To the point.
Kota Cirebon sekarang banyak mall ya?
Kota Cirebon sekarang tambah macet ya?
Kota Cirebon masih jadi salah satu kota terkorup tidak ya?
Kota Cirebon semakin panas ya, ruang terbuka hijaunya sudah ada belum ya?
...
Dan lain-lain.
•••
Saya itu kalau sudah pulang kampung dan menyempatkan diri untuk berkeliling kota, dapat dipastikan saya langsung merasa galau. Bagaimana tidak. Sebelum saya pulang kampung pun saya sudah mendengar dan membaca berita bahwa di musim hujan kota Cirebon kebanjiran. Kebanjiran jelaslah bukan suatu prestasi dan bencana banjir sejauh yang saya pikirkan merupakan akibat yang sebagian besar karena ulah manusia. Setiap tahun di musim penghujan kerap kali banjir terjadi di titik yang sama dan seyogianya para pemangku kepentingan dapat segera bersikap dan mengambil pelajaran bahwa sudah seharusnya musibah ini tidak terulang kembali. Hujan deras yang turun dengan intensitas yang tinggi tidak serta merta disalahkan sebagai penyebab banjir, masalahnya adalah bagaimana curahan hujan tersebut dapat tertampung dan mengalir sebagaimana mestinya. Berkaca pada sistem tata ruang dan jalan, pertanyaan saya adalah apakah gorong-gorong (saluran air) berfungsi dengan baik? Bagaimanakah kondisinya? Apakah gorong-gorong tersebut memadai? Apakah kota ini memiliki ruang terbuka hijau?
Tulisan ini merupakan aspirasi saya pribadi yang menginginkan kota Cirebon semakin baik ke depannya. Secara khusus, saya berharap tulisan ini dapat memberi masukan kepada Bapak Walikota Cirebon, Pak Ano Sutrisno. Agar dapat memberikan landasan kritik yang jelas maka saya mengaitkan isu hadirnya ASEAN Community 2015 dengan visi dan misi yang diusung oleh pemimpin kota Cirebon saat ini. Terdapat tiga pilar yang menjadi dasar terbentuknya ASEAN Community 2015 atau selanjutnya disebut dengan Masyarakat ASEAN 2015, yakni sebagai berikut. (1) Politik-Keamanan ASEAN, (2) Ekonomi ASEAN, dan (3) Sosial Budaya ASEAN. Hadirnya isu ini yang tidak lama lagi akan memunculkan integrasi ekonomi di kawasan ASEAN, artinya akan mentransformsikan ASEAN menjadi sebuah kawasan di mana barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan arus modal dapat bergerak dengan bebas. Hal penting yang ingin saya kemukakan adalah memang impresi adanya isu Masyarakat ASEAN ini lebih menitikberatkan kepada peran sentral pemerintah pusat untuk memberikan wewenang strategi-strategi seperti apa yang seharusnya dilakukan. Namun, alih-alih membebankan sepenuhnya kepada pemerintah pusat, toh para pemimpin setiap daerah pun memiliki kewenangan untuk bisa memberikan kontribusi yang jelas pada pencapaian kesejahteraan masyarakat Indonesia karena perwujudan langkah konkret ini harus dilakukan secara bahu-membahu dan melibatkan semua pihak. Saya rasa tentu kita tidak lupa bukan dengan istilah gotong-royong.
Mengingat kota Cirebon yang merupakan kota transit, yakni seluruh bentuk transportasi hadir di sini mulai dari darat, laut, dan udara---walaupun tidak semuanya dapat terakses oleh masyarakat umum---dapat diasumsikan bahwa kota ini memberikan prospek menjanjikan untuk menyejahterakan penduduknya. Sejujurnya, saya tidak tahu kota Cirebon ini akan dijadikan kota seperti apa, tetapi saya mengetahui dengan pasti beberapa julukan kota Cirebon di antaranya, Kota Wali, Kota Udang, dan Kota BERINTAN. Kota Wali dengan jargonnya---yang merupakan amanat terakhir Sunan Gunung Jati---ialah ‘ingsun titip tajug lan fakir miskin’ (saya mengamanatkan surau dan fakir miskin). Lalu, Kota Udang karena kota ini dikenal dengan sentra budi daya udang dan turunannya seperti terasi atau pun kerupuk. Terakhir, Kota Berintan memiliki makna sesuai dengan singkatan dari ‘BERINTAN’, yakni ‘Bersih, Indah, Tertib dan Aman’.