Mohon tunggu...
Kristin Arvali
Kristin Arvali Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Hobi : Dance, Membaca Buku

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Perubahan Kepercayaan dari Masa Pra-Aksara hingga Sekarang

15 November 2022   16:20 Diperbarui: 15 November 2022   16:33 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepercayaan merupakan keyakinan pada seseorang atau suatu hal untuk menduduki tingkat lebih tinggi karena diakui dia memiliki kemampuan dan kejujuran untuk memikul dan menjalankan tugasnya sehingga dapat memenuhi harapan. Kepercayaan sangat sentral dalam kehidupan ini. Bahkan sudah menjadi panduan dalam menjalankan hidup kita (Syamruddin, 2016). Oleh sebab itu, setiap individu berhak memilih dan menjalankan kepercayaan mereka itu. Indonesia sendiri juga sangat menjunjung tinggi dan menghargai sistem kepercayaan ini. Hal ini dapat dilihat dari Pancasila sebagai dasar negara, dimana nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dipilih menjadi sila paling pertama. Pada saat ini, di Indonesia, terdapat 6 agama yang diresmikan. Adapun mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam (86,87%). Selain itu, terdapat agama Kristen (7,49%), Katolik (3,09%), Hindu (1,71%), Buddha (0,75%), dan Konghucu (0,03%) (Viva, 2021).  

Untuk sampai kepada titik ini, kepercayaan pastinya terus berkembang dari masa ke masa. Bahkan, jika kita melihat kembali dari awal, kehidupan manusia pasti terus berkembang dan mengalami kemajuan di setiap masanya. Begitu juga dengan kepercayaan, semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Terdapat 4 tahap perkembangan kehidupan manusia pada masa pra-aksara, yaitu paleolithikum, mesolithikum, neolithikum, megalithikum, dan perungu.

Pertama, paleolithikum. Pada saat ini, sistem kepercayaan yang dianut masih belum ada. Hal ini dikarenakan manusia saat itu masih terlalu sibuk berburu dan mengumpulkan makanan dari alam di sekitarnya. Jadi, wajar saja jika kepercayaan tidak menjadi suatu prioritas bagi mereka, karena situasi pada saat itu memang menekan mereka untuk bertahan hidup (Windriati, 2021).

Kedua, mesolithikum. Pada masa ini, kehidupan manusia sudah jauh lebih berkembang dari sebelumnya. Adanya kepercayaan membuktikan perkembangannya. Sistem kepercayaan yang ada pada masa itu terbagi menjadi 2, yakni animisme dan dinamisme. 

Animisme merupakan suatu kepercayaan yang mempercayai bahwa setiap benda memiliki roh atau kekuatan magis di dalamnya. Oleh karena itu, banyak manusia purba pada masa mesolithikum menyembah atau melakukan ritual terhadap benda-benda. Mereka percaya bahwa arwah para leluhur memiliki tatanan sosial seperti manusia hidup, dengan kedudukan yang berbeda-beda mulai dari paling rendah hingga paling tinggi. 

Sedangkan, dinamisme merupakan suatu kepercayaan yang mempercayai bahwa pada benda tertentu memiliki kekuatan gaib. Mereka percaya bahwa nenek moyang mereka memiliki kekuatan magis. Tak hanya itu, mereka juga percaya bahwa nenek moyang mereka tidak pernah pergi, melainkan tetap berada di sekitar mereka. Contoh benda yang biasa dijadikan kepercayaan dinamisme adalah batu besar, jimat, dan pohon.

Salah satu bukti kepercayaan pada masa mesolithikum adalah ditemukannya lukisan pada dinding gua yang ditempati manusia purba dulu. Lukisan itu berfungsi sebagai tanda penghormatan kepada arwah leluhur. Lukisan tersebut juga menjadi bukti bahwa adanya kepercayaan pada masa mesolithikum (Tanjung Pinang Pos, 2020). Namun, kepercayaan pada saat itu belum diatur dalam suatu peraturan atau UU.

Ketiga, neolithikum. Sistem kepercayaan di masa ini tidak jauh berbeda dengan masa mesolithikum, masih dengan animisme dan dinamisme. Mereka juga sudah lebih berkembang dari masa sebelumnya, dengan memahami cara bercocok tanam, bertani, bahkan berternak. Hanya saja, kepercayaan sudah ditandai dengan ilmu dan cara penguburan mayat, sebagai tanda pemujaan arwah nenek moyang. Terdapat 2 macam penguburan pada saat itu, yaitu penguburan secara langsung dan tidak langsung. 

 Penguburan secara langsung adalah saat mayat dikubur secara langsung di dalam tanah atau diletakkan di dalam sebuah peti atau wadah secara membujur atau terlipat dan meringkuk, kemudian diikuti dengan upacara. Mayat biasanya dibaringkan dengan mengarah ke arwah para leluhur, misalnya di puncak gunung. Penguburan seperti ini ditemukan di pulau Jawa, di daerah Anyer (Jawa Barat) dan Plawangan (Jawa Tengah).

Sedangkan, penguburan secara tidak langsung adalah saat mengubur mayat secara langsung di tanah, tanpa suatu upacara. Setelah diperkirakan mayatnya sudah berubah menjadi kerangka, kerangka akan diambil kembali dan diberikan hematit di bagian persendian. Kemudian diletakkan di dalam tempayan atau sarkofagus. Penguburan seperti ini ditemukan di daerah Melolo (Sumba), Gilimanuk (Bali), Lesung Batu (Sumatera Selatan), dan Lomblen Flores (NTT) (Sarana Ilmu, 2021).

Keempat, megalithikum. Mereka mulai menyembah nenek moyangnya. Mereka yakin kalau roh nenek moyang mereka tinggal di suatu tempat tertentu atau terletak di ketinggian seperti puncak gunung, dan lainnya. Mereka percaya bahwa suatu hari nenek moyangnya itu akan turun ke tempat mereka, oleh karena itu, mereka mendirikan bangunan megalitik yang terbuat dari batu inti utuh yang kemudian dipahat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun