Mohon tunggu...
Kristogonus Tadeus
Kristogonus Tadeus Mohon Tunggu... Guru - mencitai kebijkasanaan

kristo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Spirit St Yosef dalam Pendampingan Anak-Anak Disabilitas (Sebuah Sharing Pengalaman Mengajar Disabilitas Netra)

30 November 2022   09:44 Diperbarui: 30 November 2022   09:59 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika kita bertamu di suatu rumah, kita akan disambut dengan sapaan selamat datang oleh yang punya rumah. Sapaan pun berlanjut dengan obrolan seputar kepentingan kedua belah pihak seraya menikmati suguhan hidangan dari siempunya rumah. Itu hal biasa terjadi dalam kehidupan harian kita. Namun pengalaman berbeda akan kita rasakan tatkala kita memasuki area Panti Asuhan Karya Murni jalan Karya Wisata, Medan. Kita akan "disambut" oleh ungkapan Latin yang jelas terpampang di aula panti, verate vitam yang artinya Hormatilah Kehidupan. Ungkapan yang mengajak kita berefleksi sejenak. Sudakah kita menghormati kehidupan yang Tuhanberikan pada kita? Sudakah kita menghargai kehidupan yang ada di sekitar kita? Moto venerate vitam ini terinspirasi dari St Yosef, pelindung konggergasi St Yosef atau KSSY.

 

Meneladani St Yosef dalam Menghargai Kehidupan

Dalam Matius 1:18-25 dikisahkan  St. Yosef harus menerima Maria yang telah mengandung sementara mereka belum hidup bersama sebagai suami isteri. St. Yosef juga berencana menceraikan Maria secara diam diam. Kendati malaikat menampakkan diri lewat mimpi St. Yosef bahwa Maria dikandung dari Roh Kudus, sebagai seorang lelaki dan manusia biasa, St. Yosef tentu mengalami pergulatan batin hebat. Pergulatan batin berhadapan dengan dirinya sendiri dan pergulatan batin berhadapan dengan kondisi sosial budaya Yahudi pada masa itu.

Sebagai manusia biasa dan seorang lelaki, St. Yosef tentu memiliki harapan, sebelum hidup sebagai suami-isteri bersama Maria,  ia melewati fase-fase sebagaimana lazimnya sepasang kekasih. Fase pengenalan antara satu sama lain. Masa saling menyatakan rasa cinta merupakan momen paling dinanti oleh pasangan yang hendak berumah tangga. Membayangkan momen perkawinan yang sakral dan istimewa. Lalu menikmati masa bulan madu layaknya pengantin baru.

Antara harapan dan kenyataan berkata lain dalam perjalanan cinta St Yosep. Maria, wanita pujaan hatinya justru hamil tidak dari darah dagingnya. Sebuah peristiwa yang tidak mudah dicerna akal sehat dalam kacamata budaya masayarakat pada umumnya. Selain itu, St Yosef juga mengalami konflik batin bagaimana caranya menghadapi kondisi sosial budaya masyarakat Yahudi masa itu. St. Yosef bukan golongan masayarakat biasa tetapi dari strata sosial "darah biru". St Yosef adalah keturunanDaud, tokoh yang sangat dihormati dalam tradisi dan budaya Yahudi. Daud dikenal sebagai raja sebagai raja yang meninggalkan jejak peradaban sebagai bangsa pilihan Allah. Dau juga merupakan symbol manifestasi kehadiranYahwe Allah Israel. Oleh karenanya, Daud dan segala keturunan sangatlah dihormati dalam tata aturan masyarakat Yahudi. Moralitas dan ketaatan pada tradisi Yahudi menjadi keniscayaaan bagi keturunan Daud.

Dalam situasi batin penuh pergulatan, St. Yosef mengambil pilihan sikap yang sangat mengagumkan dalam hidupnya. Bagi St. Yosef, kehidupan adalah nilai tertinggi dalam hidup manusia. Kehidupan itu anugerah Allah. Oleh karenanya harus dihormati, dipelihara, dirawat dan dijunjung tinggi. Kehidupan manusia harus ditempatkan pada posisi tertinggi. St. Yosef sadar Maria juga mengalami pergulatan berat dalam hidupnya. Yosef menyingkirkan segala anggapan budaya dan masyarakat yang menilai Maria telah berzina dan Yesus adalah anak haram. Bagi St. Yosef, bayi yang dikandung Maria harus mendapat cinta dan perhatian penuh layaknya bapak kepada anaknya.

Sikap itu ditunjukkan St. Yosef dengan setia menemani saat Maria mengandung sampai melahirkan. Momen penting yang dibutuhkan wanita mengandung adalah didampingi suami saat melahirkan sungguh dintujukkan oleh St. Yosef. Tak kenal lelah St. Yosef mencari tempat terbaik untuk melahirkan bayi Yesus. Dari rumah yang satu ke rumah yang lain. Walau akhirnya di kandang hina, St. Yosef tidak malu. Baginya, kehidupan harus dibela dan diperjuangkan apa pun situasi dan kondisinya.

Bersama Maria St. Yosef setia dan terus mendampingi Yesus. St. Yosef tidak ragu dan malu menunjukkan cintanya pada Yesus. Walau Yesus "anak haram" dalam kaca mata budaya Yahudi, St. Yosef tetap mengikuti adat dan tradisi Yahudi dalam membesarkan Yesus. Kehidupan harus dijunjung tinggi. St. Yosef membawa Yesus ke Bait Allah untuk disunat dan dipersembahkan kepada Allah. St. Yosef tidak ingin Yesus kehilangan momen momen berharga yang penting untuk hidup-Nya. St. Yosef setia mengajak Yesus untuk mengikuti paskah Yahudi di Yerusalem, walau menempuh perjalanan kaki yang jauh. St. Yosef memberi ruang bagi Yesus untuk mengikuti pendidikan religius di Bait Allah. Sebagai kepala keluarga, St. Yosef berusaha melindungi keluarganya dari marabahaya. Bersama Maria, St. Yosef membawa Yesus ke Mesir untuk menghindari Herodes. Ia Berusaha memenuhi kebutuhan keluarga sebagai tukang kayu.

Terlibat Aktif dalam Mengembangkan Budaya Kehidupan

Meminjam spiritualitas para suster konggergasi St. Yosef imago dei (kesecitraan), manusia adalah gambar dan rupa Allah. Manusia diciptakan menurut citra Allah (bdk Kej. 1:26). Oleh karena kesecitraan inilah manusia dipanggil Allah menghargai kehidupan. Menghargai kehidupan berarti mengembangkan kemungkinan kemungkinan yang ada dalam setiap orang. Memberdayakan potensi-potensi yang dimiliki agar setiap orang memperoleh kesempatan hidup yang sepantas dan sewajarnya. Kehidupan merupakan anugerah Allah yang dipercayakan kepada manusia untuk dikelola dan dikembangkan agar menghasilkan buah. Oleh karenanya, setiap orang hendaknya menjalani kehidupannya seturut kehendak Allah. Hidup setiap orang harus dipelihara dengan penuh kasih. Tiada seorang pun yang merampas, meniadakan atau membahayakan kehidupan seseorang.

Bersama St. Yosef saya belajar untuk menghargai kehidupan. Saya membagikan sedikit kisah saya mengajar di SLB A Karya Murni. Di SLB A Karya Murni saya belajar untuk semakin menghargai kehidupan. Mengajar anak anak berkebutuhan khusus sungguh tak pernah masuk dalam skenario hidupku. Tak pernah terbersit sedikitpun dalam anganku untuk mendidik mereka. Malah deretan pikiran sinislah yang menyeruak tatkala bertemu dengan mereka penyandang disabilitas. Para penyandang tunanetra sering saya temui mengais rezeki di SPBU, pinggir jalan. Menggunakan tongkat, langkah mereka nampak tertatih menyusuri jalanan. "Sungguh malang ya nasib mereka, tak bisa menikmati keindahan ciptaan Tuhan. Bagaimana ya mengajarkan mereka yang tidak bisa melihat. Betapa sulitnya para guru yang mengajarkan mereka. Mengajar yang normal saja kewalahan apalagi mereka". Hanyalah sulit, susah, payah dikala kubayangkan nasib hidup para penyandang tunanetra. Maka tak terbersit suatu ketika akan mengajar mereka.

Dalam peristiwa yang sama sekali tidak terencana, saya turut ambil bagian dalam pendidikan bagi siswa tunanetra. Awal mula saya mengajar mereka, berbagai kendala saya temui. Anehnya, dalam berbagai kendala itu, saya sepertinya "jatuh cinta" bersama mereka. Artinya, pikiran serba sulit kala saya belum bersama mereka bukannya menyurutkan langkah ku saat belajar bersama mereka. Batinku berkata, aku ingin belajar bersama mereka. Jujur saya bersyukur bisa ambil bagian dalam mendidik mereka. Memang karya dan baktiku bersama anak anak berkebutuhan khusus ini belumlah lama. Aku masih seumur jagung ikut ambil bagian dalam pendidikan siswa tunanetra. Benih yang kutaburkan belum membuahkan hasil. Tapi Tak mengapa, pepatah bijak mengatakan tak ada kata terlambat dalam berbuat selama niat dan keinginan untuk melakukan yang terbaik.

Anak anak tunanetra memiliki dunianya sendiri. Keterbatasan melihat membuat mereka membangun konsep diri yang berbeda dari yang pada umumnya. Namun Allah berkarya dengan cara-Nya sendiri untuk menunjukkan karya keagungan-Nya. Dibalik keterbatasan fisiknya, tersimpan talenta talenta besar yang siap untuk dikembangkan. Harus kuakui, tidak mudah memang mendidik siswa tunanetra. Kami harus "keluar" dari hal biasa. Contoh sederhana ketika ada makan bersama dengan mereka. Kami para guru harus melayani mereka dari awal hingga akhir. Biasanya anak atau siswa melayani gurunya. Dan masih banyak contoh lain yang sejenis. Bagiku, mereka mengajarkanku untuk lebih menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan.

Pepatah Latin berkata non schole sed vitae discimus, yang artinya kita belajar bukan untuk sekolah melainkan untuk hidup. Semangat dan keteladanan St Yosef dapat menjadi inpirasi bagi saya dan semua pendidik dalam berkarya. Guru adalah perpanjangan tangan Allah dalam meneruskan dan mengembangkan nilai nilai kehidupan yang telah dianugerahkanNya kepada setiap insan.Oleh karenanya, lembaga pendidikan harus menjadi tempat dimana para siswa menemukan dan mengekspresikan jati dirinya, mampu hidup mandiri kelak dan menjadi pribadi berguna baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Sekolah tidak hanya mengasah kemampuan akademis tetapi sekaligus para siswa mengembangakan bakat dan potensi yang Tuhan anugerahkan dalam diri mereka.

Oleh : Kristogonus Lagho, Guru SLB A Karya Murni

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun