Mohon tunggu...
Sheva Fadly Pratama
Sheva Fadly Pratama Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik UPN "Veteran" Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Jokowi dan Natuna, Apakah Langkah Militerisasi Sudah Tepat?

7 Desember 2024   12:06 Diperbarui: 7 Desember 2024   12:06 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permasalahan di Pulau Natuna masih tetap berlangsung selama masa jabatan kedua Presiden Joko Widodo. Klaim China yang didasari oleh "Nine-dash line" memicu isu signifikan terkait perebutan Pulau Natuna. 

Masalah ini memperlihatkan bagaimana Presiden Joko Widodo menghadapi tantangan dari klaim ini.  Presiden Joko Widodo kemudian memilih jalur militerisasi untuk memantapkan posisi Indonesia di Pulau Natuna.

Pulau Natuna sendiri terletak di Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia, pulau ini merupakan salah satu pulau terluar yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Pulau Natuna memiliki luas daratan sekitar 2.000,85 km dan wilayah lautan mencapai 222.683,74 km.

Kondisi geografi pulau ini didominasi oleh wilayah perbukitan serta pegunungan, dengan ketinggian yang bervariasi antara 3 hingga 959 meter di atas permukaan laut. Lantas bagaimana Pulau Natuna bisa terkena klaim "Nine-dash line" yang diajukan oleh China?

Klaim "Nine-dash line" sendiri menyatakan bahwa Pulau Natuna merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif milik Indonesia. Namun Pulau Natuna berada dalam batasan sembilan garis putus-putus yang ditetapkan oleh China.

Pernyataan ini berartikan bahwa China memiliki hak pada Pulau Natuna sebagai wilayah yang bisa mereka ambil sumber daya alamnya, terutama ikan. Indonesia menolak klaim ini dan menegaskan bahwa Pulau Natuna adalah bagian dari Indonesia berdasarkan UNCLOS 1982

Indonesia menolak klaim ini dan telah melakukan berbagai langkah diplomatik untuk mempertahankan haknya atas Pulau Natuna. Menteri Luar Negeri Indonesia menyatakan bahwa Nine Dash Line tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan bertentangan dengan isi dari UNCLOS. 

Meski China menyatakan bahwa mereka memiliki hak dari Pulau Natuna sebagai bagian dari Nine Dash Line, Indonesia tetap berpegang pada prinsip kedaulatan dan hak-hak berdaulatnya di wilayah tersebut. Indonesia telah mengeluarkan nota protes kepada China terkait pelanggaran yang dilakukan oleh kapal-kapal nelayan dan kapal-kapal petugas pantai milik China.

Langkah diplomasi preventif juga dilakukan untuk mendorong adanya suatu dialog dengan China untuk mencari solusi damai dan mencegah eskalasi konflik. Meskipun begitu, permasalahan tetap selalu ada, terutama dengan terus terjadinya pelanggaran oleh kapal-kapal China.

Munculnya kritik terhadap bagaimana Indonesia menanggapi permasalahan ini dapat dianggap bisa menimbulkan permasalahan pada jangka waktu panjang. Situasi ini menunjukkan bahwa tantangan dalam mempertahankan kedaulatan di Pulau Natuna masih memerlukan perhatian dan upaya yang lebih intensif di masa depan.

Lalu adakah langkah yang lebih tegas dalam menghadapi perebutan hak di Pulau Natuna ini?

Langkah tegas dengan menurunkan dan menggunakan opsi militer dimulai sejak tahun 2016, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Pada bulan Juni 2016, Jokowi mengadakan rapat kabinet pada kapal perang KRI Imam Bonjol yang sedang berlayar di perairan Natuna.

Rapat kabinet ini digunakan sebagai respons terhadap insiden penangkapan kapal nelayan China yang mencuri ikan di wilayah tersebut. Rapat ini bertujuan untuk memberikan sinyal tegas kepada China mengenai kedaulatan Indonesia atas Pulau Natuna. 

Setelah itu, pada tahun 2017, Indonesia menggelar latihan militer besar-besaran yang melibatkan 23 gubernur dari seluruh Indonesia di Pulau Natuna. Latihan ini mencakup berbagai kegiatan militer seperti menembak dan pelatihan taktik tempur.

Latihan ini dipimpin oleh Panglima TNI dan disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Latihan ini menunjukkan bahwa Indonesia dengan tegas menyatakan komitmennya untuk memperkuat kedaulatan di Pulau Natuna.

Sejak saat itu, upaya untuk meningkatkan kehadiran militer dan infrastruktur pertahanan di Natuna terus berlanjut sebagai bagian dari strategi untuk menjaga kedaulatan. Peningkatan kehadiran Indonesia memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang berdaulat dan memiliki hak atas Pulau Natuna. '

Pergerakan ini memberikan sinyal kepada China, bahwa Indonesia akan berkomitmen untuk melindungi wilayahnya dari klaim China. Memang betul, komitmen yang diambil oleh Indonesia ini terlihat tegas, akan tetapi peningkatan aktivitas militer juga berpotensi memicu reaksi, terutama kemungkinan adanya bentrok militer oleh China.

Latihan militer yang dilakukan oleh Indonesia ini juga secara tidak langsung mendorong negara-negara tetangga untuk meningkatkan kedaulatan maritim mereka. Banyak negara juga terkena getah dari klaim "Nine-dash line" dan bisa saja timbul suatu kerja sama untuk melawan klaim sepihak dari "Nine-dash line" ini. 

Dengan melihat perspektif ini, latihan militer di Pulau Natuna secara tidak langsung juga memperkuat kerja sama antar negara yang juga terkena dampak dari "Nine-dash line" Melihat bagaimana negara-negara selain Indonesia juga terkena dampak dari klaim ini, kondisi di Pulau Natuna telah memperilhatkan kondisi keamanan yang lebih kompleks dan menantang bagi stabilitas di kawasan Asia Tenggara.

Langkah militerisasi yang dilakukan Indonesia di Pulau Natuna dirasa sudah tepat dalam konteks menjaga kedaulatan dan keamanan nasional. Melihat bagaimana situasi geopolitik yang semakin kompleks di Laut China Selatan. 

Melihat eningkatnya klaim sepihak oleh China atas wilayah yang juga diakui sebagai zona ekonomi eksklusif Indonesia, penguatan militer di Pulau Natuna sudah dirasa menjadi langkah strategis yang tepat. Namun, meskipun langkah ini telah memperkuat posisi Indonesia, tantangan tetap ada apabila terjadi bentuk potensi ketegangan dengan negara-negara lain. 

Oleh karena itu, meskipun langkah militerisasi ini dirasa tepat untuk menjaga kedaulatan, penting bagi Indonesia untuk tetap mengedepankan diplomasi dan kerjasama regional guna menghindari konflik berkelanjutan dan menjaga kedaulatan negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun