Anggota Komisi I DPR-RI adalah salah satu dari sebelas Komisi DPR RI dengan lingkup tugas di bidang pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, dan intelijen.
Sebagai perwakilan rakyat Indonesia, tentunya DPR punya kewajiban dalam mengemban amanah menyuarakan suara-suara rakyat Indonesia. Untuk fraksi I, tentu salah satunya adalah membidangi aparat negara.
Saya setuju sekali dengan Efendi Simbolon yang menyuarakan fakta lapangan dan opininya tentang TNI. Kritik yang membangun adalah hal penting demi tercapainya tujuan negara. Seperti halnya adik dari TNI, yaitu Polri yang sibuk berbenah besar-besaran karena kasus Sambo.
Meski pun setuju dengan Efendi Simbolon, dirasa kesiangan. Karena hal-hal seperti yang ditudingkan sudah berkali-kali terjadi, bukan baru kali ini saja, kenapa baru bersuara?
Akibat pernyataan Efendi Simbolon, protes dan kecaman terjadi di tubuh TNI. Mulai dari Koramil, Korem, Kodim, dan mungkin masih banyak yang belum muncul permukaan, tidak terima. Ramai di media sosial, para prajurit TNI sangat keras menghardik Efendi Simbolon, terutama pada kata gerombolan ormas tersebut.
Organisasi massa atau ormas berbeda dengan TNI. TNI diajarkan untuk satu rasa sama rata, yaitu Jiwa Korsa. Sehingga jelas berbeda dengan ormas yang mengadopsi semangat dan cita-cita TNI. Bahkan TNI pun mendidik ormas agar memiliki rasa seperti TNI. Hanya saja, ormas tidak memiliki kepentingan dan tugas dalam mempertahankan negara, tidak terikat. Berbeda dengan TNI yang semuanya adalah kontrak mati kepada bangsa dan negara.
Tentu hal ini sangat menyayat hati prajurit TNI yang telah menghabiskan hidupnya dengan seragam lorengnya. Mereka bertaruh nyawa demi bangsa ini, saling menjaga dan menolong rekan-rekannya. Sumpah TNI adalah patuh kepada atasan, patuh kepada negara. Jangan disamakan dengan ormas-ormas yang memang acap kali membuat kericuhan, bukan keharmonisan.
Sebenarnya Efendi Simbolon ini kemana saja? Sejak dulu banyak masalah yang terjadi di tubuh TNI. Mulai dari hal pengkhianatan prajurit terhadap negara di Papua, jual beli senjata kepada pihak musuh. Ketidakselarasan antara pimpinan dengan anggota. Kemudian perihal rekrutmen calon prajurit TNI yang dari dahulu seperti menjadi rahasia umum kecurangannya.
Ungkapan Efendi Simbolon tampak seperti mengadu domba internal TNI, atau justru ketinggalan. Namun tetap perlu diapresiasi, pernyataan beliau masih belum kadaluwarsa karena beliau lebih tua dari jajaran TNI yang hadir dalam rapat Komisi I DPR-RI.
TNI dalam pimpinan Jenderal Andika Perkasa sedang berbenah. Banyak perbaikan yang beliau sudah laksanakan sejak menjadi KASAD hingga menjadi Panglima TNI. Bisa disimak melalui channel youtube resmi Puspen TNI dan Dispenad tentang kegiatan dan terobosan beliau.
Selain itu, sorotan terhadap anak KASAD Jenderal Dudung Abdurrahman yang gagal seleksi karena umur tidak cukup untuk apa dibesar-besarkan? TNI sudah menyelesaikannya melalui Panglima TNI yang kala itu 'menggugurkan' calon taruna tersebut. Masalah tentu sudah selesai, patut diapresiasi dan beri dukungan. Apakah karena anak KASAD ditolak Panglima dalam seleksi calon taruna AKMIL dijadikan topik panas negeri ini? Kesannya seperti mengadu domba tubuh TNI, terutama TNI-AD gyang memang masyarakat tahu, KASAD Dudung Abdurrahman cukup banyak dibenci oleh kaum muslim ekstrem. Sebutan kepada beliau saja adalah Jenderal Baliho.
Mengapa dikatakan Efendi Simbolon 'kesiangan'? Seleksi TNI yang dikatakan tidak bersih sudah terjadi sejak lama. Namun kita bisa ambil yang terbaru saja, karena untuk bukti-bukti lama cukup sulit mencarinya, hanya dari mulut ke mulut para mantan peserta seleksi dan keluarganya yang bisa kita dengar kesaksiannya.
Bisa disimak di video-video di bawah ini!
Panglima TNI Coret Nama Calon Taruna TNI
Panglima Gugurkan Peserta Calon Perwira yang 'Mencurigakan'
Dalam liputan tersebut, terbukti Panlima TNI Jenderal Andika Perkasa sangat keras dan tegas dalam seleksi calon taruna TNI selama kepemimpinannya. Bahkan anak KASAD pun 'disikat' habis karena tidak memenuhi syarat (TMS).
Mengapa Efendi Simbolon dianggap 'kesiangan'? Hal ini terjadi sebelum kepemimpinan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang terjadi kecurangan dalam seleksi calon taruna prajurit TNI. Bukan berarti Panglima TNI sebelumnya 'kotor', bisa saja karena tidak fokus terhadap seleksi tersebut.
Satu kasus yang begitu sangat mengecewakan adalah terjadi pada seleksi calon perwira karier (Pa-PK) TNI tahun 2020 gelombang 2. Diadakan pada Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020. Seleksi yang diadakan pada masing-masing Panda (Panitia Daerah) dilaksanakan serentak. Jika lolos, maka akan lanjut ke tingkat pusat. Formasi yang ada tergantung kebutuhan pusat (Mabes TNI). Formasi tersebut terdiri atas kebutuhan berdasarkan jurusan kuliah para peserta seleksi Pa-PK TNI. Ada 3 matra yang memohon kebutuhannya. Dalam satu jurusan, ada yang hanya memhutuhkan 1 (satu) orang saja untuk mengisi formasi tersebut. Sehingga dari seluruh Indonesia, bisa saja hanya lolos satu orang saja.
Salah satu contoh yang cukup membuat saya menelan ludah adalah seorang peserta seleksi, tidak memenuhi syarat administrasi, namun mampu lolos.
Ketika itu terjalin komunikasi yang ternyata secara tiba-tiba dilakukan peserta seleksi. Menang lumrah jika mempelajari lawan dalam seleksi, mulai dari nama dan formasi yang diambil. Memang mengherankan, dalam jurusan bahasa Indonesia, namun panitia terkesan kurang paham tentang seleksi administrasi.
Hal pertama, saya hadir membawa ijazah berdasarkan pendidikan dan formasinyang diminta. Dalam pendaftaran daring di Mabes TNI, administrasi saya sesuai. Namun ketika di Kodam Jaya, tepatnya Ajendam Jaya, menganggap bahwa jurusan saya tidak sesuai permintaan. Saya pun harus putus harapan. Namun, saya melihat ada orang lain yang masuk, namun jurusan tidak sesuai.Â
Saya pun beranikan diri datang di keesokan harinya dengan panitia yang berbeda. Ternyata benar saja, saya ditolak lagi. Saya pun bersikeras bahwa jurusan saya diakui dan sesuai dengan permintaan Mabes TNI. Bahkan saya membeberkan bahwa ada yang jurusan Ilmu Tarbiyah, namun masuk formasi bahasa Indonesia. Panitia menghubungi Ketua Panitia, akhirnya saya diloloskan dari syarat administrasi.
Hal kedua, jika diperdebatkan jurusan saya yang notabene adalah pendidikan, mengapa jurusan ilmu tarjamah, fakultas ilmu tarbiyah diperbolehkan? Padahal jelas-helas jurusan tersebut tidak sesuai permintaan Mabes TNI, yakni jurusan bahasa Indonesia. Jika ditilik, jurusan atau program studi Bahasa Indonesia itu bergelar S.Hum., sehingga yang bergelar S.Pd. dan S.S. pun tidak sesuai persyaratan. Di sini saya menganggap panitia seleksi tidak paham dan menguasai perekrutan calon anggotanya.
Hal ketiga, seleksi menggunakan sistem akumulasi. Sehingga jika tidak lulus di satu seleksi, ia tidak mengetahuinya, namun ia terus lanjut hingga tahap seleksi berikutnya. Ia baru menyadari ketidaklolosannya di akhir seleksi. Pengumuman tersebut dibacakan dan diberikan surat hal seleksinya. Hal ini berbeda dengan sleeksi Polri yang hasilnya keluar pada haru itu, sistemnya gugur. Jika gagal, maka tidak akan berlanjut berdasarkan nilai standar minimum.
Hal keempat, keputusan yang hanya diberikan sepucuk surat tidak adil. Hanya nilai kurang saja yang dijelaskan, namun tidak disertakan nama-nama yang lolos beserta nilainya. Masing-masing panda hanya memajang nama yang lolos dan tidak lolos tanpa informasi nilainya.
Hal kelima, sangat miris sekali melihat seorang pejuang bangsa Indonesia, nilai hasil seleksi melebihi batas maksimal, dapat disimpulkan 100, namun harus gugur. Ya, seorang atlet lari maraton putri, Odekta Naibaho harus gugur dalam seleksi Pa-PK TNI. Jurusan yang direbut hanya satu saja seluruh Indonesia. Nilainya cemerlang, bahkan surat keputusan mengatakan "Kuota tidak tercukupi".
Berdarkan gugatan Odekta yang ditujukan kepada personil Ajendam Jaya, keputusan tersebut dikarenakan kuota sudah habis. Mereka tidak menjelaskan arti dari kuota habis seperti apa. Padahal jika ditelaah, kuota 1 orang, maka kuota itu adalah untuk orang yang terbaik atau nilai tertinggi. Namun Odekta harus gugur, maka disimpulkan ada nilai yang lebih tinggi dari Odekta.
Odekta Naibaho pada saat itu adalah kesempatan pertama dan terakhirnya dalam mencoba seleksi TNI. Ia sendiri adalah atlet cemerlang kebanggaan bangsa Indonesia. Prestasi terakhirnya dalam PON Papua telah menorehkan 3 emas. Tidak hanya itu, di SEA Games 2022 pun Odekta mampu membawa pulang emas. Sebuah perjuangan cemerlang dari seorang Odekta, namun dikhianati oleh negeri ini sendiri.
Odekta Naibaho berjuang mati-matian dalam merebut prestasi di kancah internasional, begitu pula dalam seleksi Pa-PK TNI. Ia telah mendatangi Kodam Jaya, Ajendam Jaya, Mabes TNI, menuliskan surat kepada Menhan Prabowo Subianto, bahkan telah mengirimkan WA (whatsapp) kepada Jenderal Andika Perkasa yang kala itu KASAD, namun tidak satu pun yang menanggapi.
Efendi Simbolon seharusnya bukan hanya sibuk menyoroti di masa panas seperti saat ini. Anak KASAD gagal, sudah ditangani baik oleh Panglima kemudian dipermasalahkan. Tetapi berlian kusuma bangsa, malah disia-siakan tidak ada yang menolongnya.
Odekta adalah satu dari banyak korban yang telah mengurungkan semangatnya menjadi patriot bangsa. TNI kini sedang berbenah, Efendi Simbolon sibuk mengadu pimpinan-pimpinannya di saat Panglima seorang yang ia dukung dahulu di bursa calon Panglima TNI dengan KASAD kontroversial karena memberantas FPI.
Efendi Simbolon, andai dari dulu anda bersuara keras seperti sekarang, pasti 2022 ini yang terdengar adalah bagus-bagusnya, memetik buahnya. Jangan sekadar cari sensasi di mata orang besar. Ini bukan permainan gundu lubang yang disentil, yang masuk terperosok justru gundu lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H