Kicauan burung penuh semangat. Mentari tak kalah lincah berikan senyum terbaik.
Aku terbangun, tapi tubuh terasa gemetar serta mata berkunang-kunang. Pagi ini jadwal ujian, kupaksakan tubuh ini.
"Brakk" terjatuh lunglai di lantai.
Ardi langsung menolong menuju tempat tidur.
"Badanmu panas, kamu harus istirahat," kata Ardi membetulkan selimut.
Seperti biasa, aku tak mau mendengarkannya. Aku mencoba bangun tapi kepala terasa berputar dan aku terjatuh lagi di kasur.
"Heiii ... minumlah ini," kata Ardi dari pintu dengan membawa segelas teh dan semangkok mie instan.
Aku memegang gelas, namun tangan ini bergetar hingga dia membantuku minum. Dengan sabar menyuapi hingga mie terakhir. Berat di kepala tak tertahan lagi, lalu Ardi memberikan obat kapsul penurun demam. Ternyata efeknya cepat terasa.
Aku pulas tertidur hingga terdengar alarm. Kurang satu jam lagi, ujian. Sontak berlari ke kamar mandi lalu berbenah diri. Ardi bingung dengan tingkahku, lalu memegang tangan serta dahiku.
"Kamu sudah baikan," tanya Ardi.
Aku bingung dengan pertanyaannya sehingga diam mematung.
"Kemarin pulang malam kah atau habis makan sesuatu?" tanyanya penasaran.
Aku menggeleng seraya berkata, "kemarin, aku hanya sarapan pisang goreng pemberian Iqbal dan tidak makan sama sekali karena uangku habis, belum ada kiriman."
Sontak dicubit tanganku seraya memarahi karena tak mau cerita. Sejak saat itu, aku tahu mempunyai sahabat dalam suka serta duka. Dan aku mau belajar untuk terbuka.
Itulah cerita anak kost yang melanglang buana demi mengejar impian, Zildan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI