Mohon tunggu...
Jojo Simatupang
Jojo Simatupang Mohon Tunggu... Guru - Sarjana Pendidikan | Guru | Penulis

Menjadi manfaat bagi banyak orang dan menjadi lebih baik setiap harinya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemerkosaan dan Pembunuhan Eno: Mulutmu Harimaumu

23 Mei 2016   00:09 Diperbarui: 23 Mei 2016   09:43 1909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Eno Parinah dalam kasus pemerkosaan dan pembunuhan oleh 3 orang pria. Sumber: kabarmakkah.com"][/caption]

Tak ada asap tanpa api, sebuah peribahasa yang berarti tidak mungkin suatu hal terjadi tanpa penyebab. Peribahasa yang sederhana, namun kaya akan makna. Peribahasa ini merupakan peribahasa lama yang maknanya sendiri abadi. Mengapa demikian? Karena maknanya terjadi marak hingga saat ini. Peribahasa sendiri sama seperti petuah, sifatnya memberi nasihat dan pesan moral.

Berkaca dari tindak kriminal yang heboh akhir-akhir ini, yaitu kasus Eno, korban pemerkosaan dan pembunuhan oleh 3 orang pemuda. Kejadian ini biasa, namun ada yang unik, sebuah gagang cangkul dijadikan alat untuk aksi pembunuhan tersebut.

Jika saya paparkan seperti di atas, tanpa anda tahu berita ini sebelumnya, pasti anda berpikir pembunuhan dengan cangkul adalah dibunuh dengan ditancapkan cangkul ke tubuh korban. Saya sendiri sempat berpikir demikian namun sempat enggan membacanya. Tetapi ternyata publik demikian heboh dan tidak sedikit yang mengutuk tersangka pembunuhan dan pemerkosaan tersebut.

Saya berpikir, apakah ini sama seperti kasus Yuyun yang (katanya) diakibatkan pengaruh minuman beralkohol. Atau mungkin akibat kekecewaan karena kekasihnya sudah tidak perawan. Atau mungkin karena perselingkuhan sehingga terjadi seperti ini. Jelas saya berusaha menebak-nebak sesuai berita-berita yang biasa ditayangkan sebuah harian Lampu Hijau. Harian tersebut sering kali memuat berita-berita unik dengan bahasa khasnya, sangat 'nyeleneh'. Bahkan tanpa membaca beritanya, anda sudah mendapatkan berita yang jelas dari judul yang dimuat.

Saya bukan orang yang mudah menyetujui pendapat orang banyak, karena sesuai hal yang terjadi harus jelas. Seperti peribahasa di atas, unsur berita tentu jelas harus ada 6 unsur yaitu, apa, siapa, bagaimana, dimana, kenapa, dan kapan. Maka saya mencari tahu kenapa yang mungkin tidak orang banyak pikirkan. Padahal hal tersebut juga harus di angkat ke ranah publik, agar publik dapat mencegah dengan caranya, mungkin juga diberikan solusi terbaik agar menjadi sebuah tindakan preventif.

Beberapa artikel berita hanya memuat bengisnya tersangka memperlakukan korban, sehingga massa terpancing emosinya. Memang hal tersebut demikian kejam dilakukan, apa lagi salah satu dari mereka merupakan pemuda yang masih di bawah umur. Tetapi pertanyaan saya, mengapa hanya penghakiman yang dilancarkan kepada pelaku?

Tidak lama setelah berita tersebut menjadi fenomenal, ternyata ada lagi berita yang muncul bahwa pelaku sangat terancam keselamatannya. Mereka dilindungi agar tidak dihakimi massa bahkan penghuni sel. Hingga saat ini mereka masih menjadi topik berita utama yang sangat bengis. Penegak hukumpun mengantisipasi, agar pelaku tidak sampai luka atau mati di dalam sel akibat geramnya orang-orang atas kasus mereka sendiri.

Kembali kepada peribahasa "tak ada asap tanpa api", hal itu yang membuat saya mencari tahu akibat pemerkosaan dan pembunuhan itu terjadi. Apa lagi ternyata setelah saya baca beberapa artikel, setelah terjadi pemerkosaan, pembunuhan dilakukan dengan gagang cangkul yang masuk hampir 90% masuk melalui alat kelamin korban. Ironis sekali dan sangat kejam. Tentu dengan sebelah mata saja saya merasa geram. Di tambah dengan memasukkannya dengan cara di tendang, wah bukan lagi manusia.

Selain itu, berlanjut lagi dengan foto hasil autopsi yang beredar, gagang cangkul yang masuk ke organ dalam korban tersebut tampak jelas, bahwa benda tersebut masuk hingga merusak rahim, hati, paru-paru, hingga mencapai tulang rusuk keempat, sehingga pendarahan hebat terjadi oleh mendiang Eno. Bukan hanya itu, saya tidak kuat membayangkannya, bahwa ketika pendarahan itu terjadi, Eno masih dalam keadaan hidup. Eno harus meregang nyawa karena kehabisan darah. Sudah pasti Eno Parinah sangat tersiksa pada saat itu, sesak dan perih yang timbul dari dalam tubuhnya.

Kemudian berita yang saya tunggu-tunggu keluar, penyebab pelaku melakukan hal sadis tersebut. Pengakuan berdasarkan interogasi pihak Kepolisian mengakui, bahwa kejadian tersebut lantaran sakit hati. Pelaku merupakan rekan kerja korban di sebuah pabrik, Eno adalah seorang operator dan pelaku adalah helper.

Eno mungkin parasnya begitu menggoda pemuda-pemuda tersebut, sehingga membuat pelaku jatuh hati padanya. Entah karena cinta, atau sekadar urusan seks. Namun hal tersebut membuat pemuda-pemuda tersebut berusaha mendapatkan hati Eno, Eno yang tidak menyukai mereka jelas menolak. Tetapi di beberapa kesempatan, Eno melontarkan kata-kata yang tidak enak, hinaan fisik seperti 'jelek' kerap dilontarkan. Entah hanya candaan, atau memang serius, namun kata tersebut diakui pelaku yang membuat pelaku sakit hati. Sudah memuncak sakit hati tersebut, membuat pelaku naik pitam.

Berlanjut pada pelaku lain yang sangat mencintai Eno, ia selalu saja mengirimkan SMS kepada Eno. SMS yang dikirimkan berawal dengan mengajak kenalan, namun tidak direspon. SMS berlanjut mesra, tidak juga di gubris, bahkan hingga meregang nyawapun, Eno tidak pernah menjawab SMS dari pelaku. Karena sakit hati, pelaku dendam. Usahanya berawal dari mencari tahu Eno melalui teman-temannya, setelah mendapatkan nomornya pelaku melancarkan aksi cintanya.

Namun sumber artikel lainnya berkata lain, bahwa salah satu tersangka memang SMS-an dengan Eno, terjadi balas-membalas sehingga berujung dengan pertemuan. Tersangka mengajak 2 orang temannya untuk menemaninya bertemu Eno di mess. Kemudian persetubuhan terjadi, berlanjut kepada pembunuhan oleh 3 orang pelaku tersebut. 

Kekesalan memuncak, niat membalas dendam sudah sampai ke ubun-ubun. Bahkan, salah satu korban sudah membawa sebuah garpu yang hendak digunakan untuk menyiksa korban. Tapi nyatanya, siksaan tersebut berlanjut kepada cangkul yang dimasukkan ke alat kelamin kemudian ditendang. Emosi mungkin, namun hal tersebut karena mulut si korban. Ketika eksekusi terjadi, Eno yang saya prediksi mungkin memberontak dan mencoba melawan. Tapi apa daya, satu wanita  melawan tiga pria, mungkin kemampuan mulutnya dengan cara teriak, atau mungkin saja menghina kembali pelaku, hingga pelaku mengamuk yang niatnya menyiksa, justru membunuh.

Dari hal tersebut saya mengambil kesimpulan, mulutmu harimaumu. Dari hal bicara saja menjadi suatu yang tidak terduga. Siapa sangka, karena mulut, orang bisa tewas begitu saja, dengan cara yang mengenaskan. Ini merupakan pelajaran, sudah banyak terjadi akibat perkataan mendatangkan petaka. Lihat saja di media sosial, karena status atau komentar, penulis menjadi celaka. Sudah sangat sering terjadi, bahkan lewat mulut langsung saja jadi celaka. Contohnya adalah Butet, Gunawan Mohammad, dan lain-lain yang menjadi korban mulut mereka sendiri. Penyataan sesuai pendapat pribadinya menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Bahkan walikota London yang lalu, menolak salah satu penceramah Islam asal India, Dr. Zakir Naik karena dianggap provokator, justru Walikota tersebut harus panen cacian dari warganya.

Perihal psikologis pelaku pemerkosaan dan pembunuhan Eno, banyak orang-orang seperti itu di sekitar kita, mungkin saja anda memiliki potensi seperti itu. Rasa kesal memuncak membuat amarah anda tidak terkontrol, rasanya ingin menghajar atau membunuh seseorang. Namun, hal tersebut dapat diredam jika orang yang di tuju tidak terus menerus menyinggung perasaan orang ya terutama harus menghargai orang. Karena sifat tersinggung tersebut ada di setiap jiwa manusia, namun kadarnya yang berbeda-beda. Ada yang mudah, ada juga yang sulit. Akan menjadi hal menakutkan jika terjadi, akal sehat tidak lagi menjadi landasan utama, asalkan mampu melakukan segala dendam.

Jagalah perkataan dan tingkah laku, hargai setiap orang dan jagalah perasaannya. Sudah cukup Indonesia kisruh akibat hal-hal sensitif. Berkaca dari kasus Agama yang hingga saat ini tidak juga berujung, satu agama bicara soal baikknya agama mereka, agama lain tersinggung. Perihal melarang, agama lain tersinggung. Tentu ini tidak juga berkesudahan, tidak ada kata lelah ketika harus bertengkar perihal agama.

Jagalah segalanya demi kedamaian, hidup rukun berdampingan dalam perbedaan itu indah. Bertoleransilah dan hormatilah setiap orang, hargai, dan jagalah perasaannya. Dalamnya lautan dapat diukur, dalamnya perasaan orang tidak mampu di ukur.

Entah sumber mana yang dapat dipercaya, namun sumber dengan bermula dari hinaab lebih saya percayai, karena lebih logis dibandingkan sumber lain tersebut. Tidak mungkin sekadar bertemu, bersetubuh, kemudian di bunuh. Karena setiap pemerkosaan yang terjadi di tempat korbannya, biasanya sekadar perkosa dan di bunuh dengan alat-alat yang ada di sekitar. Namun cangkul atau pacul yang digunakan sudah di bawa sejak dari rumah pelaku. Percayailah media yang melakukan survey ke TKP langsung, bukan sekadar tebak menebak atau bahkan dari mulut ke mulut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun