Selain itu, mengenai fungsi dari Rumah Radakng sendiri, seorang peneliti bernama Sukin mengadakan penelitian tentang Sejarah dan Fungsi Bangunan Rumah Radakng Bagi Masyarakat Dayak Kanayatn, ia menyatakan bahwa rumah Radakng memiliki peranan penting dalam mengembangkan solidaritas sosial suku Dayak Kanayatn; berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan kepribadian seseorang melalui proses sosialisasi dan bagi setiap individu kehidupan dalam rumah Radakng merupakan model kehidupan masyarakat suku Dayak Kanayatn; dan sebagai wadah sosial yang merupakan pusat seni budaya Dayak dan inspirasi yang membentuk kepribadian suku Dayak Kanayatn yang khas sekaligus mewujudkan nilai tinggi kebudayaan mereka. Akan tetapi perlu diingat bahwa sistem sosial dalam masyarakat rumah Radakng dapat dipertahankan sejauh setiap individu yang tinggal di dalamnya menghayati dan memenuhi peran yang diharapkan dari padanya. Oleh karena itu, Radakng tidak disamakan dengan toko atau rumah petak biasa. Penghuni Radakng memiliki ikatan keluarga yang kuat.
Struktur Rumah Radakng Dayak Kanayatn
Pondasi rumah Radakng sendiri tidak sama seperti rumah sekarang yang memakai batu kali, tiang pancang, dan lain sebagainya. Akan tetapi, pondasi dan kolom bergabung satu tiang dan langsung menancap dari tanah sampai ke atas. Selain itu, untuk menyambung kayu dari yang satu dengan yang lain tidak menggunakan paku (baut) seperti zaman sekarang, sebab dulu benda-benda seperti itu sulit untuk ditemukan. Radakng ini merupakan rumah yang menggunakan material langsung dari alam yang tidak sama sekali bercampur dengan zat kimia. Hal ini pun dapat dilihat pada bagian pondasi, yakni menggunakan kayu belian (kayu besi), yang hanya terletak pada bagian tegah rumah saja (inti bangunan), sedangkan pada bagian yang lain menggunakan kayu biasa. Pada bagian kolom, bahan yang digunakan tergantung kemampuan dari penghuni rumah. Apabila ia mampu menggunakan bahan bagus, mereka menggunakan kayu belian (kayu besi) untuk semua kolom, akan tetapi kalau tidak mampu mereka hanya menggunakan kayu biasa. Selain itu, untuk lantai rumah Radakng sendiri, mereka menggunakan papan. Sedangkan pada bagian dinding sama halnya seperti kolom. Begitu pula halnya pada bagian atap, yakni tergantung dari kemampuan penghuninya. Biasanya atap tersebut menggunakan bahan sirap. Selain itu, untuk bagian serambi, mereka menggunakan papan kecil-kecil. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penggunaan bahan untuk bangunan Radakng lebih dominan tergantung dari kemampuan penghuni rumah masing-masing.
Bagian Rumah Radakng Dayak Kanayatn
Bagian-bagian pada bangunan tersebut terdiri dari: tangga naik (tanga’ naik); pante (halaman depan); sami (ruang pertemuan); pane’; talobong (pintu); talongan (jendela); milik (ruang tamu); jabong (kamar tidur); jungkar (ruang makan dan dapur); pahuangan; dan pante jungkar. Setiap bagian bangunan yang ada di rumah Radakng tentunya memiliki nilai estetika tersendiri, dimana juga sekaligus menjadi sebuah identitas atas rumah adat tradisional Dayak Kanayatn tersebut. Maka dari itu, perlulah pula diketahui bahwa estetika adalah sebuah ilmu yang berusaha untuk memahami keindahan. Hal ini pun ingin menyatakan bahwa seseorang dapat memahami nilai estetika rumah Radakng, apabila ia mempelajari berbagai ilmu terlebih dahulu terkait dengan latar belakang berdirinya rumah Radakng tersebut, seperti halnya: pola hidup Dayak Kanayatn, sehingga mereka menciptakan rumah adat yang seperti demikian; simbol-simbol yang terkandung pada rumah Radakng: makna dan fungsi dari rumah Radakng; serta struktur dan bagian-bagian pada bangunan rumah Radakng. Ilmu tersebutlah yang dapat mempengaruhi setiap orang untuk melihat nilai estetika yang terkandung di dalamnya.
Estetika sebagai ilmu pengetahuan tidak secara terus menerus berkaitan dengan keindahan per se (Per se adalah sebuah kalimat yang tidak baku dalam bahasa Latin, yang berarti “dengan sendirinya” atau “dalam dirinya sendiri”), tetapi berkaitan juga dengan permasalahan dalam bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, agama, ideologi, moralitas, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut pun terwujud di dalam rumah Radakng, dimana setiap bidang itu memiliki keterkaitan satu sama lain dalam makna maupun fungsi sosial dari rumah Radakng tersebut. Bukan hanya itu saja, melainkan pada rumah Radakng juga terkandung unsur-unsur rupa, bangunan, warna, ruang dan waktu, dan lain sebagainya di dalam struktur estetika. Menurut Hegel, arsitektur merupakan puncak bentuk-bentuk seni simbolik karena memenuhi realitas dan sangat menekankan nilai-nilai sakralitas (kesucian). Pernyataan itu pun memiliki keterkaitan dengan rumah Radakng, dimana di dalam setiap arsitekturnya mengandung bentuk-bentuk simbolik yang memiliki nilai-nilai hidup orang Dayak Kanayatn. Hal ini pun dapat terlihat dari kedekatan mereka dengan alam dan hidup dalam kebersamaan, sehingga dibuatlah rumah adat tradisional dengan arsitektur seperti demikian.
1. Tanga nai’ (tangga naik)
Tangga untuk naik ke rumah Radakng memiliki jumlah anak tangga yang disesuaikan pula dengan jumlah pintunya. Sedangkan jumlah tataran tangganya disesuaikan dengan ketinggiang rumah tersebut. Pada tangga naik untuk menuju ke rumah Radakng juga memiliki unsur garis, dimana dapat terlihat dari bentuk tangga yang memiliki garis lurus hingga tersambung pada titik bagian atas rumah Radakng. Selain itu, tangga naik tersebut pun memiliki unsur warna yang alami, dengan kata lain warna yang menggambarka sifat objek secara nyata, yakni warna hitam keabu-abuan untuk menggambarkan batang pohon, yang menunjukan adanya kedekatan orang Dayak Kanayatn dengan alam.
2. Pante’ (halaman depan)
Bagian halaman depan atau yang disebut dengan Pante’ ini memiliki ukuran panjang 180,6 m dan memiliki lebar 4 m. Hal ini pun menunjukkan bahwa adanya struktur estetika pada unsur ruang dan waktu, dimana merupakan wujud trimatra yang mempunyai panjang, lebar, dan tinggi. Biasanya pada bagian halaman ini digunakan sebagai tempat bermain, tempat kumpul (berinteraksi sosial), dan menjemur pakaian dan hasil bumi.
3. Sami (ruang pertemuan)
Pada ruang pertemuan (sami) memiliki bentuk yang sama seperti lorong memanjang sepanjang Radakng. Pada bagian Sami terdapat pene’ dan lorong untuk jalan. Hal ini pun sudah jelas bahwa di dalam ruangan ini memiliki unsur ruang dan waktu, sebab mempunyai ukuran panjang.
4. Talobong (pintu)
Untuk ukuran pintu pada bagian sami ini adalah 1,8 m x 80 cm. Sedangkan untuk ukuran pintu pada bagian dalam rumah (bilik) memiliki bentuk yang tidak sama antara satu rumah dengan rumah yang lainnya. Hal ini pun terkadang disesuaikan atas selera masing-masing pemilik rumah. Apabila kita lihat dari foto tersebut, bukanlah hanya unsur ruang dan waktu yang menjadi struktur estetika di bagian pintu tersebut, melainkan juga unsur garis, unsur bangun, dan adanya paduan harmon (keselarasan) dengan motif Dayak yang berada disebelah kanan dan kiri pintu tersebut.
5. Milik (ruang tamu)
Milik atau bilik ini, sekarang tidak secara khusus lagi menjadi ruang tamu. Akan tetapi, menjadi ruang santai untuk nonton TV dan dijadikan sebagai ruang keluarga. Di ruangan ini juga orang Dayak Kanayatn dapat mendiskusikan kegiatan keluarga dan permasalahan rumah tangga. Ukuran lebar ruangan ini adalah 4 meter dengan panjang disesuaikan dengan ukuran panjang rumah.
Nilai estetis adalah proses memberikan takaran keindahan pada sebuah objek. Immanuel Kant sendiri membagi nilai estetis menjadi dua, yaitu: pertama, nilai murni yang terletak pada garis, bentuk, warna dalam sebuah seni rupa. Kedua, nilai tambahan yang ditambahkan pada bentuk-bentuk manusia, alam, dan lain sebagainya. Kedua nilai estetis yang dibagi oleh Kant tersebut pun dimiliki oleh setiap arsitekstur rumah Radakng Dayak Kanayatn, seperti halnya: pintu; lorong; jendela, kamar tidur, ruang ataupun teras depan; tangga; dan lain sebagainya, setiap bagian arsitektur tersebut memiliki nilai murni masing-masing, yang juga mempunyai keterkaitan satu sama lain. Selain itu, motif-motif dan bahan-bahan yang menjadi arsitektur dari rumah Radakng merupakan wujud dari nilai tambahan yang diungkapkan oleh Immanuel Kant tadi.
Intinya adalah: