Mohon tunggu...
ACJP Cahayahati
ACJP Cahayahati Mohon Tunggu... Insinyur - Life traveler

tukang nonton film, betah nulis dan baca, suka sejarah, senang jalan-jalan, hobi jepret, cinta lingkungan, pegiat konservasi energi dan sayang keluarga

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Ancaman dan Tantangan Mikroplastik

4 Oktober 2019   11:24 Diperbarui: 9 Oktober 2019   17:41 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lama ini hasil studi di Universitas Newcastle Australia menunjukkan, bahwasanya rata-rata manusia mengkonsumsi 5 gram mikroplastik per minggu. Tahukah kamu bahwa 5 gram mikroplastik per minggu itu sama seperti berat dari kartu kredit?

Artinya mikroplastik atau plastik secara umum tidak hanya polutif terhadap lautan, tapi juga membunuh secara perlahan seluruh biota yang hidup di air dan juga keberlangsungan hidup manusia. 

Begitulah korelasinya, jadi bila kita tidak melakukan apa-apa, atau bahkan mengintensifkan produksi dan penggunaan plastik, maka lambat laun dampak negatifnya semakin dapat dirasakan. Jadinya setiap minggu kita tidak lagi mengkonsumsi kartu kredit, tapi ember plastik. Mengerikan, bukan?

Sejarah dan Fakta Plastik

Sebetulnya penemuan plastik ini tidak terjadi dalam satu hari, melainkan berabad-abad. Perlahan tapi pasti, melalui banyak para pemikir, lahirlah yang kita kenal sekarang PVC, polimer, stiropor dll. 

Penemu plastik terkenal yakni Baekeland telah menemukan Bekelit di tahun 1907. Bahkan kemudian, seorang ahli kimia dari Jerman Hermann Staudinger tahun 1953 diganjar dengan hadiah nobel karena berhasil menemukan cara membuat polimer buatan.

Nah setelah itu, produksi plastik semakin menggurita, bahkan di tahun 1954-an di seluruh dunia, 2 juta ton plastik mulai diproduksi. Lihatlah diagram di bawah ini, perkembangan produksi plastik dari tahun 1950 di seluruh dunia dan prognosa ke depan sampai tahun 2030.

Di diagram disebutkan bahwa di tahun 1950 sampah plastik belum diproduksi massal, yang mana masih di titik nol. Namun tahun 2019, tepatnya 69 tahun kemudian, produksi plastik di seluruh dunia sudah mencapai 4,5 miliar ton plastik, dengan prognosa naik terus sampai tahun 2030. Mengerikan, bukan?

Diagram penggunaan sampah plastik (Sumber mobil.wwf.de)
Diagram penggunaan sampah plastik (Sumber mobil.wwf.de)
Sekarang, memang sulit untuk memikirkan hidup tanpa plastik. Bahkan manunusia pun tidak kalah kreatif, ada yang sengaja bahkan melelehkan plastik ke dalam minyak goreng agar gorengannya lebih kriuk.

Plastik memang butuh waktu ratusan tahun untuk terurai dan terdegradasi. Bahkan, secara tak sadar tubuh manusia sudah terkandung mikroplastik dari makanan dan minuman yang dikonsumsi. 

Sebenernya apasih mikroplastik itu?

Definisi mikroplastik menurut UNEP adalah partikel plastik buatan, yang tidak bisa larut dalam air, tidak terdegradasi secara alami dan ukurannya lebih kecil dari 5 milimeter. 

Dari data yang dikutip dari WWF, jalur masuknya mikroplastik dapat dari air minum yang dikonsumsi, ikan laut dan juga garam. Melalui fakta tersebut, apakah kita masih akan terus mengkonsumsi plastik? Mungkin memang berat di awal, namun, setidaknya pengurangan penggunaan sampah plastik perlu dilakukan guna kebaikan di masa depan. 

sumber: mobil.wwf.de
sumber: mobil.wwf.de
Jerman dan Plastik

Jerman sebagai contoh negara yang memilah-milah sampahnya, sudah lebih dari 26 tahun memberlakukan aturan recycling atau daur ulang. Plastik pembungkus yang dikumpulkan dalam plastik dinamakan Gelber Sack.

Sayangnya sampai sekarang pada prakteknya hanya sekitar 36% saja sampahnya bisa didaur ulang, sisanya dibakar atau diekspor ke luar Jerman. Ekspor sampah plastik di Jerman tentu menjadi perdebatan hangat, karena dianggap tidak menyelesaikan masalah global.

Bukti mikroplastik merusak perairan Jerman telah dibuktikan oleh seorang profesor kimia Jerman sekitar 5 tahun y.l. yakni Prof Andreas Fath. Ia mengarungi sungai Rhein dari hulu ke hilir sepanjang 1231 km selama 4 minggu untuk mengambil sampel air sungai dan menguji kualitas sungai Rhein. Lalu, di tahun 2017, ia mengarungi sungai Tennessee di USA, sepanjang 1049 km selama 34 hari dalam usianya 52 tahun.

Bayangkan, berenang di kolam selama 1 km saja, butuh kondisi tubuh prima, apalagi di sungai deras seperti Rhein dan Tennessee di usia 49 dan 52 tahun. 

Aksinya memang spektakuler, tapi itu juga yang dicari olehnya, selain untuk penelitian kualitas air Sungai Rhein dan Tennessee, Prof Fath juga ingin mensensibilasi masyarakat untuk stabilitas ekosistem air terutama. Dari hasil pengujiannya itu, menunjukkan bahwa air sungai Rhein dan Tenneessee banyak dikontaminasi obat-obatan dan mikroplastik.

Indonesia dan Plastik

India berpenduduk lebih banyak dari Indonesia, tapi lucunya urusan sampah plastik Indonesia menghasilkan sampah plastik lebih banyak dari India. Menurut data yang dikutip dari CNN. com, Indonesia bahkan menempati tempat kedua penghasil plastik ke laut terbesar di dunia setelah China Tiongkok.

Menilik belum ada sistem terintegrasi dari hulu ke hilir urusan sampah secara umum, memang membuat Indonesia sulit bermanuver dalam urusan sampah, khususnya sampah plastik. Saya tidak tahu, para pemikir negara ini menunggu apa lagi untuk bergerak maju secara sistematis ke depan dalam urusan lingkungan alam.

Masyarakat kita pun dari pandangan saya secara umum, sayangnya dalam hal lingkungan tidak sepeduli masyarakat di Jerman. Contohnya, bila saya belanja ke Mart di Bandung atau di Jakarta, lalu saya menolak plastik, dan memasukkan belanjaan saya ke kantong yang saya bawa, saya masih saja dilihat seperti alien.

Kembali dengan sampah mikroplastik, yang sangat berbahaya ini, bila Jerman saja yang penduduknya hanya 1/3 dari jumlah penduduk Indonesia dan sudah 26 tahun mewajibkan masyarakatnya mendaur ulang sampah plastiknya, belum 100% berhasil mendaur ulang sampah plastiknya sendiri dengan sukses.

Bagaimana dengan Indonesia, yang jumlah penduduknya saja ke-4 terbesar di dunia, banyak penduduknya yang masih mengambil air tanah untuk kebutuhan air minumnya dan sistem pengelolaan sampahnya belum holistik. Wah .... jangan sampai "kartu kredit" dikonsumsi menjadi tiap hari atau bahkan tiap jam, apalagi ditambah impor sampah plastik ilegal. (ACJP)

Sumber: 

  1. Plastic ingestion by people could be equating to a credit card a week
  2. Aufnahme von Mikroplastik aus der Umwelt beim Menschen 
  3. die-leidenschaft-fuer-saubere-fluesse-vereint-sie
  4. Indonesia Penyumbang Sampah Plastik Terbesar Ke-dua Dunia
  5. Recycling: Potret Gunung Sampah Plastik Untuk Beberapa Negara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun