Mohon tunggu...
Kristianus Ato
Kristianus Ato Mohon Tunggu... Administrasi - Pendiam

mencoba yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Beriak

11 Juni 2018   08:47 Diperbarui: 11 Juni 2018   16:53 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenci apapun terhadap orang tua pasti ada rasa rindu ingin bersua. Sesalah apapun orang tua pasti ada hati yang tulus untuk memaafkan.

Terhitung 13 tahun sudah lamanya, kamu pergi meninggalkan rumah dan terlebih kedua orang tuamu. Hanya karena kamu tidak tahan menyaksikan drama pertengkaran mereka saban hari. Ayahmu tidak bisa menurunkan ego nya untuk mengalah atau Ibumu tidak sedikit bersabar menerima keadaan.

Pagi itu, sebelum sang raja siang memamerkan pesonanya di balik bukit belakang rumahmu, diam - diam kamu menggendong adikmu yang masih berumur 2 tahun pergi meninggalkan rumah. Seolah ada keterikatan batin, adikmu hanya diam membisu dalam gendonganmu ketika melompat pagar rumah. Lalu mengintip sebentar ke halaman rumah untuk memastikan jejak pelarian kalian aman.

Kamu berjalan tanpa tujuan pasti. Dalam benakmu timbul banyak pertanyaan. Kenapa dulu Ayah berjanji kepada Ibu untuk membelikan rumah saat hendak melangsungkan perkawinan? Sementara penghasilannya sebagai dosen tidaklah begitu besar. Kenapa tidak berterus terang saja pada Ibu? Dasar lelaki buaya darat.

Sementara Ibu sudah belasan tahun menikah masih saja menuntut janji palsu Ayah. Sebelum kamu lahir kenapa tidak meminta paksa janji gombal Ayah? Kini kamu sudah berumur 18 tahun baru perdebatan hebat itu terjadi. Kenapa tidak di lupakan saja dan menerima keadaan walau mungkin untuk selamanya tinggal di kontrakan. Sebagai gadis yang sudah beranjak dewasa merasa malu dan risih menyaksikan drama ini.

Hingga di sebuah perempatan jalan, kamu mencegat sebuah bus yang melaju ke arah Surabaya. Di dalam bus, Fathan kecil menatapmu ingin bertanya. Namun secepat mungkin jari telunjukmu menempel di kedua bibir mungilnya, memberi isyarat untuk diam. Kemudian kamu berbisik ke telinganya; " Dek, kita pergi dulu dari rumah. Biar Ayah - Ibu tidak bertengkar terus. Kalau Ayah - Ibu sudah damai, tidak bertengkar lagi, kakak janji akan antar pulang adek. Jangan rewel sama kakak ya!" Fathan kecil hanya mengangguk saja pertanda mengerti.

Bus melaju cepat, membawa hanyut lamunan kakak beradik ini hingga tujuan terakhir terminal Bungurasih. Beriringan kalian mengikuti penumpang lain turun. Seorang lelaki paruh baya mengaku bernama Jhon menyodorkan  tangannya kearahmu ingin berkenalan.

" Iya om Jhon.. saya Melisa. Ini adik saya  Fathan."

"Iya saya sudah tahu. Saya sudah dengar percakapan singkat kalian tadi dalam bus. Kan saya duduk di sebelahmu tadi. Kalian berdua melarikan diri ya?"

"Iya om." kata Melisa tersipu malu

"Ini kartu nama saya. Telp saya bila butuh bantuan. Mungkin tempat tinggal atau pekerjaan, saya siap membantu." Ujarnya kemudian berlalu.

Kamu menoleh kanan kiri. Bingung mau melangkah kemana sebab tak ada tujuan pasti. Yang ada dalam pikiranmu saat ini adalah menghindar dari kerumunan para pengais rezeki, dengan berbagai macam ekspresi tubuh menawarkan jasa ingin menghantarmu ke tempat tujuan. Seolah memberi ide - ponten, Fathan kecil merengek ingin pipis.

***

Jhon tersenyium puas sambil berbaring  menyaksikan headline news di dalam kamar kos barunya. Raut wajahnya semringah. Tak ada penyesalan sedikitpun walau dalam tayangan tersebut terlihat beberapa polisi dan warga setempat berusaha mengeluarkan mayat seorang wanita berumur 55 tahun dari dalam kamar mandi.

Wanita tersebut di duga tewas karena kehabisan oksigen. Korban di sekap dalam kamar mandi yang tak berventilasi selama 8 jam. Saat di temukan wanita tua yang bernama lengkap J. Christine, kelahiran Ciamis 19 Nopember 1963 tersebut sedang terikat kedua kaki dan tangannya serta mulutnya berlakban. Dari keterangan polisi mengungkapkan bahwa motif dari penganiyaan ini karena sakit hati dan di lakukan oleh orang terdekat korban. Hingga saat ini polisi masih mengumpulkan barang bukti dan keterangan saksi untuk memburu pelaku.

Jhon tega melakukan penyergapan terhadap wanita tua penjaga kos tersebut  karena kesal. Ia kerap kali di tegur atau di omeli korban. Yang lebih membuat Jhon naik pitam lalu merencanakan penganiayaan tersebut ketika suatu malam teman dekat pelaku bertandang ke kamarnya.

Mengetahui ada tamu datang di atas jam 21.00, Bu Christine lalu mendatangi dan menegur Jhon di kamarnya di lantai 2. Alasannya bahwa di Surabaya sedang genting. Banyak teror bom akhir - akhir ini. Sehingga aturan kampung tidak membolehkan penerimaan tamu pada malam hari.

Karena sakit hati keesokan harinya Jhon memilih cari indekos baru. Kemudian merencanakan niat jahat. Ingin memberi pelajaran buat si Ibu tua itu. Namun sayangnya malah mengakibatkan nyawa Ibu Christine melayang. Kini Ia menjadi buronan polisi.

Sementara itu, Melisa dan Fathan menangis tersedu - sedu ketika mengetahui bahwa korban penganiayaan tersebut adalah ibu kandung mereka. Tak di sangka Ibu mereka meninggal secara tak wajar. Sebab semenjak minggat mereka tak pernah mengetahui kabar keberadaan orang tua mereka. Informasi yang di dapat, beberapa hari setelah pertengkaran hebat malam itu, Ibu Christine pun melarikan diri meninggalkan suaminya dan bekerja sebagai penjaga kos mewah di bilangan sebuah kawasan elite di Surabaya Barat.

***

Suprayogi masih belum menyadari bahwa orang yang sedang bersama dia saat ini, menepi dari keramaian, menikmati moment terbaik, bersenda gurau bersama sambil menikmati buah matoa adalah pembunuh istrinya. Yang Ia tahu pelanggan pijat setianya ini orangnya baik, ramah dan loyal. Tidak seperti pelanggan lain yang hanya sekedar memanfaatkan tenaganya saja. Namun Jhon menjalin hubungan lebih dalam dari sekedar pijat pelepas lelah.

Yahh... semenjak gagal total menjaga keutuhan dan keharmonisan rumah tangganya, pak Yogi menjadi stres. Hal ini juga berpengaruh pada karirnya sebagai dosen. Ia sering absen mengajar sehingga pihak kampus memberhentikannya. Beliau kemudian pindah kota dan beralih profesi sebagai terapis. Walau pendapatannya tidak seberapa yang penting Ia bisa bertahan di sisa waktu umurnya.

Pak Yogi sudah sangat tahu kepribadian Jhon. Seperti saat ini bukan tidak mungkin Jhon mengajak jalan begitu saja. Pasti ada sesuatu di sore hari ini yang mengusik pikirannya. Hanya menunggu moment yang tepat untuk mendengarkan kisah apa yang sedang di alami Jhon.

"Aku kok akhir - akhir ini mangkel dan kesel banget ama rekan kerjaku. Namanya Melisa. Sudah aku tolong tapi ngk tahu berterima kasih. Dulu aku yang ngasih dia tumpangan dan segala macam. Termasuk mencari kan dia pekerjaan. Coba karena bukan kecantikan dan tubuh seksinya mungkin waktu itu ngk ku tolong. Awal masuk itu anaknya pendiam dan sopan banget. Tutur kata, mimik dan gaya bicaranya anggun. Eee... tak di sangka Ia kenal baik sama anak direktur. Mereka teman satu sekolah dulu. Makanya karirnya cepat naik di angkat jadi General Manager. Tapi kok  beberapa bulan terakhir ini tingkahnya menyebalkan. Mulutnya kayak pantat ayam. Ngk bisa diam. Ngomel melulu. Nada bicaranya juga kasar dan suka membentak dengan tatapan mata tajam. Tapi kalau di sentak balik seketika raut mukanya memerah. Ngakunya pemikir tapi tak membuahkan hasil. Beberapa keputusannya melenceng jauh dari harapan. Malah merugikan dan merepotkan orang lain.

Kemarin pas ada meeting rutin bulanan aku telat terus ku putuskan untuk tidak ikut meeting. Eee.. setelah itu aku di panggil dan di kasih sanksi Surat Teguran (ST). Aku kaget dan kecewa dengan keputusan tersebut. Sempat protes tapi keputusan itu katanya telah di laporkan dan di setujui direksi. Ya sudahlah."

Pak Yogi hanya diam dan sesekali raut wajahnya menunjukan kekesalannya pada sosok yang di sebutkan dalam curhatan hati Jhon. Namun tidak bisa berbuat banyak. Hanya berusaha membesarkan hati Jhon agar lebih bersabar saja.

Tak terasa malam semakin larut. Tiba - tiba timbul niat jahat dalam pikiran Jhon. Ia ingin memberi pelajaran kepada Melisa. Ia mengajak pak Yogi mendatangi kontrakan Melisa. Mereka berencana menyusup masuk lalu memperkosa Melisa. Pak Yogi menurut saja. Apalagi membayangkan cerita Jhon bahwa tubuh melisa cantik, putih mulus dan seksi.

***

Melisa kaget ketika membuka pintu dan mendapati dua orang pria bertubuh tinggi besar dan kekar serta bertopeng berdiri di hadapannya. Secepat kilat seorang membungkam mulutnya lalu menggotongnya ke kamar. Samar terlihat pak Yogi mengenali perempuan itu adalah anak kandungnya sendiri. Ia pun berteriak dan berusaha sekuat tenaga untuk menghentikan aksi Jhon. Namun Jhon tak menghiraukan teriakan tersebut. Ia terus saja beraksi melucuti celananya.

Mendengar keributan tersebut, Fathan berlari keluar dari kamarnya sambil membawa sebilah belati. Dengan sekuat tenaga Ia menghujamkan belati tersebut kearah pinggang sebelah kanan lelaki yang sedang menindis tubuh kakaknya. Namun reflek Jhon berhasil menghindar dari tikaman maut tersebut. Kemudian merampas belati tersebut dan menikam balik secara membabi buta ke perut Fathan hingga jatuh tersungkur di lantai. Kucuran darah segar tempias ke muka dan tubuh telanjang Jhon.

Kemudian Jhon kembali mendekati Melisa. Ketika hendak melucuti pakaian perempuan tersebut, tiba - tiba pak Yogi mengayunkan sebuah balok ke kepala Jhon namun meleset. Hanya melukai tangannya saja. Lalu Jhon bangkit dan menikam tubuh pak Yogi hingga tewas. Seketika Melisa pingsan menyaksikan adegan berdarah tersebut. Beberapa saat kemudian warga berdatangan dan berhasil menangkap pelaku. Terlebih dahulu Jhon di hajar massa hingga babak belur sebelum akhirnya di serahkan kepada kepolisian untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Melisa berharap Ia di hukum mati saja. Sebab lelaki seperti itu tidak perlu ada di dunia ini.

***

Traumatic healing yang di jalani Melisa selama kurang lebih enam bulan tak begitu saja menghilangkan jejak kasus yang di alaminya saat itu. Sebuah aksi terkutuk yang telah menghilangkan nyawa adik kesayangannya. Ia juga masih belum percaya kalau ayah kandungnya sendiri ikut tega melakukan aksi bengis itu. Namun ia berusaha berlapang dada menerima kenyataan serta memaafkan ayahnya dan juga Jhon.

Kini Melisa memilih hidup dengan seorang sahabat dekatnya. Melisa menjadi dingin pada lelaki. Bukan membenci akan tetapi menutup diri terhadap kaum lelaki. Kemanapun pergi entah itu berangkat kerja selalu di hantar - jemput oleh Clarissa sahabatnya. Melisa telah bertekad pada dirinya sendiri untuk tidak menikah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun