Tidak lama terdengar dan seringkali terdengar, guru dilaporkan serta diadili hingga masuk bui. Hal tersebut menjadi hal yang ironis, namun juga menggelitik bagi sebagian orang. Bagi orang yang lahir di era 90an ke bawah pasti merasakan hal ini merupakan hal yang tidak wajar.
Pendidikan Indonesia di masa lalu, tepatnya era 90an tersebut menjadi sebuah pendidikan yang keras, disiplin, namun sangat mendidik. Guru menjadi orang tua kedua atau dikatakan menjadi orang tua di sekolah. Secara logika, anak sudah sepatutnya menghormati dan menurut kepada orang tuanya, yaitu guru.
Menjadi seorang guru bukan sekadar mengasuh dan mendidik dari segi asah otak, namun budi anak-anaknya. Sebuah sanksi akan dilakukan dengan motif membuat rasa jera, ditambah guru yang bersinergi dengan orang tua. Dalam pemikiran singkat, orang tua menyerahkan anaknya secara penuh kepada guru untuk dididik menjadi anak yang berintelektual dan berakhlak mulia.
Sikap kekerasan yang dilakukan oleh guru merupakan cerminan seorang orang tua di dalam kehidupan berkeluarga. Kekerasan yang dilakukan guru sama percis seperti orang tua, namun ingat, seorang guru tetap memberikan edukasi terhadap anak-anaknya.
"Saya pernah merasakan bagaimana ditampar guru ketika masih duduk di bangku SMP", pengakuan Jojo, pria yang mengenyam pendidikan SMP tahun 2008.
"Saya pernah dulu dijewer guru waktu SD kalau nakal, malah juga pernah dipukul pakai penggaris untuk papan tulis, rasanya sakit, tapi bikin jera. Nggak lagi lagi deh", ujar Kosyah, yang menceritakan zaman SDnya tahun 2004.
"Bahkan pernah ada yang ekstrem, sampai ditonjok guru olah raga sampai berdarah. Iya, semua gara-gara waktu itu kakak kelas nakalnya kelewatan. Malak, kabur dari sekolah, bolos, manjat pagar sekolah, sama waktu itu ngempesin ban motor guru", ujar Dika yang menceritakan pengalaman kakak kelasnya waktu masih SMA di tahun 2002.
Namun apa yang terjadi? Tidak adanya rasa tersinggung dan motif kriminalitas akan hal seperti ini. Guru dan orang tua saling berintegrasi dalam hal mendidik anak. Orang tua akan merasa sangat takut dan malu jika anak-anaknya tersandung masalah di sekolah. Tidak sedikit orang tua masa lalu yang malu akan anaknya, memasukkan anaknya agar mengenyam pendidikan di luar kota. Biasanya orang tua memasukkan anaknya ke sekolah desa. Tujuannya agar anak menyesal dan kapok. Ditambah pendidikan dan budaya di desa lebih keras ketimbang di kota. Anak-anak di desa bukan sekadar belajar, namun juga bekerja di rumah sebagai kewajibannya.
Pendidikan yang kasar dengan batasan tertentu, membuahkan hasil yang baik. Mengapa demikian? Kuncinya adalah kerja sama guru dan orang tua, serta tidak adanya hal yang ditutupi oleh anak. Namun jika dipikirkan dengan kondisi sekarang yang modern, bisa saja hal tersebut sulit dilakukan. Mengapa demikian?
1. Orang tua memberikan kepercayaan penuh kepada guru. Tidak ada atau sedikit orang tua yang menyalah-nyalahkan guru dalam mendidik anaknya. Bahkan dalam kesalahan anaknya, guru lebih dihargai dan ditakuti oleh orang tua.
2. Orang tua dahulu bekerja tidak secara penuh, ibu di kala dulu masih banyak yang menjadi seorang ibu rumah tangga. Kontrol anak akan sangat baik dan terpantau. Jika dibandingkan sekarang, kedua orang tua sibuk mencari uang hingga lupa terhadap kewajibannya di rumah. Anak merasakan ingin bebas bersama teman-temannya. Tidak peduli rumah karena kondisi yang sepi dan kurang menyenangkan.