Eno mungkin parasnya begitu menggoda pemuda-pemuda tersebut, sehingga membuat pelaku jatuh hati padanya. Entah karena cinta, atau sekadar urusan seks. Namun hal tersebut membuat pemuda-pemuda tersebut berusaha mendapatkan hati Eno, Eno yang tidak menyukai mereka jelas menolak. Tetapi di beberapa kesempatan, Eno melontarkan kata-kata yang tidak enak, hinaan fisik seperti 'jelek' kerap dilontarkan. Entah hanya candaan, atau memang serius, namun kata tersebut diakui pelaku yang membuat pelaku sakit hati. Sudah memuncak sakit hati tersebut, membuat pelaku naik pitam.
Berlanjut pada pelaku lain yang sangat mencintai Eno, ia selalu saja mengirimkan SMS kepada Eno. SMS yang dikirimkan berawal dengan mengajak kenalan, namun tidak direspon. SMS berlanjut mesra, tidak juga di gubris, bahkan hingga meregang nyawapun, Eno tidak pernah menjawab SMS dari pelaku. Karena sakit hati, pelaku dendam. Usahanya berawal dari mencari tahu Eno melalui teman-temannya, setelah mendapatkan nomornya pelaku melancarkan aksi cintanya.
Namun sumber artikel lainnya berkata lain, bahwa salah satu tersangka memang SMS-an dengan Eno, terjadi balas-membalas sehingga berujung dengan pertemuan. Tersangka mengajak 2 orang temannya untuk menemaninya bertemu Eno di mess. Kemudian persetubuhan terjadi, berlanjut kepada pembunuhan oleh 3 orang pelaku tersebut.
Kekesalan memuncak, niat membalas dendam sudah sampai ke ubun-ubun. Bahkan, salah satu korban sudah membawa sebuah garpu yang hendak digunakan untuk menyiksa korban. Tapi nyatanya, siksaan tersebut berlanjut kepada cangkul yang dimasukkan ke alat kelamin kemudian ditendang. Emosi mungkin, namun hal tersebut karena mulut si korban. Ketika eksekusi terjadi, Eno yang saya prediksi mungkin memberontak dan mencoba melawan. Tapi apa daya, satu wanita melawan tiga pria, mungkin kemampuan mulutnya dengan cara teriak, atau mungkin saja menghina kembali pelaku, hingga pelaku mengamuk yang niatnya menyiksa, justru membunuh.
Dari hal tersebut saya mengambil kesimpulan, mulutmu harimaumu. Dari hal bicara saja menjadi suatu yang tidak terduga. Siapa sangka, karena mulut, orang bisa tewas begitu saja, dengan cara yang mengenaskan. Ini merupakan pelajaran, sudah banyak terjadi akibat perkataan mendatangkan petaka. Lihat saja di media sosial, karena status atau komentar, penulis menjadi celaka. Sudah sangat sering terjadi, bahkan lewat mulut langsung saja jadi celaka. Contohnya adalah Butet, Gunawan Mohammad, dan lain-lain yang menjadi korban mulut mereka sendiri. Penyataan sesuai pendapat pribadinya menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Bahkan walikota London yang lalu, menolak salah satu penceramah Islam asal India, Dr. Zakir Naik karena dianggap provokator, justru Walikota tersebut harus panen cacian dari warganya.
Perihal psikologis pelaku pemerkosaan dan pembunuhan Eno, banyak orang-orang seperti itu di sekitar kita, mungkin saja anda memiliki potensi seperti itu. Rasa kesal memuncak membuat amarah anda tidak terkontrol, rasanya ingin menghajar atau membunuh seseorang. Namun, hal tersebut dapat diredam jika orang yang di tuju tidak terus menerus menyinggung perasaan orang ya terutama harus menghargai orang. Karena sifat tersinggung tersebut ada di setiap jiwa manusia, namun kadarnya yang berbeda-beda. Ada yang mudah, ada juga yang sulit. Akan menjadi hal menakutkan jika terjadi, akal sehat tidak lagi menjadi landasan utama, asalkan mampu melakukan segala dendam.
Jagalah perkataan dan tingkah laku, hargai setiap orang dan jagalah perasaannya. Sudah cukup Indonesia kisruh akibat hal-hal sensitif. Berkaca dari kasus Agama yang hingga saat ini tidak juga berujung, satu agama bicara soal baikknya agama mereka, agama lain tersinggung. Perihal melarang, agama lain tersinggung. Tentu ini tidak juga berkesudahan, tidak ada kata lelah ketika harus bertengkar perihal agama.
Jagalah segalanya demi kedamaian, hidup rukun berdampingan dalam perbedaan itu indah. Bertoleransilah dan hormatilah setiap orang, hargai, dan jagalah perasaannya. Dalamnya lautan dapat diukur, dalamnya perasaan orang tidak mampu di ukur.
Entah sumber mana yang dapat dipercaya, namun sumber dengan bermula dari hinaab lebih saya percayai, karena lebih logis dibandingkan sumber lain tersebut. Tidak mungkin sekadar bertemu, bersetubuh, kemudian di bunuh. Karena setiap pemerkosaan yang terjadi di tempat korbannya, biasanya sekadar perkosa dan di bunuh dengan alat-alat yang ada di sekitar. Namun cangkul atau pacul yang digunakan sudah di bawa sejak dari rumah pelaku. Percayailah media yang melakukan survey ke TKP langsung, bukan sekadar tebak menebak atau bahkan dari mulut ke mulut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H