Matahari tepat berada di ubun-ubun, panas menyengat di kulit tak terhiraukan. Stefano bersama Amri mengenakan motor menuju jalan raya. Udara pengap, asap kendaraan hitam keluar dari knalpot bus.
Motor terus melaju, dalam perjalanan hati Stefano terusik.
“Cek banmu, udah lama belum kamu isi udara," suara ini muncul dalam hati Stefano.
Siang ini jalanan berjejal, hanya mereka yang cakap membaca peluang akan dapat jalan. Nyala stopan lampu menghentikan laju mereka, namun memberi peluang untuk ngobrol. Tak berselang lama, lampu hijau nyala, Stefano segera melajukan kendaraan dengan kencang.
Dalam hatinya, bisikan alarm untuk mengecek ban muncul kembali kembali, saat berada di dekat bengkel langganannya. Motornya berada di pinggir, namun hatinya gelisah, seperti ada pertentangan.
“Nanti kan bengkel isi angin di depan.”
Dilewatinya bengkel itu sampai beberapa meter, hingga tiba-tiba motor terasa bergoyang-goyang. Dikurangi kecepatan, namun motor semakin tak seimbang, dihentikannya mendadak motor itu di pinggir jalan, depan sebuah pasar. Mereka berdua turun, dijagang motor bebek itu. Tampak ban belakang sudah kempes.
“Wahh bocor Ri, “ kata Stefano sedih.
“Kita cari tambal ban di depan sana,” kata Amri memberi solusi.
Stefano tampak panik, tanpa sepatah kata pun, diputar balik motor itu. Sekalipun lawan arus, tetap dibawa motornya menuju jalan sebelumnya.
“Tambal ban yang dekat disana, “ kata-kata itu baru keluar saat di tengah perjalanan, setelah lama membisu.
Dengan sekuat tenaga menuntun motor menuju bengkel yang mereka lewati tadi. Kata-kata pertolongan dari Amri untuk gantian membawa motor tak dihiraukan. Stefano terus melangkahkan kaki berjalan, sambil tangannya memegangi setir motor.
Hingga papan bengkel itu terlihat begitu dekat, tinggal beberapa toko lagi harus terlewati. Tiba-tiba kaki Stefano tak bergerak, motor itu pun ikut terhenti. Dibuka masker yang menutupi hidungnya, ditarik nafas panjang, suara ngos-ngosan terdengar keluar. Dia ingin jeda sejenak untuk mengumpulkan energinya.
Namun, tangan Amri mengambil alih setir motor itu. Sahabatnya mengenal sosok Stefano yang perlu bantuan, namun sungkan memberitahu. Dilanjutkan perjalanan itu menuju bengkel. Kini posisi Stefano yang dibelakang, membantu mendorong karena jalan sedikit menanjak.
Akhirnya, sampai di bengkel itu, sang montir segera menyambut kedatangan mereka dengan mengambil alih motor bebek untuk ditanganinya. Sang montir tampak cekatan membuka ban dalam, lalu memompa dan dengan penasaran mencari bagian yang lubang dengan mencelupkan ke dalam air.
Tampak ‘lupp…lupp’ udara keluar di daerah ban. Lalu penasaran mencari bagian lain namun tak ada.
Stefano yang penasaran tak beranjak di sebelah montir itu, seraya berkata “bocor di mana pak?”
Wajah tua yang penuh semangat itu berkata sambil menunjukkan, “kena cop mas. Ini sampai sobek begini.”
“Begitu kenapa ya pak?” tanya Stefano semakin penasaran.
Bapak itu tersenyum, seraya berkata, “kurang angin mas.” Bapak itu terlihat sibuk mengutak atik bagian yang cop ban, tempat mengisi angin itu.
“ohh begitu. Kira-kira apa bisa diperbaiki ya?” tanya Stefano antusias.
“Tak cobanya ya, semoga bisa. Kalau terpaksa, ya harus ganti ban dalam mas, “ kata montir tua itu seraya memberi solusi.
“Iya pak, semoga bisa diperbaiki. Mana yang terbaik saja pak, “ kata Stefano yang pasrah kepada sang ahli. Kemudian dia beranjak berdiri dari posisinya sambil memandangi motornya.
“Andai saja tadi mendengarkan kata hatiku,” katanya sesaat.
Lalu perasaan itu ditepisnya, “semua sudah terjadi dan mungkin ini pelajaran untuk ke depannya." Dibaliknya badannya menemui sahabatnya yang duduk di sebelah.
Mereka menunggu sambil duduk di sebuah kursi plastik. Stefano dan Amri terdiam dengan masing-masing sibuk memainkan gadget. Bapak tua itu fokus mengikir bagian ban yang robek. Lalu perhatiannya teralihkan pada pembeli yang menanyakan ban mobil. Segera dilayani pembeli itu, kemudian montir tua itu kembali memegang ban. Dibukanya lem, dioleskan pada bagian ban yang bocor dan atasnya diberi ban tambahan. Segera di rekatkan dan dipress dengan suatu alat. Setelah cukup aman, beliau beranjak melayani sepeda motor lain yang mogok. Bengkel itu cukup ramai dan bagus penangannya, namun pekerjanya hanya bapak tua beserta sang anak lelakinya.
Setelah dilihat motor itu telah ditangani tinggal menunggu tambalan. Stefano, beranjak dari kursi dan ijin pergi sebentar pada Amri. Dia berjalan ke arah jalanan sebelumnya, berharap menemukan toko penjual makanan dan minuman. Tenggorokannya terasa kering, badannya terasa lemas dan pikirannya tak fokus. Dia kehausan, air liur seakan ikut kering. Perlahan berjalan dari satu toko ke toko lainnya, namun yang dijumpai toko baju, toko alat tulis, apotik dan warung.
Tak pantang menyerah, kakinya tetap melangkah hingga tiba di satu perempatan. Lalu di belok ke kiri, ingat ada sebuah minimarket. Dengan semangat kakinya bergerak hingga tiba di minimarket itu. Seperti menemukan oase di padang gurun, demikian Stefano tersenyum membuka pintu minimarket itu.
Spontan terdengar ucapan, “selamat datang di …” yang merupakan sebuah sambutan yel-yel kepada calon pembeli.
Stefano hanya menundukkan kepala sambil tersenyum kepada kedua orang pegawai di sana. Matanya langsung mencari rak tempat minuman, lalu kakinya segera melangkah. Dengan cepat air minum itu sudah berada ditangannya. Stefano sempat membuka lemari es namun dimasukkan lagi minuman manis itu dan memilih air putih. Diambil dua botol air mineral, tanpa membuang waktu langsung transaksi ke kasir.
Kantong plastik ditentengnya sambil keluar minimarket. Di depan teras, ada dua tempat duduk, segera dia duduk disana. Dibukanya kemasan air mineral itu, diteguk perlahan.
“Segar…” air itu membasahi tenggorokan Stefano. Dia serasa mendapat energi baru untuk perjalanan.
Tiba-tiba, Stefano teringat akan Amri sahabatnya. Dia segera beranjak dari kursi besi, lalu bergegas kembali ke kios tambal ban. Sampai di sana nampak Amri masih duduk sambil memegangi handphone. Dihampiri sahabatnya serta diberikan sebotol air mineral bersegel.
Mereka mengobrol sampai tak terasa proses perbaikan sudah selesai. Bapak tua itu memberi tahu Stefano dan Amri, beliau menerangkan dengan seksama dan kami mendengarkan dengan antusias. Selanjutnya, Stefano mengeluarkan uang serta memberikan pada bapak tua itu. Mereka mengucapkan terimakasih atas bantuannya serta pamit melanjutkan perjalanan.
Stefano menyalakan motornya dan menunggu Amri membetulkan helm. Motor itu kembali melaju ke jalanan, dimana hampir 45 menit perjalanan terjeda. Jalanan tampak legang tak seperti waktu berangkat tadi. Syukurlah, matahari sudah bersembunyi di balik awan dan angin berhembus sangat kencang. Stefano segera mengencangkan motornya menuju ke base camp untuk berkumpul dengan komunitas sepakbola mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H