Dengan jumlah hutang sedemikian gemuk, harusnya perampingan kabinet dan birokrasi menjadi mega proyek yang perlu dibangun lima tahun ke depan. Memperlebar postur kabinet dengan tantangan baru bernama nomenklatur baru, justru akan membuka kran kucuran dana yang tak main-main. Untuk perombakan kementerian dan nomenklatur baru saja, pemerintahan Prabowo-Gibran sudah menelan angka triliunan rupiah. Itu baru permulaan.
Keanggotaan dengan jumlah yang banyak, tentu menuntut pembiayaan yang banyak juga. Ibarat membuka sebuah instansi baru, kekuatan finansial harus benar-benar kekar-berotot. Dari pimpinan sampai petugas kebersihan, itu semua tentunya akan diperhitungkan lagi. Dari kop surat hingga jenis seragam yang akan digunakan aparatur, semuanya akan dibahas satu per satu, mulai dari awal. Parahnya lagi, orang-orang yang bakal duduk di kursi menteri yang baru ini adalah orang-orang lama. Mereka mungkin duduk untuk mengamankan aset dan usaha mereka ke depan. Biasanya kan sebagian besar mereka datang dari kalangan elite parpol dan pengusaha. Suburlah dan makmurlah kalian. Â
Tantangan kedua yang bakal dihadapai Prabowo Subianto adalah kerumitan tata kelola pemerintahan. Dengan 34 jumlah kementerian saja, amburadul dan tumpang tindih kebijakan tidak bisa dihindari.
Contohnya, untuk izin ekspor pasir saja, para pengusaha harus melewati beberapa kementerian, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, dan sejumlah Badan lain yang serupa. Ini saja sudah ruwet banget. Semua izin lokus kementerian ini bukan hanya menyediakan tantangan terkait keruwetan regulasi, tetapi juga soal berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan serfikat izin.
Gurita izin lembaga dan tumpang tindih regulasi ini, alhasil menciptakan ladang korupsi baru yang semakin terlembagakan. Dulu ketika Presiden Jokowi terpilih kembali pada Pemilu 2019, Jokowi pernah membentuk sebuah lembaga yang namanya Staf Khusus Millenial Presiden. Dari awal pembentukan sampai saat ini pun, saya tidak tahu apa saja gebrakan Staf Khusus Millenial besutan Jokowi ini.Â
Kecurigaan terbesar saya justru memperlihatkan bahwa jumlah kementerian yang banyak ini bakal menciptakan pos-pos bujet yang bansor, keruwetan sistem birokrasi, dan tumbuh suburnya lahan korupsi baru di kemudian hari. Alih-alih membentuk kabinet untuk menjawab tantangan bangsa dan negara, kabinet bansor justru akan membuka pos-pos permasalahan baru di era pemerintahan baru.
Hemat saya, apa yang perlu diperkuat dan menjadi proyek besar saat ini adalah penguatan tata kelola pemerintahan, penguatan ekonomi nasional, dan pemberantasan korupsi. Tiga tuntutan sekaligus tantangan besar ini harusnya menjadi program prioritas pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan. Penguatan tata kelola pemerintahan, dalam hal ini bisa dimulai dari upaya perampingan birokrasi dan regulasi. Tumpang tindih kebijakan harus diurai dengan baik demi kelancaran proses tata kelola pemerintahan yang efisien dan efektif. Dalam hal ini, kuantitasnya tidak perlu ditambah. Kualitasnya yang perlu di-upgrade.
Di pos penguatan ekonomi nasional, pemerintahan Prabowo-Gibran mesti lebih fokus pada pemberdayaan ekonomi nasional dengan memperhatikan titik-titik pertumbuhan ekonomi baru dan penciptaan lapangan kerja baru. Pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang efektif juga menjadi kunci. Jangan sampai SDA kita hanya dikelola dan dinikmati segelintir orang saja.Â
Hal terakhir yang tak kalah penting adalah bagaimana membasmi penyakit korupsi yang kian hari kian masif di setiap tubuh instansi. Penguatan regulasi dengan basis hukuman yang membuat orang jera adalah sebuah prestasi jika Prabowo mau memulainya. Di sinilah watak militer seorang Prabowo Subianto ditunggu: "Bagaimana watak militer Prabowo mampu mendobrak markas besar laboratorium korupsi bangsa ini dan jentik-jentik baru yang saat ini tengah menjamur."
  Â
Â