Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kantor Bayangan untuk Para Menteri Baru

23 Oktober 2024   12:46 Diperbarui: 23 Oktober 2024   22:43 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kementerian baru, ngantor di mana? Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan sebagai salah satu pos kementerian baru saat ini hanya diisi oleh dua orang, yakni Agus Harimurti Yudhoyono dan satu orang stafnya. 

Cuman mereka berdua. Agus Harimurti Yudhoyono memang masih bingung terkait lokasi di mana ia akan berkantor. Selain kantor tempat ia bekerja, stafnya juga belum ada. 

Struktur organisasi kementeriannya masih nihil. Apalagi alokasi anggaran kementeriannya. Jadi, untuk sementara ngantor dari rumah dulu atau cari kontrakan.

Setelah di lantik pada Senin (21/10/2024), para menteri besutan pemerintahan Prabowo-Gibran langsung tancap gas. Prabowo membentuk kabinet gemuknya dengan nama Kabinet Merah Putih.

Dengan jumlah pos kementerian yang gemoy ditambah kedatangan belasan pos kementerian baru, persoalan pun mulai muncul. Hal pertama yang mulai disoroti saat ini adalah para menteri yang baru bakal berkantor. Apakah kementerian baru memilih kantor online atau semacam kantor bayangan?

Memang benar, pertanyaan ini tidak mudah dijawab. Sebagian menteri hanya akan menjawab: "Ya, ditunggu saja!" Sebagiannya lagi menjawab: "Nanti kita tanyakan ke Menteri Sekertaris Negara terkait lokasi." Yang lain lagi, boleh jadi menjawab: "Di mana pun itu, kami akan siap." Kementerian baru yang tak memiliki kantor tentunya akan menjadi sebuah anomali dalam tubuh pemerintahan Prabowo-Gibran. 

Bisa dibayangkan, untuk membangun sebuah gedung kementerian baru, butuh waktu 6-12 bulan untuk menunggu. Itu baru waktu, belum biayanya. 

Artinya, selama waktu menunggu atau berbagi kamar dengan kementerian yang lain, tanggung jawab, kerja, dan program pun belum bisa kelihatan.

Inilah resiko yang patut diterima pemerintahan Prabowo-Gibran di awal-awal masa jabatannya. Sorotan untuk beberapa kementerian baru yang tak memiliki kantor dan staf bakal dikawal terus sampai kantor definitif benar-benar ada. 

Pilihan untuk "nebeng" dengan kementerian lain tentu bakal menimbulkan konflik kepentingan tertentu. Jika memang memilih "nebeng" di kementerian lain, keseriusan kementerian baru agaknya perlu dipertanyakan. 

Apakah mereka (kementerian yang baru) benar-benar mau mengabdi atau ini hanya soal jatah kekuasaan -- biar semuanya kebagian.

Salah satu kementerian baru yang digagas pemerintahan Prabowo-Gibran adalah Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan. 

Agus Harimurti Yudhoyono selaku Menteri ketika ditanya media justru merasa sulit untuk menjawab terkait lokasi kantor. Agus Yudhoyono merasa sulit untuk menjawab karena memang kantor tempat ia bekerja, tidak ada secara fisik. 

Selain itu, ada juga kementerian lain yang belum mendapat kantor kerja, yakni Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman Maruarar Sirait, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar, dan Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan.

Ketiadaan kantor bagi kementerian baru bakal menjadi catatan serius pada potret perjalanan awal Kabinet Merah Putih. Mengawal 100 hari kerja kabinet Merah Putih, khususnya bagi kementerian yang belum memiliki kantor, bisa jadi hanya berisi grafik progres pembangunan kantor kementerian. 

Selain kantor (bangunan fisik) yang belum ada, aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja di kementerian terkait, rumah dinas, dan berbagai fasilitas lainnya belum bisa dipastikan. 

Butuh waktu dan anggaran. Dua kata ini akan menjadi celah hingga jabatan berakhir. Waktu untuk kementerian baru mungkin dipakai hanya untuk berbenah, bukan melayani kebutuhan masyarakat. Sedangkan biaya, bisa saja dipakai untuk pembenahan internal kementerian.

Pengamat Kebijakan Publik Yanuar Nugroho menyebut bahwa kementerian baru di tubuh pemerintahan Prabowo-Gibran merupakan tantangan serius. Sebuah kementerian baru dipastikan memerlukan waktu 6 bulan hingga satu tahun untuk bekerja secara efektif. 

Tantangan baru bagi kementerian baru ini, antara lain terkait alokasi anggaran kementerian, struktur organisasi, dan tata kerja. 

Pemenuhan sumber daya manusia (SDM) di pos kementerian baru juga bakal membutuhkan waktu yang lama, mulai dari penentuan pejabat Direktur Jenderal (Dirjen) dan pejabat Eselon II dengan kuota yang banyak.

Konsekuensi langsung dari mutasi organ kementerian di tubuh pemerintahan Prabowo-Gibran ada pada beban APBN dalam membiayai Pemerintah Pusat. 

Lembaga kajian ekonomi Center of Economic and Lawa Studies (CELIOS) menambahkan bahwa sebuah kabinet baru dalam sebuah pemerintahan sejatinya bisa menghabiskan biaya sekitar Rp777 miliar per tahun. 

Jika disejajarkan dengan postur Kabinet Merah Putih, jumlah menteri dan wakil menteri tentu meningkatkan belanja negara, termasuk pengadaan mobil dinas, gaji staf pendukung, dan gaji pensiun menteri dan wakil menteri.

Solusi temporer untuk masalah ketiadaan kantor dan staf bagi kementerian baru adalah "ngontrak" atau "nebeng" di kementerian lain. Hal ini memang tak efisien dan efektif, tapi setidaknya mampu menjawab pertanyaan terkait di mana lokasi kantor. 

Sambil "nebeng" di kementerian sebelah, kementerian baru tentu akan menggelontor biaya yang cukup besar untuk memulai perjalanannya. 

Proyek besar bakalan muncul di 14 pos kementerian baru. Alih-alih menjadi pembantu presiden dalam mengatur bangsa dan negara, kementerian baru justru akan berbenah diri melalui pembangunan kantor dan perekrutan staf baru di lingkungan kementerian.

Kementerian baru saat ini akan berhadapan dengan kantor bayangan. Antara ada dan tiada, antara kebutuhan dan keinginan, antara prioritas dan bagi-bagi kekuasaan, semuanya berampur-baur. 

Tugas berat akan dipikul sejumlah kementerian baru. Beban berat anggaran juga bakal digempur pemerintah pusat. Kementerian baru bisa jadi membutuhkan biaya Rp 1 triliun untuk memulai semuanya dari nol.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun