Yudhonegoro
Kurnia Trisno Yudhonegoro Mohon Tunggu... Administrasi - Agricultural,Economic consultant and military enthusiast

Agricultural,Economic consultant and military enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Usaha Intervensi Asing terhadap Presiden Joko Widodo Bagian I

30 Oktober 2014   19:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:08 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1414646686971093928

Timor Leste

Sebagai Negara bekas Jajahan Indonesia (PBB tidak pernah mengakui timor-timur sebagai bagian dari NKRI) Timor Leste memiliki perasaan yang ambivalen terhadap NKRI. Bergantung pada perdagangan kecil-kecilan via atambua dan suplai BBM dari PERTAMINA, Timor Leste berharap bisa independen dengan cadangan MIGAS di Celah Timor, namun dengan perundingan batas laut dengan Australia menghadapi jalan buntu, tampaknya Timor Leste berharap agar Indonesia bersedia untuk berinvestasi dan berdagang dengannya. Di sisi lain, kedatangan Presiden Timor Leste juga mengisyaratkan adanya closure atau permulaan baru dalam hubungan kedua Negara. Bagaimanapun juga LetJen (Purn) Soesilo Bambang Yudhoyono, merupakan produk ABRI yang dimasa lalu, menginvasi Timor Leste. Sehingga munculnya figure Presiden Joko Widodo yang tidak memiliki kaitan langsung dengan masa lalu Timor Leste, merupakan suatu pertanda yang baik dan perlu diapresiasi.

Papua Nugini

Sebagai Negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia di pulau Irian (atau Papua, terserah), Papua Nugini seringkali lebih peduli dengan apa yang terjadi di London, Canberra atau Wellington ketimbang apa yang terjadi di Jakarta. Kemungkinan terbesar mengapa Port Moresby sampai mengirimkan Perdana Menteri adalah fakta bahwa Joko Widodo adalah seorang Presiden yang (tampaknya) peduli kepada Papua lebih dari sekedar berapa nilai royalti tambang yang didapat pemerintah pusat. Ini merupakan hal yang historis, karena bila kita bisa menggandeng Papua Nugini, maka kita bisa berkoordinasi mengenai perdagangan antar Negara yang berujung pada peningkatan kesejahteraan bagi kedua belah pihak, terutama bagi penduduk Papua (baik yang di wilayah Indonesia maupun Papua Nugini). Permasalahan yang juga bisa diselesaikan adalah masalah penentuan tapal batas, serta pergerakan OPM yang seringkali melintas batas kedua Negara. Tampaknya, dari percakapan antara PM Papua Nugini dengan Presdien Joko Widodo, memang kedua hal itu yang ingin diprioritaskan.

Haiti

Sejujurnya, ini hal yang tidak terduga. Ada kemungkinan bahwa pemerintah Haiti ingin belajar bagaimana rekonstruksi pasca-gempa dari Aceh. Serta perbaikan structural pada sistem pemerintahannya dalam hal penganganan bencana. Selebihnya, masih sangat gelap untuk mengetahui apa yang sebenarnya dicari Haiti dalam rangka kunjungannya mengingat sejarah hubungan kedua Negara yang sangat terbatas.

Amerika Serikat

[caption id="attachment_370544" align="aligncenter" width="300" caption="Menlu AS dan Presiden RI--Reuters"]

1414646686971093928
1414646686971093928
[/caption]

Presiden Barrack H. Obama berkata pada Presiden Yudhoyono ketika berada di sidang umum PBB, menggunakan bahasa Indonesia "terima kasih bapak". Hal ini mengisyaratkan bahwa selama ini Indonesia telah menjadi kawan baik Amerika Serikat. Terlebih bahwa di bawah kepresidenan SBY, Indonesia dapat membeli beberapa ALUTSISTA yang hanya diberikan kepada sekutu Amerika (AH-64 Apache dan Rudal FGM-148 Javelin) yang benar-benar solid mendukung kepentingan (Interest) Amerika Serikat. Kedatangan Menlu John Kerry ke Indonesia bisa di terjemahkan bahwa Amerika Serikat sebenarnya lumayan khawatir. Terlihat ketika bertemu dengan Presiden Joko Widodo, sempat beberapa kali salah tingkah. Sementara Presiden Joko Widodo memilih menggunakan Batik lengan panjang, yang artinya beliau berada pada posisi Defensif, namun sekaligus mengatakan kepada tamunya bahwa ia menghargai kedatangannya. Pantaslah bagi Amerika Serikat untuk mengirimkan bidak menteri, karena bagaimanapun juga CHEVRON memproduksi 450.000 barrel minyak dari 875000 barrel per hari. Sementara Freeport McMorran sangat bergantung pada renegosiasi. Dalam dunia politik juga berlaku adagium "apa yang tidak diucapkan lebih bermakna". Ketika Menlu AS berbicara soal pertemuan APEC dan perubahan iklim, maka isu sebenarnya adalah kelangsungan investasi AS di masa pemerintahan Joko Widodo. Sedangkan beliau juga berharap agar Presiden Joko widodo berkenan untuk bertemu dengan Presiden Obama di KTT APEC. yang berarti ada campuran antara harapan dan sedikit kepanikan. karena bila benar-benar PD maka pastilah Presiden Joko Widodo akan diundang ke gedung putih. sehingga tampaknya Presiden Obama memilih bermain aman terlebih dulu dan bertemu di luar Amerika Serikat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun