Mohon tunggu...
Kristianus Ato
Kristianus Ato Mohon Tunggu... Administrasi - Pendiam

mencoba yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rumus Logika Kelahiran si Boy

24 Oktober 2019   17:14 Diperbarui: 24 Oktober 2019   17:36 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika jarak kota A ke kota B adalah sejauh 63km dapat di tempuh dalam waktu 3 jam lebih 10 menit menggunakan mobil. Maka berapakah km/jam kecepatan mobil tersebut?

Ny. Jeremy langsung bad mood ketika baca soal PR anaknya malam ini." Sudah tanya sana saja ke bapak kau. Mama lagi repot!!" Kata Ny. Jeremy kemudian cepat-cepat berlalu ke beranda barak meninggalkan anaknya yang sedang kesulitan mengerjakan soal pelajaran  matematika tersebut. Ia tak mau mengenang kembali masa itu.

Maklumlah sebab dari zaman sekolahnya dulu, Ny. Jeremy paling sebal dapat soal bermain logika seperti itu. Walaupun sudah di jelaskan berulang - ulang dengan gaya bahasa yang sesederhana mungkin tetap saja Ia tak mengerti. Sampai pernah guru matematikanya mencubit lengannya hingga bernanah saking gemesnya menjelaskan. Untung saja waktu itu guru boleh bebas menghukum murid. Jadi Ny. Jeremy tidak sempat viral. Coba zaman sekarang pasti sudah heboh di seantero negeri, seorang guru menganiaya muridnya hingga terluka lebam.

Di beranda barak, Ny. Jeremy di kagetkan dengan kehadiran Elvys--saudari sepupunya dengan perut sudah membesar. Pertanda sebentar lagi akan melahirkan. Seketika itu juga jidat Ny. Jeremy berkerut-kerut penuh tanya. Siapakah ayah dari jabang bayi ini?? Kapan hamilnya?? Padahal kan baru 6 bulan yang lalu sepupunya ini datang dari kampung menyusulnya merantau ya?? Juga ketika sepupunya ini di antar ke kota untuk bekerja sebagai penjaga toko tidak kelihatan kalau dia sedang hamil ya??

Bak bintang film. Kehadiran Elvys sore itu mengundang perhatian semua penghuni barak kelapa sawit--kebetulan di kompleks barak tersebut mereka berasal dari satu daratan yang sama. Mereka pada berkumpul untuk mencari tahu kehamilan si Elvys. Padahal biasanya sore seperti ini para buruh sawit melepas lelah dengan rebahan di depan barak masing - masing.

Dari hasil interogasi di ketahui bahwa Elvys sudah hamil 3 bulan dengan mantan lelaki nya dulu. Lalu untuk menutupi aib Ia memutuskan untuk menyusul merantau kesini. Mendengar lelaki yang di ceritakan Elvys, Ny. Jeremy menaruh tangannya di kepala. Ia lemas. Seperti mau pingsan saja. Sebab kelakuan sepupunya ini tak jauh berbeda dengan pelacur.

Ceritanya dulu Elvys putus sekolah dari bangku kelas 2 SMP gegara lelaki ini yang menghamilinya. Namun kemudian gagal di nikahi karena pemuda tersebut ternyata sudah punya tunangan lain saat itu. Sehingga terpaksa pemuda itu hanya di kenakan sanksi adat saja.

Setelah melahirkan anak itu di tinggal dan di asuh sama orang tuanya. Bertepatan saat itu usianya menginjak 17 tahun. Sudah bisa punya KTP untuk merantau keluar. Elvys memutuskan untuk menjadi PRT (Pembantu Rumah Tangga) di surabaya. Setahun kemudian Ia berkenalan dengan seorang pemuda bernama Kanis. Berpacaran beberapa bulan kemudian memutuskan untuk menikah. Pemuda ini tidak mempermasalahkan status Elvys sebagai janda beranak satu.

Dari hasil pernikahannya dengan Kanis di karuniai 3 orang anak - Kenvis, Devalna & Debora. Namun karena pendapatan suami yang tidak begitu cukup sementara harus menghidupi 3 orang anak sekaligus akhirnya Elvys mengutarakan niatnya untuk menjadi TKW ke Brunei. 

Awalnya niat nya ini di larang suaminya namun Elvys tetap bersikeras mau pergi. Lambat laun Kanis merelakannya pergi dengan catatan anak - anak di antar ke kampung halaman dulu sebab Ia tidak mau repot. Dan hanya 2 tahun saja sesuai kontrak kerja dengan agen yang memberangkatkannya jadi TKW.

Singkat cerita sepulangnya dari Brunei, Elvys tidak bisa menemui suaminya lagi sebab suaminya itu sudah hidup bersama dengan perempuan lain. Dan juga sudah memiliki anak pula. Elvys berbesar hati menerima kenyataan pahit tersebut dan memilih untuk tidak mau mengganggu kehidupan baru suaminya. Ia langsung pulang ke kampung untuk hidup bersama ke empat anaknya. Ternyata diam-diam di sana Ia malah menjalin hubungan lagi dengan lelaki yang telah merusak masa depannya dulu. Merenggut keperawanannya di saat yang belum tepat.

"Lalu bagaimana ini? Kau tidak bisa melahirkan di kota ini sebab biaya persalinan pasti besar. Apalagi di perkebunan sawit seperti ini" tanya Ny. Jeremy dengan nada emosi.

Elvys tidak menjawab. Hanya menunduk saja di sertai isak tangis. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Sementara si bayi sudah mulai bergejolak ingin cepat keluar dari rahim ibunya.

Ny. Jeremy pun iba melihat sepupunya menangis di hadapan banyak orang. Ia menatap wajah suaminya dan mengernyitkan sedikit bibir dan kelopak matanya. Memberi isyarat agar suaminya itu membuntutinya masuk ke dalam barak. Beberapa menit kemudian pasangan suami istri ini keluar kembali.

"Baiklah Elvys. Saya dan suami telah berkoordinasi dengan keluarga besar di kampung. Mereka cukup terkejut dengan kejadian ini dan meminta agar sebaiknya dirimu tidak usah di kasihani. Karena kelakuanmu sungguh keterlaluan dan memalukan." Kata Ny. Jeremy penuh sinis.

Kemudian lanjutnya. "Tapi mau bagaimana lagi. Kami terpaksa harus membantu proses kelahiranmu. Dengan catatan,....." Ny. Jeremy menghela napas panjang. Pantat di angkat sedikit agar duduknya pas di tengah kursi. Ia seolah meniru guru matematikanya ketika menjelaskan rumus jitu logika soal jarak dan kecepatan. Namun kali ini tentang kelahiran si Boy.

"Anakmu akan ikut keluargaku. Jika suatu saat kamu ingin mengambil anakmu berarti kamu harus mengembalikan semua biaya yang telah aku keluarkan." Katanya mantap seraya menatap suaminya meminta dukungan.

Elvys mengangguk tanda setuju. Ia tak mampu menatap saudara sepupunya itu. Selain malu Ia juga merasa bersalah telah merepotkannya.

"Apa kamu mengerti Elvys??" Ny. Jeremy berusaha meyakinkan lagi  sepupunya.

"Iyaaaaaaaaa........aaaaaa...."
teriak Elvys sekencang-kencangnya. Seketika itu juga cairan air ketuban mulai mengalir membasahi selangkangannya.

Melihat keadaan itu, Ny. Jeremy beserta penghuni barak lain yang sedari tadi ikut interogasi segera berbondong-bondong membawa Elvys ke klinik milik perkebunan kelapa sawit.

4 bulan kemudian....

Elvys merasa tidak enak nimbrung terus di barak sepupunya yang tak seberapa luas. Ia pun kemudian mengutarakan niatnya untuk kembali bekerja sebagai penjaga toko. Kebetulan sekali majikannya itu masih tetap mau menerimanya bekerja.

"Boleh saja kalau mau kerja lagi. Tapi Boy kan baru 4 bulan. Nanti siapa yang rawat??" Tanya tuan Jeremy

"Sssssssstttttt.... biar nanti saya yang urus saja." Balas Ny. Jeremy sambil menempelkan jari di kedua bibirnya.

Sepeninggalan Elvys ke kota, malah semakin membebani aktifitas Ny. Jeremy. Maklumlah. Ny. Jeremy orangnya super aktif. Ia tak mau mengharapkan gaji dari suaminya yang hanya buruh pemetik sawit. Ia memanfaatkan lahan kecil di depan beranda baraknya dengan membuka kios kecil - - menjual bahan sembako dan makanan kecil lainnya. Ia juga menerima jasa tambal ban. Semua ia kerjakan sendiri. Makanya kulit wajahnya tak semulus ibu - ibu kompleks. Tapi hitam legam seperti suaminya.

Nah kehadiran si Boy ini praktis menghambat semua aktivitasnya. Semua urusan jadi semrawut. Belum lagi mengurus Arthur - anak lelakinya yang baru berumur 5 tahun. Akibatnya hampir 2 minggu ini setiap malam badannya panas dan menggigil karena kecapekan.

Bersama suaminya, mereka ambil keputusan untuk mengantar pulang si Boy ke kampung halaman untuk di rawat atau di besarkan di kampung saja. Rencana ini tidak di beritahukan kepada Elvys karena si Boy sudah pasti anak mereka. Bagaimana tidak, bila Elvys mau mengambil anaknya harus membayar lunas. Total pengeluaran selama ini sebesar 105 juta rupiah. Elvys pasti tidak mampu menebusnya.

Tiba di bandara Ny. Jeremy menggendong Boy sambil menenteng sebuah tas berwarna coklat berisi botol dot dan susu bayi. Sementara suaminya menggendong Arthur dan menarik sebuah koper besar. Mereka cepat-cepat menuju pintu utama. Namun tiba-tiba tangan Elvys menarik sarung gendongan. Hampir saja Ny. Jeremy terjatuh.

"Mau di bawa kabur kemana anakku. Aku yang mengandungnya. Aku yang merasakan sakit ketika melahirkan. Kenapa kalian begitu tega mengambil paksa dariku??? Memisahkannya dariku tanpa izin." Bentak Elvys dengan suara meninggi. Sontak membuat kaget petugas bandara.

"Oh... jadi kau mau ambil anakmu? Mana perjanjiannya? Kembalikan uang-uangku. 105 juta sekarang juga."
Kata Ny. Jeremy sambil menatap tajam penuh sinis ke wajah sepupunya.

Tak lama kemudian petugas bandara mengamankan mereka ke ruang pemeriksaan. Mereka di interogasi secara terpiasah. Naasnya Ny. Jeremy dan suaminya tetap di tahan untuk proses lebih lanjut di kantor kepolisian. Sebab dari hasil interogasi tidak di temukan bukti kuat kalau si Boy di jaminkan atas biaya persalinan. 

Tidak ada perjanjian tertulis juga. Malah kedua suami istri ini bakal di kenakan pasal penculikan anak. Sementara itu Elvys di bebaskan bersama Boy anak lelakinya. Iya tersenyium puas ketika hendak melewati Ny. Jeremy dan suaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun