Mohon tunggu...
Kristogonus Tadeus
Kristogonus Tadeus Mohon Tunggu... Guru - mencitai kebijkasanaan

kristo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Spirit St Yosef dalam Pendampingan Anak-Anak Disabilitas (Sebuah Sharing Pengalaman Mengajar Disabilitas Netra)

30 November 2022   09:44 Diperbarui: 30 November 2022   09:59 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meminjam spiritualitas para suster konggergasi St. Yosef imago dei (kesecitraan), manusia adalah gambar dan rupa Allah. Manusia diciptakan menurut citra Allah (bdk Kej. 1:26). Oleh karena kesecitraan inilah manusia dipanggil Allah menghargai kehidupan. Menghargai kehidupan berarti mengembangkan kemungkinan kemungkinan yang ada dalam setiap orang. Memberdayakan potensi-potensi yang dimiliki agar setiap orang memperoleh kesempatan hidup yang sepantas dan sewajarnya. Kehidupan merupakan anugerah Allah yang dipercayakan kepada manusia untuk dikelola dan dikembangkan agar menghasilkan buah. Oleh karenanya, setiap orang hendaknya menjalani kehidupannya seturut kehendak Allah. Hidup setiap orang harus dipelihara dengan penuh kasih. Tiada seorang pun yang merampas, meniadakan atau membahayakan kehidupan seseorang.

Bersama St. Yosef saya belajar untuk menghargai kehidupan. Saya membagikan sedikit kisah saya mengajar di SLB A Karya Murni. Di SLB A Karya Murni saya belajar untuk semakin menghargai kehidupan. Mengajar anak anak berkebutuhan khusus sungguh tak pernah masuk dalam skenario hidupku. Tak pernah terbersit sedikitpun dalam anganku untuk mendidik mereka. Malah deretan pikiran sinislah yang menyeruak tatkala bertemu dengan mereka penyandang disabilitas. Para penyandang tunanetra sering saya temui mengais rezeki di SPBU, pinggir jalan. Menggunakan tongkat, langkah mereka nampak tertatih menyusuri jalanan. "Sungguh malang ya nasib mereka, tak bisa menikmati keindahan ciptaan Tuhan. Bagaimana ya mengajarkan mereka yang tidak bisa melihat. Betapa sulitnya para guru yang mengajarkan mereka. Mengajar yang normal saja kewalahan apalagi mereka". Hanyalah sulit, susah, payah dikala kubayangkan nasib hidup para penyandang tunanetra. Maka tak terbersit suatu ketika akan mengajar mereka.

Dalam peristiwa yang sama sekali tidak terencana, saya turut ambil bagian dalam pendidikan bagi siswa tunanetra. Awal mula saya mengajar mereka, berbagai kendala saya temui. Anehnya, dalam berbagai kendala itu, saya sepertinya "jatuh cinta" bersama mereka. Artinya, pikiran serba sulit kala saya belum bersama mereka bukannya menyurutkan langkah ku saat belajar bersama mereka. Batinku berkata, aku ingin belajar bersama mereka. Jujur saya bersyukur bisa ambil bagian dalam mendidik mereka. Memang karya dan baktiku bersama anak anak berkebutuhan khusus ini belumlah lama. Aku masih seumur jagung ikut ambil bagian dalam pendidikan siswa tunanetra. Benih yang kutaburkan belum membuahkan hasil. Tapi Tak mengapa, pepatah bijak mengatakan tak ada kata terlambat dalam berbuat selama niat dan keinginan untuk melakukan yang terbaik.

Anak anak tunanetra memiliki dunianya sendiri. Keterbatasan melihat membuat mereka membangun konsep diri yang berbeda dari yang pada umumnya. Namun Allah berkarya dengan cara-Nya sendiri untuk menunjukkan karya keagungan-Nya. Dibalik keterbatasan fisiknya, tersimpan talenta talenta besar yang siap untuk dikembangkan. Harus kuakui, tidak mudah memang mendidik siswa tunanetra. Kami harus "keluar" dari hal biasa. Contoh sederhana ketika ada makan bersama dengan mereka. Kami para guru harus melayani mereka dari awal hingga akhir. Biasanya anak atau siswa melayani gurunya. Dan masih banyak contoh lain yang sejenis. Bagiku, mereka mengajarkanku untuk lebih menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan.

Pepatah Latin berkata non schole sed vitae discimus, yang artinya kita belajar bukan untuk sekolah melainkan untuk hidup. Semangat dan keteladanan St Yosef dapat menjadi inpirasi bagi saya dan semua pendidik dalam berkarya. Guru adalah perpanjangan tangan Allah dalam meneruskan dan mengembangkan nilai nilai kehidupan yang telah dianugerahkanNya kepada setiap insan.Oleh karenanya, lembaga pendidikan harus menjadi tempat dimana para siswa menemukan dan mengekspresikan jati dirinya, mampu hidup mandiri kelak dan menjadi pribadi berguna baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Sekolah tidak hanya mengasah kemampuan akademis tetapi sekaligus para siswa mengembangakan bakat dan potensi yang Tuhan anugerahkan dalam diri mereka.

Oleh : Kristogonus Lagho, Guru SLB A Karya Murni

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun