Hari itu cuaca sekitar danau kurang bersahabat. Air danau nampak lagi bergejolak. Ombak dan angin lumayan kencang membatalkan rencana kami untuk mandi-mandi di danau toba. Walau tidak mandi tidak mengurangi kegembiraan kami. Dari pelataran hotel Agape, kami menikmati deburan ombak yang berkejaran.
Pemilik hotel Agape adalah keluarga bapak Nainggolan dan ibu boru Sihaloho yang juga merupakan tokoh katolik di Gereja stasi Haranggaol. Walau memiliki hotel dengan fasilitas setara hotel berbintang, sang pemiliknya tetap rendah hati dan dermawan.
Kehadiran kami disambut dengan penuh keramahan. Fasilitas hotel yang kami gunakan diberikan gratis buat kami. Kegiatan juga diisi dengan acara perpisahan untuk kelas IX dan VI. Terkhusus buat kelas IX, ini merupakan momen terakhir bersama teman-temannya serta bapak ibu guru. Menambah semarak dan kenangan dalam kebersamaan kami di pinggiran danau toba. Pukul 17.00 kami meninggalkan Haranggaol menuju Saribudolok.
Kenangan bersama umat paroki Saribudolok
Sesi terakhir dari rangkaian perjalanan kami adalah berjumpa dengan para pastor, suster dan umat paroki Saribudolok. Di aula paroki Saribudolok kami bermalam. Keramahan demi keramahan selalu mewarnai perjalanan kami.Â
Dari gerbang gereja, para pastor sudah siaga menyambut kedatangan kami. Sesekali pastor turut menyeberangkan para sisiwa SLB A Karya Murni.Â
Kekuatiran kami akan merasa kedinginan saat tidur malam di aula paroki sudah diantispasi oleh para pastor. Selimut-selimut tebal tersedia membuat kami semua dapat terlelap tidur sampai pagi.
Di hari Minggu kegiatan kami adalah misa bersama umat dan ambil bagian sebagai petugas liturgy. Sebagai lector, pemazmur, pembawa doa umat dan paduan suara.Â
Kami ingin memperkenalkan kepada dunia, bahwa penyandang tunanetra memiliki berbagai kemampuan, serta mampu hidup mandiri seperti orang pada umumnya.Â
Berdecak kagum dan riuhnya tepuk tangan menjadi bukti kekaguman umat akan kemampuan yang dimiliki para siswa disabilitas netra, orang-orang yang kerapkali kurang mendapat perlakuan yang layak di tengah masyarakat. Tak sedikit umat yang mendonasikan uang sebagai ungkapan terima kasih dan bangga.
Selain di dalam perayaan ekaristi, para siswa juga menampilkan bakat dan kemampuan mereka di depan gereja. Bak gula dan semut, keluar dari gereja umat berbondong-bondong menyaksikan hingga meluber ke pinggir jalan raya.Â