Jadi di kota-kota dengan universitas favorit seperti Munchen, mencari tempat kos seperti mencari jarum dalam jerami. Sulit, kalaupun ada luarbiasa mahal. Saking sulitnya, kadang satu kamar diminati puluhan orang, akhirnya sistem nepotisme yang berlaku. Tak kenal maka tak sayang. Bila tidak punya kenalan harus siap-siap sering pindah-pindah tempat tinggal, karena asrama mahasiswa pun waktu tunggunya bisa sampai 2 tahun padahal kuliahnya hanya 3 tahun.
Kembali ke sistem Duale Hochschule, sistem ini mirip program pak Habibie dulu. Hanya saja, di Jerman Duale Hochschule ini sangat sinergis dengan kebutuhan perusahaan. Jadi perusahaan siap, baik secara infrastruktur maupun program untuk para mahasiswa Duale Hochschulenya. Dan ikatan dinasnya tidak lama.
Banyak sekali lulusan SMA terbaik Jerman lebih memilih masuk Duale Hochschule di perusahaan-perusahaan favorit daripada masuk Uni. Di perusahaan besar seperti SAP di Jerman, misalnya para mahasiswa dari Duale Hochschulenya memiliki karir yang baik.
Seperti putri kami ia lebih memilih Duale Hochschule daripada Uni. Tapi putra saya lebih memilih Technische Universitaet Muenchen daripada Duale Hochschule. Masing-masing sekolah memang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sebagai orangtua, saya kira kita harus menerima apa pun pilihan anak-anak, sepert Kahlil Gibran tuliskan:
Anakmu bukan anakmu
Mereka adalah anak dari kehidupan yang ingin menjadi diri mereka sendiri
Mereka datang melaluimu, tapi bukan darimu
Dan meskipun mereka bersamamu, mereka bukan milikmu
Berikanlah cintamu, tapi bukan pemikiranmu
Karena mereka memiliki pemikiran mereka sendiri
Berikanlah rumah bagi tubuh mereka, tapi bukan jiwa mereka
Karena jiwa mereka adalah milik rumah masa depan, yang tak bisa kau kunjungi, tak pula dalam impianmu ... dst.
Konsekuensi Duale Hochschule
Saya lebih memilih konsekuensi daripada kekurangan, karena saya tidak yakin ini merupakan sebuah kekurangan. Mahasiswa Duale Hochschule memiliki ritme kerja seorang pegawai, karena mereka memang oleh perusahaannya diperlakukan seperti pegawai. Yang paling tidak enak untuk putri saya misalnya waktu libur dan ketidakfleksibelan.Â
Mahasiswa Uni atau Hochschule memiliki fleksibilitas tinggi dan libur cukup panjang, terutama di musim panas (hampir 3 bulan lamanya walaupun biasanya ada ujian di waktu bebas kuliah ini). Sedangkan, mahasiswa Duale Hochschule memiliki libur hanya 30 hari kerja dan tidak memiliki fleksibilitas.Â
Di Jerman, di setiap perkuliahan tidak ada tanda tangan absensi, selama kita mampu menulis ujian, ya lulus. Tapi tidak demikian halnya dengan mahasiswa Duale Hochschule, absensi kuliah ketat dan bila mau cuti pun harus ada izin dari pengawas dan atasan di perusahaan.
Bila putri saya mengeluh, saya ingatkan uang bulanan yang ia terima. Menurut saya nilai beasiswanya cukup tinggi apalagi bila dibandingkan dengan uang bulanan, yang kami kirim untuk adiknya.
Tapi tentu saja, putra saya memiliki pilihan untuk kerja di musim panas, sedangkan putri saya tidak diizinkan kerja di tempat lain oleh perusahaan pemberi beasiswanya. Begitulah, setiap mata uang memiliki dua sisi.Â
Jerman dan Pendidikan