Mohon tunggu...
Prof. DR. Abdul Azis Riambo SH
Prof. DR. Abdul Azis Riambo SH Mohon Tunggu... -

Presiden MPBN-KSBDSI Ketua Umum DPP-FSBDSI Ketua Juru Runding Perburuhan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penghianatan Pembentukan Kerajaan Konawe Oleh Belanda Terhadap NKRI Tanggal 19 Maret 1948

6 April 2013   13:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:38 3349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

B. MUNCULNYA KERAJAAN LAIWOI
1. Penangkapan Raja Bunduwula X
Raja Bunduwula X ditangkap dan dipenjarakan di Sombau Opu (Makassar) Penangkapan tersebut juga dilakukan terhadap beberapa pengikut Raja Beangga antara lain :
(1) Tarna Laki Makati dari Motaha
(2) Laso Leo Osu, Mondoro
(3) Watu Kila, Tongauna
(4) Samu Ale, Wawotobi
(5) Wili Mohitu, Toui Lapo Tende
(6) Lapadi, Diwindo
(7) Anakia Andina Alina, Tongauna
(8) Anakia Weri Bundu
(9) Lambo Asa
(10) Langgolo
(11) Mata Sala
(12) Maha Radi
(13) Sinda Liwu
(14) Lata Niambo
(15) Lamangga
(16) Laso Leo, Osu Mondoro
(17) Anakia Ndina Tie Late
(18) Anakia Ndina Wera Ina Sawa
(19) Tarna Laki Larambe, Lalindu

Bahwa sesuai sumber sejarah sebagaimana termuat dalam kitab Taenango, disebutkan bahwa Kerajaan Kinawo memiliki hubungan kerja sama dengan Belanda yang sangat diharapkan dapat menguasai dan mempersatukan raja-raja/Mokole anggota persekutuan Kerajaan Padangguni. Sebagai sekutu kaum penjajah Belanda dalam usahanya mempertahankan kekuasaannya di wilayah kekuasaan Padangguni yang telah berhasil dilumpuhkan, ternyata Kerajaan Kinawo tidak berhasil memenuhi harapan kaum penjajah Belanda.

Akhirnya belanda menggunakan taktik politiknya dengan cara menggantikan nama “Kerajaan Kinawo” menjadi nama “Kerajaan Laiwoi” tanggal 19 maret 1948 dengan “Rajanya/Mokole Tekaka”. Kejadian ini berawal sejak Raja Maago wafat dan selanjutnya digantikan anaknya Lakidende dan wafat sekitar abad ke-18.

Kemudian setelah Lakidende mangkat yang melanjutkan pemerintahan Kinawo adalah Lata Lambe namun Lata lambe tetap menyadari kedudukannya hanya sebagai Perdana Mentri oleh karena itu Pusat pemerintahan Kinawo sudah pindah di Pondidaha.

Karena itu Komali (Istana) tidak mendapat perawatan dan akhirnya rusak dan tidak meninggalkan bekas pemerintahan “Latalambe” sangat lama sehingga diberi gelar “Seimbe Pondidaha”.

Pemerintahan “Sule Mandara Saranani” kurang lebih abad 1901/1904, karena “Lata lambe” mangkat yang digantikan putranya “Saranani” kemudian dibantu “Pagala Ponggawa Tongaun”

“Saranani” mangkat tahun 1904 dan diberi gelar Tundu Oluto karena peti jenazahnya (Soronga) terbakar sepotong (Budaya Hindu). Dengan wafatnya Lakidende. Tebau “Sapati Rano Meeto” sudah menganggap bahwa Ranomeeto sudah lepas dari Kerajaan Kinawo. Lagi-lagi dengan masalahnya Belanda diadakan perjanjian pada tahun 1858 yang ditanda tangani oleh “Lamangu” sebagai “Raja Mokole Laiwoi”. Namun Kinawo sebagai Kerajaan orang Tolaki ditenggelamkan karna tidak diharapkan lagi kaum penjajah Hindia-Belanda kemudian diganti kemudian diganti dengan nama Kerajaan Laiwoi. Hubungan pertama bangsawan-bangsawan, orang Tolaki dengan Belanda diantaranya Ranomeeto dan Sambara.

Disinilah Belanda mengambil kesempatan mempermaikan siasat adu dumba yang dibantu oleh “Tuan Haji Tata dan Lasamana dari Jawa” sebagai kaki tangannya. Hindia-Belanda mempengaruhi dan mengadu domba bangsawan/Anakia suku Tolaki guna mempertahankan kekuasaannya di Sulawesi Tenggara.

Beberapa pahlawan/pejuang Kerajaan Padangguni yang masih setia mempertahankan tanah leluhurnya Padangguni Outa Puasa Lembui Lenggo Baho Wuta Pudato Ano Ipo Mokole Ano Bunduwula I Sangia Wonua Sorume Mokole Padangguni Inea Sinumo Wuta Mbinotiso. Totongano Wonua (Raja Pusat Negri) dengan segala cara mereka tetap berjuang berperang melawan kaum penjajah Hindia-Belanda.

Riwayat Perjuangan para pejuang suku Tolaki tersebut dalam mempertahankan tanah air tercinta adalah sebagai warisan leluhur Padangguni Owuta Puasa Lembui Lenggo Baho. Mereka telah berjuang berperang mengusir kaum penjajah Hindia-Belanda sekalipun hanya menggunakan peralatan senjata tradisional dalam menghadapi persenjataan Belanda yang jauh lebihLengkap dan modern namun dengan semangat membara demi tanah leluhur dan tanah tumpah darah warisan adat mereka telah berperang antara hidup dan mati.
Kerajaan Kinawo telah menyadari kekeliruannya menjadi sekutu kaum penjajah yang berakhir hanya sebagai tipu muslihat menuju kehancurannya sendiri. Akhirnya mereka menyusun pertahanan-pertahanan untuk menghadapi pasukan Belanda walaupun sudah terlabat namun kesadaran itulah yang mengembalikan meraka kepada kesetiaan membela tanah leluhur.
Untuk menghadapi pasukan-pasukan Belanda maka Watu Kila Ponggawa Tongauna pengikut setia Kerajaan Padangguni yang dibantu Tama Laki Samuale (Sule Wata Wawatobi), TamaLaki Wulu Mohito (Puu Tobu Tuoy), seorang pemuda Tama Laki Ndonia Lapo Tende, mereka bersatu padu dengan semangat membara menghadang pasukan Belanda tahun 1907, dan dilanjutkan peperangan sampai tahun 1908, namun upaya mereka dapat dipatahkan oleh serangan Belanda.
Kemudian dilanjutkan lagi peperangan pada tahun 1910 yang dipimpin Tama Laki Lapadi bertempat di Windo, namun sangat disayangkan didalam pertempuran mereka dikhianati kembali oleh pejuang orang Tolaki, Kerajaan Kinawo yang masih setia kepada kaum penjajah Belanda, akhirnya pasukan Lapati terkepung pasukan Belanda, kemudian Lapati ditangkap dan ditahan Belanda namun dia masih bisa Meloloskan diri.
Pertempuran selanjutnya dilakukan di Laho Tutu Puudai. Bunggu Osu, Tarna Laki Lambo Asa dalam pertempuran tersebut gugur dimedan perang kawan-kawan seperjuangan Lambo Asa yang dipinpin oleh Tamalaki Watu Kila dan Tamalaki Samuale, hingga dapat tekanan dari Belanda dan akhirnya dalam pertempuran mereka tertangkap. Tama Laki Watu Kila dan Tama Laki Samuale dibuang dan dipenjarakan di Sawa Lunto (Sumatera) tahun 1912. Tama Laki Lamangga pun telah gugur dalam pertempuran, karena dibunuh dan dikhianati oleh teman seperjuangannya yang ternyata adalah orang Tolaki yang setia kepada Kerajaan Kinawo sekutu Belanda. Sedangkan Tama Laki Laso Leo bertahan di Osu Mondoro, Anakia Ndina Tie Lete bertahan di Baito. Dalam pertempuran tahun 1914, pihak Belanda sangat menderita kerugian besar namun mereka dapat didesak dan teerkepung oleh Belanda dan ditangkap kemudian dibuang dan dipenjarakan di Paya Kumbu (Sumatera) dan Nusa Kembangan (Jawa).
Sedangakan Anakia Polo Nui meninggal tahun 1916 karena terkena peluru menderita sakit luka-luka yang menembus badannya. Pelawanan keras yang dilancarkan putra-putri suku Tolaki semakin gencar terhadap kaum penjajah Hindia-Belanda, hingga akhirnya kaum Hindia-Belanda melakuka taktik busuk, mengajak berunding dengan Bangsawan Tolaki yang terdiri dari :
a. Pihak Belanda
b. Pihak Kerajaan Laiwoi yang diwakili Sao-sao Lato Mbili dan Raka Wula
2. Hubungan Kerajaan Laiwoi dengan Hindia-Belanda
Kerajaan Laiwoi merupakan kerajaan yang memiliki persekutuan dengan Hindia-Belanda, maka dalam perundingan itu Belanda tidak mengalami kesulitan untuk membuat surat perjanjian yang ditanda tangani oleh Sao-sao dengan pihak Belanda. Isi dari perjanjian tersebut adalah pemaksaan para pemimpin-pemimpin atau raja-raja wilayah lain, angguta persekutuan kerajaan Padangguni untuk mengakui pengangkatan Sao-sao sebagai Raja/Mokole Laiwoi tahun 1918, dan kerajaan Kinawo yang dianggap Hindi-Belanda tidak lagi menguntungkan baginya maka Kerajaan Kinawo ditenggelamkan.
Setelah Sao-sao diangkat sebagai Raja Belanda timbul kembali perlawanan orang Tolaki di Wuura, Motaha yang dipimpin Tamalaki Laule Wulu, pemberontakan Tamalaki Laule Wulu dapat ditekan oleh raja Sao-sao yang dibantu kaki tangan Hindia-Belanda dari Jawa tuan Haji Tata. Dalam pemerintahan Raja Sao-sao tahun 1918 s/d 1928 Kerajaan Kinawo di Unaaha diganti namanya menjadi Kerajaan Laiwoi dan dipindahkan di Lepo-Lepo dan setelah Raja Sao-sao mangkat tahun 1928 ia digantikan putranya yang bernama Tekaka sebagai Raja Vanla Laiwoi atas dukungan Hindia-Belanda Pelantikannya dilakukan tahun 1934, bertempat dimakam Lakidende Sangia Nggi Noburu di Unaaha.

Pemerintahan Tekaka Raja Laiwoi di bagi 7 (Tujuh) Wilayah dan didukung Hindia-Belanda, adapun wilayah kekuasaannya terdiri dari :
1. Ranomeeto 5. Wawonii
2. Kinawo 6. Wiwirano
3. Lasolo 7. Palangga
4. Andoolo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun