Mohon tunggu...
ACJP Cahayahati
ACJP Cahayahati Mohon Tunggu... Insinyur - Life traveler

tukang nonton film, betah nulis dan baca, suka sejarah, senang jalan-jalan, hobi jepret, cinta lingkungan, pegiat konservasi energi dan sayang keluarga

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Smart City Tanpa Transportasi Massal dan Sepeda Kota, Tetap Saja Ompong

5 Desember 2016   18:00 Diperbarui: 7 Desember 2016   14:20 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepeda kota di Barcelona (dok pribadi)

  • Udara Sehat
    Pencemaran udara pun banyak penyebabnya, paling menyolok adalah pencemaran dari industri dan lalu lintas. Hal kasat mata saja, lalu lintas, apakah kita sudah mampu mengendalikan jumlah kendaraan yang ada di jalan ?? Bila sudah ada solusinya, tentu tidak akan ada macet berkepanjangan di kota-kota besar di Indonesia, ya kan. Untuk itu harusnya penekanan kota sekarang ini adalah membangun infrastruktur lalulintas yang tuntas, baru kita bicara optimasi.
  • Smart City Tanpa Transportasi Massal dan Sepeda??

    Sepeda kota di Barcelona (dok pribadi)
    Sepeda kota di Barcelona (dok pribadi)
    Selain 3 elemen dasar penjamin hidup dan kerja yang nyaman dan berkualitas di atas dalam sebuah Smart City, para ahli di Eropa juga mengaitkan pengelolaan energi kota dengan smart city. Sumber energi yang semakin berkurang dan harus dioptimasi konsumsinya agar kualitas hidup dan kerja tetap terjamin adalah aspek lain yang tidak dapat dipandang sebelah mata untuk kehidupan modern sekarang dan masa yang akan datang. 

    Listrik untuk penerangan, listrik untuk industri atau kerja dan untuk ber-gadget ria, bahan bakar untuk kendaraan dan untuk memasak, ruangan sejuk dan nyaman, kesemua itu hanya bisa tercapai bila keberadaan energi dan sumbernya terjamin. Bagaimana bisa menjamin itu semua bila jumlah penduduk dunia melonjak terus, sementara sumber energi semakin berkurang? (tahun 1970 penduduk dunia masih kurang dari 4 milyar sekarang tahun 2016 sudah mencapai 7,5 milyar jiwa!!). Di Eropa, mungkin lonjakan penduduk ini tidak terlalu menyolok mata, tapi di kota-kota besar Indonesia, di Bandung dan di Jakarta angka urbanisasi tidak terkontrol, sementara manusia kan memiliki kebutuhan yang tidak bisa dihentikan.

    Sumber energi untuk lalu lintas saja, yang mudah dilihat. Model seperti sekarang di Jakarta dan Bandung, di mana satu orang satu mobil, padahal pertambahan dan pelebaran jalan-jalan tidak ada atau lambat, ya otomatis membuat jalan-jalan di Bandung dan Jakarta mampet di sana sini. Belum lagi melihat efisiensi bahan bakar, bila setiap orang dalam mobilnya masing-masing ini dikumpulkan dalam transportasi massal (bukan angkot lho ya ... karena angkot tuh kurang massal, apalagi taksi) maka maka akan ada penghematan bahan bakar, apalagi naik kereta atau trem yang bebas macet sudah pasti lebih menghemat waktu pula. 

    Jawatan kereta api Jerman, selalu memiliki portal pengecek lingkungan, bisa dilihat di sana bisa dilihat perbandingan per orang per km menghabiskan berapa energi antara kereta, mobil dan pesawat. Bila kita naik kereta, setelah dikonversikan ke bensin hanya menghabiskan hanya 3,5 liter per km per orang, sedangkan pengguna mobil hampir 3 kali lipatnya mengonsumsi 11, 4 liter per orang per km. Nah, bisa dibayangkan kan... tidak adanya infrastruktur transportasi massal yang baik, tidak hanya mencemari udara tapi juga menghabiskan sumber energi berupa bahan bakar.

    Lalu untuk transportasi jarak dekat, bila sebuah kota memiliki infrastruktur sepeda kota ditambah jalan-jalan khusus pesepeda yang baik maka pembakaran bahan bakar untuk jarak dekat yang sangat tidak efisien tidak perlu terjadi. Silakan lihat Barcelona, München, Zürich, Kopenhagen, Paris bahkan New York memiliki infrastruktur sepeda kota. Sepeda kota ini tersedia di banyak jalan di kota tersebut. Sistemnya penduduk setempat bila sudah berlangganan dapat menggunakan sepeda itu dari mana saja dan mengembalikannya pun di mana saja. Tempat parkir sepeda ini terhubung dalam jaringan daring kota, yang merekam lalu lintas peminjaman. Inilah fungsi dari sistem informasi dan komunikasi kota yang baik, mengoptimalkan dan menyemangati penduduk untuk membakar kalori sendiri dengan mengayuh sepeda daripada membakar bensin, dan sepeda digunakan sebagai alat transportasi jarak dekat bukan untuk bersenang-senang saja atau untuk reunian di Car Free Day.

    Jadi bila ada wali kota atau gubernur masih gembar gembor bicara soal Smart City sementara infrastruktur perlindungan air, tanah dan udara belum baik lalu lintas berupa transportasi massal dan infrastruktur untuk sepeda kota tidak ada, bagi saya programnya seperti tak bergigi, ompong, hanya paisan kosong, orang Sunda bilang. (ACJP)

    Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Inovasi Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun