Namaku Lala. Aku mempunyai dua orang saudara. Sulung bernama Venn dan yang bungsu bernama Babas. Ayahku bernama Roman dan ibuku bernama Berdin.
Kami telah hidup menjadi dewasa sekarang. Kakakku akan melanjutkan pendidikan di Universitas Timor dan adikku akan melanjutkan pendidikan di SMP Negeri Oemofa. Sedangkan aku sendiri akan melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri Mutis. Awalnya aku merasa sangat khawatir karena akan memulai lembaran baru di lingkungan sekolah yang baru.
Namun, semuanya berjalan baik-baik saja setelah aku mengenal seorang teman baruku kenal namanya Desi. Kami selalu belajar giat untuk membanggakan orang tua kami masing-masing. Semua kulalui dengan baik-baik saja.
Hingga pada suatu hari, ibukku mengeluh soal keuangan sekolah kami. Maklumlah sulit untuk menyekolahkan tiga anak sekaligus, apalagi kakaku yang sedang belajar di Universitas tentunya membutuhkan biaya yang banyak, walaupun kakak masuk melalui jalur KIP yang ditanggung biaya sebagiannya oleh Pemerintah. Tentunya aku sangat sedih berharap Tuhan memberikan kemudahan agar aku dapat membantu meringankan beban ibu yang sepertinya tidak selalu ditanggapi ayah.
Aku dipanggil oleh tetangga yang juga merupakan guru sekolahku, namanya Pak Soleha dan Ibu Iska. Katanya beliau ingin bicara denganku sepulang sekolah. Setelah pulang sekolah, aku langsung bertemu mereka. Tanpa basa-basi beliau langsung bertanya kepadaku, "Kamu mau atau tidak membantu kami?" Aku yang belum tahu maksud mereka langsung bertanya balik, "Tentu saja, tapi membantu apa?" kataku.
"Kamu cukup membantu kami menjaga kios lalu sambil berjualan gorengan, kami akan membantu kamu membayar uang sekolah kamu perbulan," kata guru itu menatapku penuh berharap. Aku begitu kegirangan mendengar tawaran itu dan langsung mengiyakannya. Dan katanya aku bisa langsung kerja besok pagi. Aku berjalan pulang ke rumah dengan penuh semangat. Sambil menunggu ayah dan ibu pulang dari kebun kami, aku mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu, memasak dan lain-lain.
Sepulangnya ayah dan ibu, kami makan bersama. Ketika semuanya sudah tidur pulas tersisa aku dan ibu. Aku pun langsung memberitahukan kepada ibu soal tawaran itu.
"Ma, tadi aku diminta oleh guru sekolah kami untuk membantu menjaga kiosnya, " kataku kepada ibu penuh girang. "Dan mama tahu, mereka akan membantu membayar semua uang sekolahku setiap bulan," tambahku lagi dengan wajah penuh senyum.
Namun, mendadak wajah ibuku bersedih, bola matanya berkaca-kaca seakan ingin menangis. Aku yang sedang bahagia dibuat kebingungan oleh ekspresi ibuku. "Maaf nak, semua ini karena kesalahan kami, yang membuat kamu harus bersekolah sambil kerja sampingan seperti ini," kata ibuku sambil meneteskan air mata. Rasanya sangat sedih melihat ibu seperti ini. Aku mengerti maksud ibu. Ku bawah ibu dalam pelukanku, lalu ia pun tenang.
Karena waktu sudah sangat malam, kami pun memutuskan untuk beristirahat. Aku terus memandang ibu yang kini hilang di balik pintu, badannya semakin mengurus dan wajahnya mulai terlihat berkerut. Aku tahu, ibu kelelahan membanting tulang dan berpikir keras demi kami bertiga.Â
Ah, rasanya aku ingin menangis sambil berteriak membayangkan wajah lesu ibuku tadi. Takkan ku lupakan malam ini, di mana ibu menumpahkan air matanya di depanku.