Kata sinoptik berasal dari bahasa Yunani dan terkomposisi dari dua kata, "sun" yang berarti bersama, dan "oysis" yang berarti melihat. Secara harfiah sinoptik berarti melihat secara bersama. Ketiga injil, Matius, Markus, dan Lukas, melihat peristiwa Yesus secara bersama. Persitiwa Yesus adalah peristiwa kelahiran, karya, dan kebangkitan-Nya.
Â
Mengapa Injil Sinoptik
Pembaca sekalian mungkin bertanya, mengapa penulis memilih injil sinoptik? Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa materi injil sinoptik hampir semuanya sama. Hal ini merupakan alasan dasar penulis untuk menjadikan injil sinoptik sebagai sumber untuk mengenal Yesus.Â
Hal ini bukan menafikan injil Yohanes ataupun kitab-kitab atau surat-surat lainnnya yang berbicara tentang Yesus Kristus. Bukan berarti injil Yohanes dan kitab-kitab yang lainnya tidak memuat peristiwa yang benar tentang Yesus.Â
Injil atau kitab-kitab yang telah dikanonisasi, itulah yang diterima di dalam Gereja Katolik sebagai yang memberikan kesaksian yang benar tentang karya keselamatan Allah yang memuncak pada peristiwa Yesus.
Argumentasinya sebenarnya sangat sederhana, yaitu suatu peristiwa bila dikisahkan oleh orang yang berbeda, tidak saling mengenal dan isi peristiwanya hampir sama, maka tidak disangsikan lagi bahwa peristiwa itu benar.Â
Apalagi pada zaman dahulu sekitar tahun 50-100, belum memiliki teknologi secanggih sekarang, yang bisa mengakses berita dalam waktu yang singkat. Selain itu injil sinoptik adalah injil yang ditulis oleh orang-orang yang hidup dekat dengan periode peristiwa Yesus. Boleh dikatakan sebagai orang kedua yang mendengarkan peristiwa Yesus, setelah saksi mata.
Tidak sedikit orang yang menyangsikan peristiwa 2000 tahun yang silam, yakni, peristiwa inkarnasi Sabda hingga kebangkitanNya atau disebut juga peristiwa Yesus. Banyak pihak tidak mengamininya dengan dalil bahwa itu hanyalah sebuah dongeng.Â
Hal ini pun tidak jarang merobohkan iman kita, ditambah lagi dengan zaman yang kian menomorsatukan akal budi. Menganggap akal budi adalah segalanya dan dapat mengungkapkan segalanya. Dengan kata lain, akal budinya adalah tuhannya.
Menanggapi tantangan ini kita perlu melihat kembali sumber iman kita dalam hal ini Kitab Suci, khususnya Injil Sinoptik. Tetap bertolak dari argumen dasar penulis bahwa peristiwa yang sama bila dikisahkan oleh orang yang berbeda, tidak saling mengenal dan isinya sama, atau sekurang-kurangnya hampir sama, maka tidak disangsikan lagi bahwa peristiwa itu adalah peristiwa historis.Â