Esok harinya, karena semalam aku sudah menetapkan alarm tepat pukul 03.00. Aku dibangunkan oleh bunyi alarm. Aku bergegas menuju rumah guruku. Ternyata istrinya sudah bangun. Ia menyambut kedatanganku dengan hangat. Ia mengajariku membuat gorengan dengan sangat cermat. Lama kelamaan, aku menjadi terbiasa. Aku pun bisa membuat sendiri tanpa bantuan Ibu Iska.
Aku mengerjakan semuanya dengan sangat baik. Setiap pagi pukul 03.00, aku membuat gorengan sebagai kegiatan rutinku. Setelah itu, aku menjaga kios karena kami sekolah pada siang hari. Hal ini memberikan kesempatan kepadaku untuk mengerjakan dua pekerjaan sekaligus. Sejak saat itu, aku jarang pulang ke rumah karena aku bekerja hingga larut malam. Karena itu aku diminta untuk menginap di rumah Pak Soleha.
Setiap hari Kamis, aku merasa sangat kelelahan karena harus membuat gorengan sebanyak 400 buah sendirian, dilanjutkan dengan menjual pagi hari. Karena itu, aku harus bangun tepat pukul 01:30 atau terkadang pukul 2:00. Ini memang berat. Namun, jika ku ingat wajah ibuku, hal ini justru seperti sebuah obat ajaib bagiku. Seketika itu lelahku hilang, aku pun kembali tersenyum dan bersemangat walau kadang diiringi deraian air mata yang menetes di pipi kurusku.
Tak terasa, sudah beberapa bulan, aku jalani semua ini dengan sabar. Semua ini demi bahagiakan mamaku.Â
Kini bulan Desember pun tiba, sekolah kami pun diliburkan karena akan segera merayakan hari raya Natal.
"La!" panggil Ibu Iska padaku.
"Iya bu," jawabku.
"Besok, sepertinya kami akan merayakan Natal di kota. Jadi, kamu nanti jaga kios yah, tidak boleh ke mana-mana sebelum kamu pulang," kata ibu.Â
Aku pun mengangguk. Ibu Iska mempunyai sebuah rumah di kota dan setiap hari raya mereka ke sana untuk mencari ketenangan bersama keluarganya.Â
Keesokan harinya, mereka pun pergi meninggalkan aku sendiri di rumah itu. Hari-hari libur ini ku lalui sendirian.
Sepertinya aku kelelahan, karena sering disibukkan dengan pekerjaan dan sekolah, akhirnya aku mengidap penyakit Maag. Namun, karena aku tidak ingin ibu khawatir aku pun memutuskan untuk tidak memberitahu siapapun kecuali sahabatku yang kini ku anggap saudara sendiri, namanya Desi.Â
Sudah beberapa bulan ini semua uang sekolahku ditanggung oleh Pak Soleha dan istrinya. Aku legah, akhirnya aku meringankan beban ibuku. Namun di sisi lain, aku merasa maagku menjadi beban yang cukup berat.
Aku merasa lelah, sakitku ditambah dengan kegiatan lain yakni mengurus pakaian anak-anak Ibu Iska di pagi hari, jika mereka harus pergi ke sekolah. Karena sibuk maka sekarang aku jarang belajar karena waktuku tersita untuk bekerja. Nilai Raport ku semakin menurun pada beberapa mata pelajaran. Hal ini membuatku sangat sedih.