Mohon tunggu...
Kurnia Trisno Yudhonegoro
Kurnia Trisno Yudhonegoro Mohon Tunggu... Administrasi - Agricultural,Economic consultant and military enthusiast

Agricultural,Economic consultant and military enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Usaha Intervensi Asing pada Presiden Jokowi Bagian II-Habis

3 November 2014   22:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:46 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagian II akan melanjutkan uraian Negara-negara yang berusaha melakukan intervensi terhadap Presiden Joko Widodo serta siapa saja yang melakukan miskalkulasi dan terakhir, analisis arah politik luar negeri.

Rusia

Rusia memiliki cadangan minyak yang lumayan besar, dan dengan sanksi barat akibat petualangan di Ukraina mempengaruhi ekonominya, Indonesia jelas merupakan pasar yang sangat potensial. Indonesia bagaimanapun juga mengimpor minyak dalam jumlah yang besar, sementara Rusia adalah Negara eksportir minyak terbesar di dunia. Berikutnya adalah fakta bahwa Indonesia di bawah pemerintahan SBY perlahan bergeser membeli peralatan perang buatan blok barat. Contoh terakhir adalah pemilihan helicopter AH-64 Apache ketimbang melengkapi skadron serbu Penerbad dengan MiL-24/35 Hind sampai satu skuadron penuh (16 Heli). Sehingga pemerintah Rusia merasa perlu untuk mengirimkan menperindagnya untuk memperkuat hubungan dengan Indonesia. Secara geopolitik, Rusia memang tidak terlalu memerlukan Indonesia, namun, undangan untuk berkunjung ke Kremlin bagi Presiden Joko Widodo perlu dimanfaatkan oleh Indonesia agar menaikkan nilai tawar pemerintah, setidaknya, di mata Negara-negara blok barat.

Britania Raya

Kedatangan Menlu Britania Raya termasuk kejutan. Sebagai suatu Negara yang tidak terlalu aktif diplomasinya, namun memiliki korps diplomat yang luar biasa terlatih, belum lagi kemampuan mediasi yang teruji, kehadiran menlu Britania Raya bisa dibaca sebagai keinginan dari mereka agar Indonesia bisa menjadi pasar potensial baru bagi produk mereka. Kemudian ada harapan juga bahwa Indonesia bisa menjadi sasaran investasi yang menggiurkan mengingat selisih suku bunga yang besar, belum lagi penduduk yang terus bertumbuh. BR juga tampaknya membawa permintaan agar Indonesia lebih aktif dalam menghadapi masalah ISIS. Namun, aman untuk dikatakan bahwa melihat kunjungan Menlu Hammond sebelumnya ke balaikota DKI Jakarta di January tahun ini, tujuan utama kunjungan kali ini adalah untuk memberikan dukungan dan pernyataan sikap bahwa Pemerintah Britania Raya mendukung usaha perbaikan demokrasi di Indonesia secara tulus.

Thailand

Dengan kondisi Negara yang masih gonjang-ganjing pasca kudeta militer, Thailand setidaknya membutuhkan satu hal dari Indonesia, yaitu rekognisi. Sebagai Negara terbesar di ASEAN, Indonesia merupakan Primus Inter Pares atau dalam bahasa kita, yang dituakan. Oleh karena itu, mereka mengirimkan menteri luar negerinya dengan harapan bahwa kita mengakui atau setidaknya, tidak mencampuri urusan domestiknya. Selebihnya, hanya sekadar mengatakan bahwa kami datang membawa salam dari Raja Bhumibol, untuk persahabatan kedua Negara.

Selandia Baru

Sebagai Negara yang bergantung pada ekspor susu dan daging (sapi, domba dan kambing), Selandia Baru selalu melihat potensi dari Indonesia. Dengan pertumbuhan kelas menengah yang besar dan stabil, maka diyakini bahwa permintaan produk hewani akan juga bertumbuh. Sama dengan analisis pihak Australia, betapapun cepatnya Indonesia bergerak menuju swasembada pangan, Selandia Baru akan berusaha terlebih dahulu untuk memantapkan posisinya sebagai produser daging dan susu premium. Oleh karena itu adalah penting bagi pemerintahnya untuk segera memiliki kontak dengan presiden Joko Widodo. Untuk jangka yang lebih pendek, perluasan alokasi beasiswa dan pertukaran pelajar akan menjadi isu yang diprioritaskan.

Republik Rakyat Tiongkok

Keputusan Tiongkok untuk mengirimkan seorang deputi ketua parlemen sebagai utusan khusus patut disayangkan. Ketika Amerika Serikat dan blok barat sangat terwakili, kekuatan penyeimbang dari Rusia dan Tiongkok ternyata kurang terwakili. Padahal, kehadiran wakil Tiongkok sangat dinantikan. Bisa dikatakan bahwa usaha Tiongkok memberikan waktu bicara telepon dengan Presidennya merupakan usaha rekonsiliasi yang "kurang". Ini menunjukkan adanya miskalkulasi yang parah dalam konteks percaturan politik internasional, karena sebetulnya, dengan memberikan Surya Paloh gelar Doktor honoris Causa sudah menunjukkan adanya kedekatan, namun sayang, umpan manis tersebut tidak dilanjutkan dengan gol diplomasi pada akhirnya.

Kerajaan Belanda

Sebagai Negara bekas penjajah, Belanda memiliki keterikatan emosional yang dalam, sementara dalam hal ekonomi, tidak terlalu. Ini bisa terlihat dengan jelas dari siapa yang dikirim. Utusan khusus belanda merupakan mantan penasihat senior Ratu (sekarang Raja) Belanda. Sehingga utusan khusus kali ini bermakna bahwa Raja Belanda mengirimkan salam persahabatan, namun pemerintahannya tidak merasa ada kepentingan khusus. Mengingat bahwa dalam hal ekonomi, secara persentase Indonesia hanya mencakup 0,91 % dari total perdagangan per tahun, bisa dikatakan bahwa tidak terlalu penting.

Kekaisaran Jepang

Perdagangan antara Jepang dan Indonesia termasuk yang paling besar. Dan sebenarnya, ketika kemarin Yasuo Fukuda dikirm sebagai utusan khusus, kita haruslah bersyukur. Karena walau status Yasuo Fukuda hanya anggota Diet (DPR Jepang) dan mantan PM, sebenarnya beliau merupakan spesialis pemecah kebekuan. Terlihat bahwa Presiden Tiongkok sampai meluangkan waktu untuk bertemu dengannya ketika beliau memimpin delegasi Jepang ke forum regional di Tiongkok baru-baru ini. Ekspor Jepang ke Indonesia hanya 2,7 % dari total ekspor tahunan. Sedangkan ekspor Indonesia ke jepang mencapai 15 % dari total ekspor tahunan. Sehingga sebenarnya kita lebih membutuhkan Jepang ketimbang Jepang membutuhkan kita. Apalagi dengan keputusan Australia untuk membangun pelabuhan pengiriman batubara baru dan beberapa proyek LNG di celah Timor yang akan operasional pada 2015, apabila kita tidak buru-buru membangun hubungan baik, kita akan semakin terdesak.

Korea Selatan

Sebagai Negara mitra dagang yang cukup penting, Korea Selatan merupakan Negara tujuan ekspor nomor 5. Tampaknya mereka tidak memiliki kepentingan yang terlalu besar di luar ekonomi. Sebenarnya, Indonesia termasuk satu dari selusin Negara yang memiliki Kedutaan Besar dengan Korea Utara. Bila korea selatan bersedia, tentu Indonesia bisa menjadi mediator dalam berbagai masalah.

Analisis Akhir

Dari ke tujuh belas Negara diatas, Jelaslah bahwa ada Negara-negara yang sukses memainkan kartu diplomasinya. Dan ada juga Negara-negara yang melakukan miskalkulasi dengan mengirimkan delegasi yang kurang representative. Dan kemudian ada pula Negara-negara yang melakukan blunder. Negara yang sukses memainkan kartu diplomasinya adalah : 1. Amerika Serikat 2. Inggris 3. Singapore 4. Timor Leste 5. Selandia Baru 6. Rusia 7. Thailand 8. Papua Nugini. Kemudian Negara yang demikian adanya (tidak plus,juga tidak minus) 1. Brunei Darussalam 2. Australia 3. Haiti 4. Jepang 5. Korsel. Negara yang melakukan miskalkulasi 1. Tiongkok 2. Vietnam dan Negara yang melakukan Blunder : Filipina.

Mungkin Muncul Pertanyaan, mengapa Filipina dianggap Blunder? Ingat, Negara yang paling bermasalah dengan laut china selatan (kepulauan Spratlys) adalah Filipina. Ketika presiden SBY menandatangani perjanjian kesepakatan garis perbatasan laut awal tahun ini, sebenarnya itu sudah menjadi preseden baik yang bisa diberikan kepada Tiongkok. Dan hal itu seharusnya diteruskan dengan membuka hubungan baik dengan Presiden terbaru Indonesia. Terlebih, Perwakilan Negara-negara yang berkepentingan di Laut China Selatan  seperti AS, Inggris, Australia, Malaysia dan Brunei serta Singapore berkumpul di Jakarta semua (minus Vietnam).

Terakhir, muncul sebuah pertanyaan, apakah Presiden Joko Widodo akan tunduk dengan semua intervensi ini ? Kemungkinan besar, Presiden joko Widodo akan lebih condong ke arah Amerika Serikat dan blok baratnya. Mengapa ? kalau kemarin kita lihat maka grup Barat sangat terkoordinir. Sementara kekuatan penyeimbang seperti Tiongkok tidak terlalu bersemangat. Presiden Joko Widodo tampaknya cukup menyukai Tiongkok, namun, bertepuk sebelah tangan. Satu-satunya harapan adalah mudah-mudahan, show of force dari pendukung Presiden Joko Widodo kemarin sewaktu pelantikan, cukup untuk menakut-nakuti para intervensionis. Karena apabila tidak, penulis benar-benar ragu bahwa Presiden Joko Widodo tidak akan terpengaruh oleh segala serbuan intervensionis asing.

[caption id="attachment_371660" align="aligncenter" width="490" caption="jika saja utusan RRT lebih bonafid"][/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun