Mohon tunggu...
Kriswahyu Yudo Wirawan
Kriswahyu Yudo Wirawan Mohon Tunggu... Dokter - A trial-and-error long-life learner

dr. soon to be who loves music, football, and healthy lifestyle

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjadi Koas yang Adaptif dan Kooperatif

8 Oktober 2019   20:14 Diperbarui: 14 Desember 2024   01:20 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Kegiatan koas. (Foto: KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)

"Pesen saya Cuma 1, di pendidikan klinik nanti, mau di mana pun, jadilah koas yang adaptif dan kooperatif" tutup Dr. dr. Ronny, Sp.KJ(K) pada pembekalannya. 

Dari sekian banyak pesan dan wejangan sebelum masuk koas entah kenapa ini yang paling saya ingat. "ah, bisa lahh, intinya jadi koas yang fleksibel gitu kan?" pikirku waktu itu, sampai (tak) terasa 1 stase besar dan 1 stase kecil terlewati, baru bisa merasakan makna dari pesan beliau. Apasih makna dari pesan di atas?

Kita bedah dulu kata per kata, per definisi. Dua kata ini semua berakhiran "-if" yang berarti adalah kata sifat. 

Menurut KBBI, arti kata adaptif, serapan dari to adapt, adalah mudah menyesuaikan (diri) dengan keadaan. Sedangkan kooperatif, serapan dari to cooperate, berarti bersifat kerjasama, atau bersedia membantu. 

Dan betul, setelah mengalami sendiri kehidupan koas ini, koas memang perlu memiliki 2 sifat ini. Iya. Harus dua-duanya, bukan salah satu. 

Menjadi koas yang adaptif saja akan membuat kita selalu mencari celah untuk semau gue, yang nantinya bakal merugikan kelompok, dan pada akhirnya, diri sendiri. 

Tapi, menjadi koas yang selalu kooperatif juga sama "berbahaya"nya, kita jadi terlalu naif dan idealis, hingga lupa tugas pokok dan "kewajiban2" kita sebagai koas.

Saya orangnya nggak enakan sama orang lain, cenderung bersedia untuk membantu orang. Saya orangnya juga idealis, terhadap aturan, cara main, bahkan konsep belajar. 

Tetapi saya orangnya nggak disiplin2 amat juga, kadang suka telat, mager, dsb. Jadiii, secara alami aku banyak belajar how to adapt selama di koas ini.

Sistem koas di tiap universitas mungkin berbeda2, tapi kita tetap mengalami penderitaan yang sama kok :")) 

Beberapa hal aku pelajari dari pengalamanku menjadi koas kedokteran di UGM, seperti:

*) Saat punya kesempatan untuk melakukan sesuatu di koas, JUST. DO. IT. Nggak penting seberapa kamu menguasai ilmunya, yang penting kamu punya bayangan apa yang mau kamu lakuin. 

Ketika kamu udah ngelakuin sendiri maka secara otomatis ilmumu akan bertambah. Kalau ada yang belum bener, ya belajar lagi biar besok lagi bisa lebih oke. 

Jangan takut salah, Cuma di koas lah kita bisa salah tapi nggak bisa dituntut hehe Kalau misal belum yakin, minta didampingi. Ketika kita minta dengan santun, pasti bakal diajari. Intinya SIKAT AJA DULU, BERANI AJA DULU, salah atau bener urusan belakang.

*) Belajarlah untuk bisa diandalkan dalam segala situasi. Itulah mengapa saku koas dibuat gede macam kantong doraemon. 

Bawalah perlengkapan koas yang diperlukan di stase tersebut, seperti penlight di stase mata, palu reflex di stase saraf, dll. jangan lupa untuk selalu bawa ALAT TULIS, sukur2 bawa mini notes juga eh siapa tau diminta nyatet sesuatu. HP harus selalu ON dengan baterai, pulsa, paketan yang cukup dan yang terpenting, sinyal yang OK. 

Bagus lagi kalau kamu inget buat bawa flashdisk, ini bakal membantu saat konsulen tanya "ada yang bawa FD? Boleh kopi materi saya" dan momen2 lain yang memerlukannya.

*) Punya target, nggak Cuma ngglinding tanpa arah. Baca logbooknya, liat kompetensi apa yang harus kamu kuasai, manfaatkan tiap kesempatan yang ada. Kalo masih di Sardjito, ya manfaatkan betul untuk belajar, lihat langsung dari residen, dan baca2 status buat tau kondisi pasien. 

Saat di jejaring, ya manfaatkan dengan maksimal untuk bisa langsung berinteraksi dan melakukan tindakan pada pasien. Ingat prinsip nomer 1 di atas! 

Nah, kalau udah hari2/minggu terakhir mau ujian, ya persiapkan dengan baik. Biasanya pola ujian kan tetep2 aja tuh, pelajari semua soal-soal yang pernah keluar, tanya sama yang udah pernah, tips and trik nya sama bahan belajar yang harus dibabat. 

Misal ada ttd DPK yang kurang, ya dikejar sampe dapet, biar bisa ikut ujian. Ingat, kesempatan nggak bakal dateng sama 2 kali, so manfaatkan tiap momen yang ada di depanmu saat ini dengan sebaik-baiknya.

*) Yang terakhir adalah berserah. Mau sepinter apapun kamu, sebanyak apapun buku yang udah kamu habiskan, nggak selalu kasus atau kompetensi yang kamu pengen bisa tercapai. 

Pun juga, seberapa terampil dan pinternya kamu, belum tentu nilainya sesuai harapan mu, tergantung dari DPK mu (bisa ngasih nilainya auto A, A/B, B, itu kewenangan beliau2:"), bisa ngerjain soal ujian nggak (re: khatam soal taun lalu nggak wqwq), dan faktor2 lain yang tidak terduga. 

Solusinya? Ya harus selalu berserah sama Tuhan, perbanyak beribadah, perkuat iman. Justru di sini lah kamu bisa belajar untuk menikmati hidup dengan segala dinamikanya. Jangan lupa main, tapi tetap ingat tanggung jawab. 

Tantangan tidak akan pernah salah memilih pundak, dan di tiap kesulitan pasti ada jalan. Setiap orang bisa jatuh dan mendapatkan nasib yang kurang menguntungkan. 

Nggak perlu iri sama orang lain, tiap orang punya jalannya masing2. Mentalitas ini yang perlu kita bangun setiap harinya, dan niscaya, apapun yang menanti di depan, kita pasti siap menghadapinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun