Udara dingin merasuk kalbu, hembusan angin sepoi-sepoi menambah syahdu. Kepulan asap cerutu seolah menemani pria beruban itu. Pukul delapan malam, sang putra kesayangannya belum juga terlihat.
Sejak kepergian sang istri, suasana rumah seakan tak ada keceriaan. Pria tua itu menikmati bakaran tembakau, ditemani kopi di sudut taman. Pikirannya melayang sambil memandang sang rembulan.
"Yah ..." sapa pemuda tampan, sambil menyalami tangan sang ayah.
Pria berambut putih itu nampak kaget bercampur gembira terpancar dari raut wajahnya. Dipindahkan kursi yang ada di depannya, kemudian mereka ngobrol. Perbincangan itu ditemani singkong goreng, serasa kembali ke masa lampau ketika keluarga itu masih lengkap.
Joe adalah anak bungsu dari dua bersaudara, dimana sang kakak, Nasya sudah berkeluarga dan tinggal di luar kota.
"Bagaimana dengan pekerjaanmu nak? Ayah melihat kamu bahagia dengan pekerjaan yang sekarang," tanya ayah sambil memandang wajah anaknya.
Joe nampak antusias dan menceritakan panjang lebar tentang kantornya, atasannya serta teman-temannya.
Sang ayah menyimak dengan seksama sambil tersenyum.
Tiba-tiba beliau berkata, "menurut kamu, apa beda uang dengan waktu?"
Kening Joe mulai berkerut, dia terdiam beberapa saat, lalu berkata, "uang itu benda sedangkan waktu lebih menunjuk pada keterangan, mungkin sebuah masa, perjalanan."
"Betul apa yang kamu utarakan. Uang menunjuk pada benda, dapat dilihat dan dihitung. Kita dapat menghitung dan melihat berapa uang yang kita punyai di bank, di dompet dan di saku. Lalu saat kita menggunakannya, kita masih tahu berapa sisa uang itu.
Sedangkan waktu atau masa adalah rangkaian proses atau keadaan yang menunjuk pada keterangan, kita dapat melihat dan mengetahui bahwa 1 hari ada 24 jam serta menghitung berapa umur kita. Namun kita tidak pernah tahu berapa sisa umur. Kita tidak dapat melihat atau menghitung karena itu ada di depan, rahasia kehidupan," kata sang ayah sambil menghisap cerutunya.
Joe tertegun seraya menyetujui perkataan sang ayah.
Cerutu itu ditaruh di pinggir asbak bening, lalu sang pria tua itu berkata,
"ketika ayah belajar bahasa Inggris, ayah teringat akan kata "yesterday", "today" dan "tomorrow" yang menunjuk pada keterangan waktu. Bila kamu perhatikan apa perbedaan dari ketiga kata itu?"
Joe semakin terdiam ditemani suara belalang yang bersahutan.
"Kemarin ... hari ini dan besok, sebuah rentang waktu yang berbeda yah," ungkap Joe sambil penasaran akan jawaban sang ayah.
Sang ayah tersenyum sambil menyeruput kopi dalam cangkir.
"Tepat katamu nak. Masa lalu, kini dan masa depan. Tapi bila kamu cermati ketiga kata itu, hanya "Yesterday"(kemarin) yang tidak punya huruf 'O'.
Huruf 'O' artinya Opportunity (kesempatan).
"Today"(hari ini) mempunyai satu huruf 'O' berarti masih ada satu kesempatan.
Begitu juga dengan "Tomorrow"(besok), mempunyai tiga huruf 'O', di mana masih ada lebih banyak kesempatan.
Sedangkan Yesterday (kemarin) tidak ada kesempatan sama sekali karena kita tidak dapat merubah atau memperbaiki sesuatu yang sudah lewat. Kita hanya bisa mengupayakan di masa sekarang (today) dan masa akan datang (tomorrow).
Namun sayangnya, tomorrow (besok) walaupun punya banyak kesempatan, tapi kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi, apakah kita bisa melalui kesempatan itu atau kesempatan itu malah menguap begitu saja, karena kita belum melangkah ke sana.
Kita hanya bisa lakukan adalah mengupayakan, menjalani dan menikmati masa sekarang yang kita punya," begitu kata-kata sang ayah yang membuatnya semakin penasaran.
"Berarti kita hanya menjalani hari ini saja, tanpa memikirkan masa depan, begitukah yah?" tanya Joe antusias.
"Pertanyaan yang jenius," kata sang ayah dengan tertawa lepas, sambil mengangkat singkong yang renyah itu.
Setelah menikmati beberapa helai singkong, pria tua itu melanjutkan perkataannya,
"kamu harus tetap memikirkan masa depan nak, dengan mempunyai impian, tujuan serta cita-cita bahkan merencanakan semua itu. Namun jangan hidup di masa depan, sampai lupa mengupayakan kesempatan dan menikmati hari ini.
Bukankah persiapan terbaik untuk masa depan adalah hari ini.
Begitu juga dengan masa lalu, bila kamu pernah gagal dan melakukan kesalahan, kamu tidak bisa mengubahnya karena masa lalu tidak bisa diputar kembali. Belajar dari kegagalan itu untuk semakin lebih baik di hari ini.
Yang paling penting adalah lakukan yang terbaik saat ini, ketika masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk bernafas.
Untuk masa depan, kita belum melangkah ke sana, sehingga kita perlu menyerahkan rencana kita pada Sang Maha Kuasa.
Saat itulah kamu akan merasa benar-benar hidup. Itulah kebahagiaan."
Pria tua itu hening sambil melahap sisa singkong ditangannya.
Joe mengangguk paham, seraya berkata "terimakasih yah, sudah mengingatkan Joe. Beberapa bulan ini, Joe sangat terpaku akan masa depan sehingga sering lupa waktu, kesehatan begitu juga keluarga. Joe akan belajar untuk menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Selalu ingatkan Joe ya yah."
Sang ayah tersenyum sembari mengusap rambut anaknya, terbayang ingatan anak yang pernah digendongnya saat kecil.
Mereka menghabiskan malam itu sambil ngobrol ditemani singkong goreng serta temaram bintang-bintang di langit. Malam yang indah, serasa kehangatan keluarga ketika masih lengkap.
Inspirasi :
Renungan Taize GKI Peterongan
Buku Mindful is mind-less karya Hendrick Tanuwijaja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H