Mohon tunggu...
Kristian ApriyandiPernando
Kristian ApriyandiPernando Mohon Tunggu... Supir - Berkarya merupakan media untuk mengembangkan potensi dan kemampuanmu.

Nama lengkapku Kristian Apriyandi Pernando, biasanya aku dipanggil dengan nama Yandi. Aku saat ini menjalani perkuliahan di Fakultas Filsafat, Universitas St Thomas, Sinaksak, Pematang Siantar. Aku berasal dari Kubu Raya, Pontianak, Kalimantan Barat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Makna Simbolik dan Nilai Estetika yang Termuat dalam Rumah Radangk Suku Dayak Kanayatn - Kalimantan Barat

15 Januari 2025   09:54 Diperbarui: 15 Januari 2025   10:00 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://travel.detik.com/domestic-destination/d-3002883/rumah-betang-muat-diisi-50-keluarga-suku-dayak

Bangsa Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan, mulai dari Sabang sampai Merauke. Hal ini pun menunjukan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang kaya. Kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia tersebut pun tentunya perlu dilestarikan, dibudidayakan, dan dikembangkan dari generasi ke generasi selanjutnya. Selain itu pun, setiap kebudayaan yang ada di Indonesia tentunya memiliki kekhasan masing-masing, dengan kata lain kebudayaan di daerah A berbeda dengan kebudayaan di daerah B. Perbedaan itupun merupakan perwujudan dari identitas suatu daerah yang bersangkutan. Dengan demikian ingin menyatakan bahwa kebudayaan menjadi perwakilan dari suatu daerah, yang dimana kebudayaan itu berasal. Inilah yang dimaksudkan oleh Raymon Firth bahwa hakikat simbolisme terletak dalam pengakuan bahwa hal yang satu mengacu kepada (mewakili) hal yang lain dan hubungan antara keduanya pada hakikatnya adalah hubungan hal yang konkret dengan yang abstrak, hal yang khusus dengan yang umum.

Kebudayaan memiliki hubungan yang begitu erat dengan masyarakat. Hal ini pun terjadi karena kebudayaan sendiri merupakan sesuatu yang terdapat dalam masyarakat sendiri, dimana di dalamnya terkandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain sebagainya. Hal ini pun ingin menyatakan bahwa kebudayaan dapat menjadi sarana untuk menegakan tatanan sosial atau untuk menggugah kepatuhan-kepatuhan sosial, sesuai dengan maksud Raymond Firth mengenai simbol. Selain itu perlu diketahui pula bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan tersebut bersifat abstrak. Kebudayaan hanyalah diwujudkan dalam benda-benda nyata yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, seperti halnya suku Dayak Kanayatn yang mewujudkan budaya mereka dalam salah satu bidang kesenian, yakni seni arsitektur rumah adat tradisional, Rumah Radakng (panjang).

Pola Kehidupan Masyarakat Dayak Kanayatn

Nama Dayak Kanayatn sebenarnya sampai saat ini masih dipertanyakan oleh para peneliti antropologi mengenai artinya. Dayak Kanayatn sendiri merupakan salah satu subsuku dari Suku Dayak yang lebih dominan menetap di wilayah Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Mereka menyebut diri mereka Dayak Kanayatn saat berhadapan dengan orang Dayak dari subsuku Dayak lain atau orang dari golongan suku bangsa yang berbeda. Selain itu, Dayak Kanayatn juga merupakan salah satu dari sekian ratus subsuku Dayak yang mendiami pulau Kalimantan. Dayak Kanayatn sendiri dikelompokkan dalam golongan rumpun Land Dayak-Klemantan oleh H.J. Mallinckrodt (1928). Hal ini pun disetujui oleh W Stohr (1959), ia menyatakan bahwa rumpun Land Dayak-Klemantan memiliki hubungan erat dengan suku Dayak Kanayatn. Maka dari itu ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa pemberian nama Kabupaten Landak didasarkan pada masyarakat yang secara dominan adalah suku Dayak Kanayatn, yang merupakan bagian dari rumpun Dayak Darat (Land Dayak atau Land Djak {ejaan Belanda}).

Sistem kepercayaan orang Dayak Kanayatn lebih mengarah kepada keyakinan mereka terhadap roh. Mereka percaya bahwa roh orang mati akan menuju suatu tempat yang disebut Alam Datu Tunjung Punu Gamari. Akan tetapi, sebelum itu diperlukan terlebih dahulu upacara khusus untuk keselamatan para roh dan keluarganya yang masih hidup. Secara keseluruhan, sistem pengetahuan orang Dayak Kanayatn ini selalu dikaitkan dengan sistem kepercayaan mereka terhadap roh nenek moyang, seperti halnya: pengetahuan tentang bertani, ilmu gaib, dan sebagainya. Hal ini pun ingin menyatakan bahwa setiap bidang dalam budaya Dayak Kanayatn memiliki keterkaitan erat dengan kepercayaan mereka terhadap roh leluhur. Kesenian yang mereka miliki pada umumnya dibuat untuk keperluan acara adat dalam rangka menghormati nenek moyang. Selain itu, di Kabupaten Landak sendiri ada sebuah Desa yang diberi nama Desa Saham. Disana terdapat dua macam pemukiman, yaitu pertama, mereka yang tinggal di rumah Radakng (panjang) dan kedua, masyarakat yang mendiami di luar Radakng atau yang biasa disebut Baroh. Derajat kehidupan orang, baik itu pada tingkat atas atau bawah, dilihat dari model pemukiman rumah masyarakat, di mana menunjukan bahwa Radakng memiliki posisi yang lebih tinggi dari pada rumah-rumah di luar Radakng. Walaupun demikian, para penghuni Radakng dan Baroh tetaplah hidup berdampingan secara baik, karena pada dasarnya mereka masih memiliki ikatan keluarga.

Rumah Radakng

Rumah Radakng merupakan rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak. Konon, keberadaan sungai menjadi salah satu jalur transportasi utama suku Dayak dalam melakukan berbagai mobilitas kehidupan sehari-hari, seperti halnya: pergi ke ladang dan berdagang. Hal ini terjadi karena pada zaman dulu ladang yang dimiliki oleh suku Dayak ini memiliki lokasi yang jauh dari pemukiman mereka.

Berdasarkan sejarah awal berdirinya, Radakng merupakan kumpulan dari rumah-rumah yang bergabung dalam satu rumah panjang. Apabila kita lihat dari luar hanya seperti satu rumah saja, tetapi ketika masuk ke dalam, rumah tersebut ternyata terdiri antara rumah satu dengan yang lain memiliki sekat. Bila digambarkan secara sekilas, bentuknya hampir sama dengan rumah biasa, ada ruang tamu, kamar dan teras. Tetapi yang membedakannya adalah tempat untuk bersama, yang disebut serambi. Rumah Betang sengaja dibangun berbentuk panggung tinggi. Hal ini pun bertujuan untuk mencegah serangan atau gangguan hewan liar, atau serangan musuh. Selain untuk alasan keamanan, bentuk rumah ini juga dipilih agar penghuni rumah dapat memantau lingkungan sekelilingnya demi mengantisipasi kedatangan orang asing. Biasanya di depan rumah panjang diletakkan sebuah patung menyerupai manusia yang disebut Pantak.

Bentuk dan besar rumah Radakng ini pun bervariasi di tiap daerah Kalimantan, seperti halnya ada yang mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga 30 meter. Akan tetapi, yang pastinya Radakng suku Dayak Kanayatn ini dibangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian 3-5 meter dari tanah. Selain itu, untuk pembagian struktur rumah ini, yaitu ada tangga untuk naik ke pante’ (tempat menjemur). Dari pante’ terus masuk ke sami’ (ruang pertemuan/tamu). Baru selanjutnya masuk ke bagian rumah yang inti. Untuk bagian inti ini, pembagian kamar maupun ruangan lainnya, setiap rumah memiliki model yang berbeda-beda, sebab disesuaikan dengan besar kecilnya rumah dan selera pemiliknya. Untuk saat ini pun, rumah Radakng tidak lagi secara dominan berfungsi sebagai rumah atau tempat berlindung, namun juga menjadi bagian dari warisan kearifan lokal tradisional dalam hal arsitektur; untuk melakukan upacara dan ritual adat; penggelaran kesenian dan kebudayaan suku Dayak; dan acara budaya Dayak Kanayatn lainnya. Hanya beberapa daerah tertentu rumah Radakng masih dijadikan tempat untuk tinggal bersama, salah satunya ialah rumah Radangk Dayak Kanayatn di Dusun Saham, Desa Saham, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.

Dalam rumah Radakng  terjadi sebuah proses sosialisasi yang unik dan menarik untuk diketahui, dipahami, dan dianalisis. Hal tersebut dapat terjadi karena Radakng merupakan bentuk persekutuan hidup (sosial sistem) yang mencakup seluruh aktivitas kehidupan suku, baik yang bersifat sosial kemasyarakatan maupun yang bersifat keagamaan dan seremonial lainnya; alat pemersatu dalam memelihara dan membina solidaritas suku; suatu bentuk/model bagi setiap orang Dayak Kanayatn untuk merealisasikan eksistensinya; dan yang terakhir sebagai wadah yang tepat untuk mengembangkan potensi budaya (sebagai “Centre for Dayak creation, arts, and inspiration”) yang menunjukkan tingginya nilai kehidupan mereka. Hal-hal tersebut pun menunjukan bahwa Rumah Radakng merupakan simbol dari corak kehidupan masyarakat suku Dayak Kanayatn. Dengan demikian perkataan Raymond Firth memiliki keterkaitan yang erat dengan rumah Radakng Dayak Kanayatn tersebut, yakni bahwa simbol dapat menjadi sarana untuk menegakan tatanan sosial atau untuk menggugah kepatuhan-kepatuhan sosial.

Makna Rumah Radakng

Ernest Cassirer mengatakan bahwa manusia hidup dalam semesta simbolis, bahasa, mite, kesenian; dan agama adalah bagian-bagian alam semesta itu. Semuanya itu merupakan pelbagai benang yang membentuk jaring simbolis, jaringan kusut berliku-liku mengenai pengalaman manusia. Hal ini pun sesuai dengan realitas yang ada, sehingga tidak dapat dielakkan lagi oleh setiap orang. Masyarakat suku Dayak Kanayatn juga hidup dalam dunia simbolis, dimana setiap corak kehidupan yang mereka miliki merupakan perwujudan dari simbol-simbol, baik itu dalam bahasa; sistem pengetahuan; sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial; sistem peralatan hidup dan teknlogi; sistem mata pencaharian hidup; sistem religi; dan kesenian, yang mereka miliki. Begitu pula halnya dengan makna dan fungsi dari rumah Radakng, yang setiap bagiannya memiliki makna simbol tersendiri dan saling berkaitan satu sama lain.

Radakng merupakan rumah tradisional Dayak Kanayatn yang kaya akan arti dan makna. Jadi, bukan hanya sekedar bangunan untuk tempat tinggal masyarakat suku Dayak Kanayatn saja. Di rumah Radakng juga memiliki nilai filosofi bahwa kehidupan sosial masyarakat suku Dayak Kanayatn memegang teguh adat istiadat, tradisi budaya, dan kehidupan bersama (gotong royong). Selain itu, keberadaan Radakng tersebut pun menjadi jantung dari struktur sosial kehidupan orang Dayak Kanayatn. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah Radakng adalah cerminan atas kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak Kanayatn. Setiap individu dan masyarakat yang hidup di rumah Radakng tersebut diatur atas kebersamaan dalam hukum adat. Hal ini pun secara tidak langsung menunjukan bahwa suku Dayak Kanayatn adalah suku yang menghargai suatu perbedaan, baik itu perbedaan suku, agama, maupun latar belakang sosial.

Rumah Radakng yang masih digunakan sebagai tempat tinggal tentunya memiliki nilai yang baik pula bagi suku Dayak Kanayatn sendiri, yakni dapat memudahkan setiap warga masyarakatnya untuk mengenal satu sama lain secara lebih terbuka dan dekat. Bukan hanya itu saja, melainkan pula adanya kesamaan tempat tinggal seperti itu pun, selain akan menumbuhkan sikap pergaulan yang harmonis, juga untuk mengurangi dan mengatasi kecemburuan sosial yang merugikan kehidupan bersama. Ada seorang tokoh intelektual Dayak, Stephanus Djuweng, ia mengatakan bahwa pada bagian terbuka rumah Radakng merupakan tempat para pemuda Dayak belajar kepada tetua mereka terkait dengan sejarah lisan, tradisi, dan filsafat hidup dengan berbagai kebijaksanaan tradisional dan pengetahuan asli manusia Dayak yang terkandung sejumlah cerita rakyat dan kisah-kisah nenek moyang yang disampaikan kepada generasi berikutnya.

Fungsi Sosial Rumah Radakng

Rumah Radakng Dayak Kanayatn memiliki fungsi utama, yakni sebagai tempat tinggal masyarakat suku Dayak Kanayatn. Dalam rumah ini, masyarakat beraktivitas mengerjakan kegiatan masing-masing, seperti halnya: melakukan kegiatan upacara adat dan juga sekaligus tempat tinggal. Selain itu pula, Radakng merupakan bentuk persekutuan hidup sistem sosial yang merangkum seluruh aktivitas hidup suku Dayak Kanayatn, baik yang bersifat sosial kemasyarakatan maupun yang bersifat keagamaan dan seremonial (upacara) lainnya. Di lain sisi, Radakng juga merupakan sarana sebagai pemersatu dalam memelihara dan membina solidaritas suku serta suatu bentuk model bagi orang Dayak Kanayatn untuk merealisasikan eksistensi mereka.

Selain itu, mengenai fungsi dari Rumah Radakng sendiri, seorang peneliti bernama Sukin mengadakan penelitian tentang Sejarah dan Fungsi Bangunan Rumah Radakng Bagi Masyarakat Dayak Kanayatn, ia menyatakan bahwa rumah Radakng memiliki peranan penting dalam mengembangkan solidaritas sosial suku Dayak Kanayatn; berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan kepribadian seseorang melalui proses sosialisasi dan bagi setiap individu kehidupan dalam rumah Radakng merupakan model kehidupan masyarakat suku Dayak Kanayatn; dan sebagai wadah sosial yang merupakan pusat seni budaya Dayak dan inspirasi yang membentuk kepribadian suku Dayak Kanayatn yang khas sekaligus mewujudkan nilai tinggi kebudayaan mereka. Akan tetapi perlu diingat bahwa sistem sosial dalam masyarakat rumah Radakng dapat dipertahankan sejauh setiap individu yang tinggal di dalamnya menghayati dan memenuhi peran yang diharapkan dari padanya. Oleh karena itu, Radakng tidak disamakan dengan toko atau rumah petak biasa. Penghuni Radakng memiliki ikatan keluarga yang kuat.

Struktur Rumah Radakng Dayak Kanayatn

Pondasi rumah Radakng sendiri tidak sama seperti rumah sekarang yang memakai batu kali, tiang pancang, dan lain sebagainya. Akan tetapi, pondasi dan kolom bergabung satu tiang dan langsung menancap dari tanah sampai ke atas. Selain itu, untuk menyambung kayu dari yang satu dengan yang lain tidak menggunakan paku (baut) seperti zaman sekarang, sebab dulu benda-benda seperti itu sulit untuk ditemukan. Radakng ini merupakan rumah yang menggunakan material langsung dari alam yang tidak sama sekali bercampur dengan zat kimia. Hal ini pun dapat dilihat pada bagian pondasi, yakni menggunakan kayu belian (kayu besi), yang hanya terletak pada bagian tegah rumah saja (inti bangunan), sedangkan pada bagian yang lain menggunakan kayu biasa. Pada bagian kolom, bahan yang digunakan tergantung kemampuan dari penghuni rumah. Apabila ia mampu menggunakan bahan bagus, mereka menggunakan kayu belian (kayu besi) untuk semua kolom, akan tetapi kalau tidak mampu mereka hanya menggunakan kayu biasa. Selain itu, untuk lantai rumah Radakng sendiri, mereka menggunakan papan. Sedangkan pada bagian dinding sama halnya seperti kolom. Begitu pula halnya pada bagian atap, yakni tergantung dari kemampuan penghuninya. Biasanya atap tersebut menggunakan bahan sirap. Selain itu, untuk bagian serambi, mereka menggunakan papan kecil-kecil. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penggunaan bahan untuk bangunan Radakng lebih dominan tergantung dari kemampuan penghuni rumah masing-masing.

Bagian Rumah Radakng Dayak Kanayatn

Bagian-bagian pada bangunan tersebut terdiri dari: tangga naik (tanga’ naik); pante (halaman depan); sami (ruang pertemuan); pane’; talobong (pintu); talongan (jendela); milik (ruang tamu); jabong (kamar tidur); jungkar (ruang makan dan dapur); pahuangan; dan pante jungkar. Setiap bagian bangunan yang ada di rumah Radakng tentunya memiliki nilai estetika tersendiri, dimana juga sekaligus menjadi sebuah identitas atas rumah adat tradisional Dayak Kanayatn tersebut. Maka dari itu, perlulah pula diketahui bahwa estetika adalah sebuah ilmu yang berusaha untuk memahami keindahan. Hal ini pun ingin menyatakan bahwa seseorang dapat memahami nilai estetika rumah Radakng, apabila ia mempelajari berbagai ilmu terlebih dahulu terkait dengan latar belakang berdirinya rumah Radakng tersebut, seperti halnya: pola hidup Dayak Kanayatn, sehingga mereka menciptakan rumah adat yang seperti demikian; simbol-simbol yang terkandung pada rumah Radakng: makna dan fungsi dari rumah Radakng; serta struktur dan bagian-bagian pada bangunan rumah Radakng. Ilmu tersebutlah yang dapat mempengaruhi setiap orang untuk melihat nilai estetika yang terkandung di dalamnya.

Estetika sebagai ilmu pengetahuan tidak secara terus menerus berkaitan dengan keindahan per se (Per se adalah sebuah kalimat yang tidak baku dalam bahasa Latin, yang berarti “dengan sendirinya” atau “dalam dirinya sendiri”), tetapi berkaitan juga dengan permasalahan dalam bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, agama, ideologi, moralitas, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut pun terwujud di dalam rumah Radakng, dimana setiap bidang itu memiliki keterkaitan satu sama lain dalam makna maupun fungsi sosial dari rumah Radakng tersebut. Bukan hanya itu saja, melainkan pada rumah Radakng juga terkandung unsur-unsur rupa, bangunan, warna, ruang dan waktu, dan lain sebagainya di dalam struktur estetika. Menurut Hegel, arsitektur merupakan puncak bentuk-bentuk seni simbolik karena memenuhi realitas dan sangat menekankan nilai-nilai sakralitas (kesucian). Pernyataan itu pun memiliki keterkaitan dengan rumah Radakng, dimana di dalam setiap arsitekturnya mengandung bentuk-bentuk simbolik yang memiliki nilai-nilai hidup orang Dayak Kanayatn. Hal ini pun dapat terlihat dari kedekatan mereka dengan alam dan hidup dalam kebersamaan, sehingga dibuatlah rumah adat tradisional dengan arsitektur seperti demikian.

1. Tanga nai’ (tangga naik)

 Tangga untuk naik ke rumah Radakng memiliki jumlah anak tangga yang disesuaikan pula dengan jumlah pintunya. Sedangkan jumlah tataran tangganya disesuaikan dengan ketinggiang rumah tersebut. Pada tangga naik untuk menuju ke rumah Radakng juga memiliki unsur garis, dimana dapat terlihat dari bentuk tangga yang memiliki garis lurus hingga tersambung pada titik bagian atas rumah Radakng. Selain itu, tangga naik tersebut pun memiliki unsur warna yang alami, dengan kata lain warna yang menggambarka sifat objek secara  nyata, yakni warna hitam keabu-abuan untuk menggambarkan batang pohon, yang menunjukan adanya kedekatan orang Dayak Kanayatn dengan alam.

2. Pante’ (halaman depan)

Bagian halaman depan atau yang disebut dengan Pante’ ini memiliki ukuran panjang 180,6 m dan memiliki lebar 4 m. Hal ini pun menunjukkan bahwa adanya struktur estetika pada unsur ruang dan waktu, dimana merupakan wujud trimatra yang mempunyai panjang, lebar, dan tinggi. Biasanya pada bagian halaman ini digunakan sebagai tempat bermain, tempat kumpul (berinteraksi sosial), dan   menjemur pakaian dan hasil bumi.

3. Sami (ruang pertemuan)

Pada ruang pertemuan (sami) memiliki bentuk yang sama seperti lorong memanjang sepanjang Radakng. Pada bagian Sami terdapat pene’ dan lorong untuk jalan. Hal ini pun sudah jelas bahwa di dalam ruangan ini memiliki unsur ruang dan waktu, sebab mempunyai ukuran panjang.

4. Talobong (pintu)

Untuk ukuran pintu pada bagian sami ini adalah 1,8 m x 80 cm. Sedangkan untuk ukuran pintu pada bagian dalam rumah (bilik) memiliki bentuk yang  tidak sama antara satu rumah dengan rumah yang lainnya. Hal ini pun terkadang disesuaikan atas selera masing-masing pemilik rumah. Apabila kita lihat dari foto tersebut, bukanlah hanya unsur ruang dan waktu yang menjadi struktur estetika di bagian pintu tersebut, melainkan juga unsur garis, unsur bangun, dan adanya paduan harmon (keselarasan) dengan motif Dayak yang berada disebelah kanan dan kiri pintu tersebut.

5. Milik (ruang tamu)

Milik atau bilik ini, sekarang tidak secara khusus lagi menjadi ruang tamu. Akan tetapi, menjadi ruang santai untuk nonton TV dan dijadikan sebagai ruang keluarga. Di ruangan ini juga orang Dayak Kanayatn dapat mendiskusikan kegiatan keluarga dan permasalahan rumah tangga. Ukuran lebar ruangan ini adalah 4 meter dengan panjang disesuaikan dengan ukuran panjang rumah.

Nilai estetis adalah proses memberikan takaran keindahan pada sebuah objek. Immanuel Kant sendiri membagi nilai estetis menjadi dua, yaitu: pertama, nilai murni yang terletak pada garis, bentuk, warna dalam sebuah seni rupa. Kedua, nilai tambahan yang ditambahkan pada bentuk-bentuk manusia, alam, dan lain sebagainya. Kedua nilai estetis yang dibagi oleh Kant tersebut pun dimiliki oleh setiap arsitekstur rumah Radakng Dayak Kanayatn, seperti halnya: pintu; lorong; jendela, kamar tidur, ruang ataupun teras depan; tangga; dan lain sebagainya, setiap bagian arsitektur tersebut memiliki nilai murni masing-masing, yang juga mempunyai keterkaitan satu sama lain. Selain itu, motif-motif dan bahan-bahan yang menjadi arsitektur dari rumah Radakng merupakan wujud dari nilai tambahan yang diungkapkan oleh Immanuel Kant tadi.            

Intinya adalah:

Rumah Radakng merupakan rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak. Rumah Betang sengaja dibangun berbentuk panggung tinggi. Hal ini bertujuan untuk mencegah serangan atau gangguan hewan liar, atau serangan musuh. Selain untuk alasan keamanan, bentuk rumah ini juga dipilih agar penghuni rumah bisa memantau lingkungan sekelilingnya untuk mengantisipasi kedatangan orang asing. Rumah Radakng yang memiliki bentuk panjang tentunya memiliki makna tersendiri, yaitu menyimbolkan adanya sikap kesolidaritasan dalam hidup persaudaraan pada suku Dayak Kanayant yang sudah dihidupi sejak masa nenek moyang hingga sekarang. Hal ini pun dapat dilihat dari fungsi rumah Radakng untuk saat ini, seperti halnya dijadikan sebagai wadah sosial yang merupakan pusat seni budaya Dayak dan inspirasi yang membentuk kepribadian suku Dayak Kanayatn yang khas sekaligus mewujudkan nilai tinggi kebudayaan mereka.

Setiap bagian bangunan yang ada di rumah Radakng tentunya memiliki nilai estetika tersendiri, dimana sekaligus menjadi sebuah identitas atas rumah adat tradisional Dayak Kanayatn. Estetika sebagai ilmu pengetahuan berkaitan juga dengan permasalahan dalam bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, agama, ideologi, moralitas, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut pun terwujud di dalam rumah Radakng. Setiap bidang tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain dalam makna maupun fungsi sosial dari rumah Radakng. Bukan hanya itu saja, melainkan pula pada rumah Radakng terkandung nilai dalam estetika, seperti halnya: unsur garis, unsur bangunan, unsur warna, unsur ruang dan waktu, serta paduan harmoni (keselarasan), yang merupakan bagian dari struktur dan prinsip estetika. Hal ini pun dapat dilihat dari struktur dan bagian-bagian pada rumah tradisional Dayak Kanayatn, yaitu rumah Radankg. 

Referensi:

Agung, Lingga Pengantar Sejarah dan Konsep Estetika. Yogyakarta: PT Kanisius, 2017.

Andasputra, Nico – Julipin, Vincentius (ed.). Mencermati Dayak Kanayatn. Pontianak: Institute of Dayakology Research and Development, 1997.

Dillistone, F. W.  Daya Kekuatan Simbol (Judul asli: The Power of Symbols). Diterjemahkan oleh A. Widyamartaya. Yogyakarta: Kanisius, 2002.

Dinata, Arda et al. Rumah Sehat Jubata Radakng Etnik Dayak Kanayatn-Kabupaten Landak. Jakarta: Balitbangkes, 2014.

Fahmi, Rijal et al. Kalimantan Tengah Pocket Guide Book For Tour Guides, Lamandau. Kotawaringin Barat: Direktorat Dinas Pariwisata Kabupaten Lamandau, 2018.

Suta Purwana, H. Bambang. Identitas dan Aktualisasi Budaya Dayak Kanayatn di Kabupaten Landak Kalimantan Barat. Jakarta: Direktorat Jenderal Nilai Budaya, 2007.

Wikipedia. https://id.wikipedia.org/wiki/Halaman_Utama.


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun