Selain itu, aksi yang ingin didengar harus mencuri perhatian publik dan pemangku kekuasaan. Ya jelas, agar terlihat seberapa penting dan kuatnya tekanan yang dialami pemerintah atau pemangku kekuasaan tersebut. Tidak heran jika aksi demonstrasi dihadiri ribuan bahkan juataan demonstran. Kemudian ada aksi-aksi heroik seperti bernyanyi, yel-yel kreatif, dan aksi teatrikal para demonstran.Â
Yang salah dan dikhawatirkan adalah aksi pengrusakan (vandalism)Â dan kekerasan (anarkisme). Memang di lapangan sering kali yang melakukan aksi 'terlarang' itu mengungkapkan kekesalannya terjadi karena merasa diacuhkan oleh pemangku kekuasaan.Â
Tidak ada urung rembuk, tidak ada sambutan, tidak ada jawaban, bahkan terjadi penolakan begitu saja sehingga terpancing untuk melakukan aksi terlarang tersebut agar lebih dilihat 'keseriusannya' di aksi demonstrasi tersebut.
Agar diketahui, massa yang turun di jalan hanyalah simbol keseriusan dan besarnya atau pentingnya sebuah aksi demonstrasi. Namun di balik itu semua, ada yang tidak tersorot oleh kebanyakan orang, yakni ada sekelompok demonstran yang tidak ikut turun ke jalan. Tetapi mereka bermain di balik layar, yaitu mencoba mengomunikasikan kepada pemangku kekuasaan langsung.Â
Jika itu di DPR, maka yang dituju adalah anggota DPR, humas, wakil, atau ketua DPR. Siapakah yang bertemu? Bukan, bukan demonstran yang berada di jalan, namun kordinator, ketua, atau wakil dari demonstran tersebut.
Tanpa disadari, sebenarnya organisasi dalam demonstrasi ini sangat terstruktur, tidak bisa lepas begitu saja dan jalan masing-masing. Tidak. Maka jika anda sekadar turun ke jalan karena anda bagian dari suatu golongan atau kelompok, itu dirasa mustahil. Karena dapat menimbulkan perpecahan kordinasi, aksi vandalism, dan anarkisme. Sedangkan yang terstruktur sebenarnya sudah membubarkan diri, tersisa orang yang sekadar ikut-ikutan.
Sering kali terjadi aksi demonstrasi terjadi tanpa ada solusi yang tepat, bahkan demonstran memberi solusi yang tidak kredibel sama sekali. Anda juga harus bijak dalam berlaku, karena pemangku kekuasaan tidaklah orang-orang bodoh tanpa adanya riset ilmiah. Contohnya kenaikan harga BBM yang sering terjadi sejak zaman dahulu hingga saat ini.Â
Mengapa harus naik? Apakah pemerintah tidak berpikir rakyat masih banyak yang miskin? Kemudian akan disusul kenaikan sembako hingga meningkatnya biaya hidup lainnya?Â
Tentu pemerintah sudah punya pertimbangan kebijakan serta beberapa alternatifnya. Divisi litbang (peneliti dan pengembangan) bahkan riset ada di setiap elemen pemerintah. Bisa dikatakan hampir jarang litbang dan riset salah karena berpacu pada pengalaman dan data serta fakta.
Kemudian untuk apa demonstrasi? Tidak perlu? Tentu masih diperlukan. Karena setiap saran dan masukan adalah penting untuk bisa dikaji. Karena segala hal yang diriset secara terencana pun belum tentu aktual karena banyak faktor. Indikasi KKN dan kepentingan golongan masih saja ditemui sehingga bersifat manipulatif.