Mohon tunggu...
ACJP Cahayahati
ACJP Cahayahati Mohon Tunggu... Insinyur - Life traveler

tukang nonton film, betah nulis dan baca, suka sejarah, senang jalan-jalan, hobi jepret, cinta lingkungan, pegiat konservasi energi dan sayang keluarga

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

8 Hari Keliling Maroko Naik Mobil Rental

24 Mei 2018   23:05 Diperbarui: 25 Mei 2018   20:51 2407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teh Mint ala suku Berber, Marokko (dokumen pribadi)

Berbeda dengan di negara kita, plang kecepatan lebih seperti hiasan jalan. Di Maroko, jangan coba-coba melanggar kecepatan, lho ... karena di jalan tol ada kamera pendeteksi kecepatan dan di luar jalan tol, banyak sekali Polisi Lalu Lintas Maroko yang berjaga-jaga.

Polantas Maroko luar biasa rajin menilang dan ada di mana-mana. Bahkan di bawah terik matahari di atas 32C pun, mereka setia memeriksa dan bahkan siap dengan perangkat pendeteksi kecepatan!! Sisi positifnya tentu saja suasana perjalanan jadi tenang, karena tidak ada kebut-kebutan.

Lengangnya jalanan di Marokko (dokumentasi pribadi)
Lengangnya jalanan di Marokko (dokumentasi pribadi)
Tendensi jalan menjadi arena ngebut memang terbuka bila tidak ada polantas menjaga, lihat saja foto saya di atas. Menurut info dari Wikipedia, Maroko ini tingkat kepadatan penduduknya hanya 79 orang per Km2 (Pulau Jawa 1026 orang per Km2). Ditambah lagi, jarak satu desa ke desa selanjutnya bisa puluhan kilo. Nah... Polantas itu terutama di jalan lurus dan kosong di antara desa atau akan masuk desa, siaga dengan perangkat pendeteksi kecepatannya. Dari jauh itu alat sudah diarahkan, jadi bila mobil kita paling depan atau sedang sendirian, waspada kecepatan dan jangan lupa ngerem.

Kami sialnya 2 kali kena tilang, karena plang 60 Km/jam tidak terlihat, mahal lho dendanya 300 MAD atau kurang lebih 30 Euro, bisa jadi 6 porsi tajine atau couscous itu. Dan jarang sekali angkutan umum antar kota (karena itu gak ada macet), sehingga tidak heran banyak sekali orang di pinggir jalan, duduk nunggu angkutan umum lewat atau mau ikut numpang. 

Sayangnya, memang sistem navigasi kami di Jerman tidak mencakup Maroko, tapi untunglah dengan Google Maps, masalah sistem navigasi di Maroko bisa diatasi. Artinya tentu saja kami harus membeli simcard Maroko plus internet. Kami memilih Orange seharga 70 MAD. Bisa diandalkan untuk 8 hari di Maroko, hampir tidak pernah kehilangan sinyal.

Pemandangan alam

Keledai alat angkut setia Marokko (dokumentasi pribadi)
Keledai alat angkut setia Marokko (dokumentasi pribadi)
Maroko awalnya bukan pilihan pertama liburan kami untuk bulan Mei ini. Namun, akhirnya kami memilih Maroko juga. Apalagi liburan kami ini dilakukan seminggu menjelang bulan puasa Ramadhan, Maroko menjadi appetizer, yang penuh rasa dan cerita bagi kami. 

Adzan bisa kami dengar di mana-mana, shalat bisa dilakukan di mana saja karena masjid tersebar di seluruh negeri. Memilih makanan halal pun tidak perlu repot. Dan senyum dan lambaian tangan penduduk lokal terutama di pelosok Maroko demikian menghangatkan, hampir terasa seperti pulang ke Tanah Air. 

Walaupun untuk komunikasi, terutama di pelosok Maroko seringkali hanya dengan mimik dan tangan, kami tidak bisa berbahasa Arab ataupun Perancis dan orang Maroko tidak bisa berbahasa Inggris atau Jerman. Tapi ucapan salam dan penjelasan muslim, sontak mengaitkan mata dan hati. Cukuplah. 

Mesjid in the middle of no where (dokumentasi pribadi)
Mesjid in the middle of no where (dokumentasi pribadi)
Pemandangan alam Maroko sangat memanjakan mata. Tidak selalu hijau memang, tapi ternyata tanah merah atau pasir kuning keemasan juga bisa sangat menawan. Lihat saja, Dades Gorges atau gurun di Sahara di Merzouga, sangat menawan. Belum lagi, kawanan kambing dan biri-biri masih banyak terlihat digembalakan menyeberang jalan raya. Keledai alat transportasi setia, yang bisa ditemui di mana-mana. 

Uniknya para gembala dengan pakaian tradisionalnya, djellaba, sekilas topinya mengingatkan ke topi tukang sihir, karena kuncup ujungnya. Bahkan kami pernah mendengar gembala ini sambil menyanyi lho .... di tengah hamparan padang tandus dan kambingnya, membuat kami pun tersenyum simpul. Bahagia itu tidak sulit dan mudah. Selamat berpuasa, ya ... cerita Maroko lainnya menyusul. Salam. (ACJP)

Gurun di Merzouga (dokumentasi pribadi)
Gurun di Merzouga (dokumentasi pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun