Dari perbandingan dua jawaban yang dikemukakan oleh dua kader PDI-P, sesungguhnya, kita bisa melihat seberapa besar sikap dan loyalitas kader untuk partai dan kepada ketum partai. Loyalitas memang tidak serta merta hanya diukur dengan grafik intensitas kata yang merujuk ke arah dukungan. Akan tetapi, bahasa sebagai representasi dari komunikasi isi pikiran sejatinya tidak pernah hadir tanpa embel-embel kapital simbolik. Bahasa dalam penggunaannya, sesungguhnya tidak pernah netral. Bahasa dengan kata lain adalah instrumen kekuasaan. Dengan penggunaan bahasa yang ditata dalam komunikasi verbal, arah sikap dan isi pikiran seseorang bisa dibaca dan disistematisasi. Â Â
Â
Jabatan Ketum dan Jebakan Politik Dinasti  Â
Ketika Jokowi diusulkan menjadi kandidat pengganti Ketum PDI-P menggantikan Megawati Soekarnoputri, hemat saya ada sebuah jebakan besar yang tengah dipersiapkan. "Trap politik" ini tentu bisa dibaca dari rentetan jabatan politis dan pemerintahan yang diemban oleh keluarga besar Jokowi. Saat ini, postur kekuasaan Jokowi tengah merambah ke berbagai wilayah, antara lain di Medan melalui menantu Jokowi, yakni Bobby Nasution, di Solo melalui putra sulung Jokowi, yakni Gibran Rakabuming Raka, dan di wilayah politis partai politik (PSI) melalui putra bungsu Jokowi, yakni Kaesang Pangarep. Tangan-tangan kekuasaan ini tentunya sudah masuk ke dalam rezim dinasti politik Jokowi. Jika Jokowi juga masuk, artinya politik dinasti berdiri kokoh.
Usulan Guntur Soekarnoputra tentu bisa dibawa ke ruang interpretasi yang lebih mendalam dan jauh ke depan. Kalkulasi untung-rugi dari usulan Guntur, seharusnya dikelola dengan hati-hati agar Jokowi tidak masuk dalam perangkap politik dinasti. Memang, posisi tawar dan citra Jokowi masih mendekam di hati masyarakat. Akan tetapi, rentetan peristiwa yang sekejab mengubah kekuatan politik keluarga Jokowi, tentu akan menjadi catatan serius bagi Jokowi di kemudian hari. Menerima usulan dan menduduki jabatan Ketum PDI-P sudah pasti membuat elektabilitas Jokowi luntur dan hilang sekejab. Jokowi justru akan dicap sebagai Bapak Politik Dinasti jika watak kekuasaan terus diburu atas nama kemakmuran keluarga. Hemat saya, Jokowi sebaiknya tetap konsisten dengan jawabannya dengan memilih pensiun dan pulang ke Solo ketimbang bermain di peta politik. Biarkan Jokowi menjadi orangtua yang bijak menasihati anak-anak yang kini sibuk bermain dengan isu-isu politis.
   Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H