Pesan kadang menjadi semakin kaya atau sebaliknya semakin miskin makna ketika lepas dari penuturnya. Begitu juga dengan teks. Sebuah teks akan lebih kaya ketika pembaca menganggap pengarangnya sudah mati. Artinya intrepretasi leluasa bisa dilakukan. Di dalam ruang interpretasi ini, pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ditarik ke mana-mana.
Pesan perdamaian justru berujung multi interpretasi. Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas sempat menghimbau masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang memecah-belah umat dan menjadikan agama sebagai kendaraan berpolitik. Pernyataan ini disampaikan Menag Yaqut saat menghadiri acara Tablig Akbar Idul Khotmi Nasional Thoriqoh Tijaniyah ke-231 di Pondok Pesantren Az-Zawiyah, Tanjung Anom, Garut, Jawa Barat. Usai pernyataan itu viral di media sosial, banyak komentar pun berseliweran. Ada yang pro, ada yang kontra. Uniknya, pernyataan Menag Yaqut digiring ke dapur politik.
Kenapa pernyataan Menag Yaqut tiba-tiba menjadi perbincangan hangat? Hemat saya, pernyataan Menag Yaqut harus dibaca dalam dua pendekatan, yakni konteks dan teks (isi) pesan yang disampaikan.Â
Pertama, dari segi konteks, pernyataan Menag Yaqut adalah bagian dari pendidikan agama seorang Menteri. Konteks yang melatarbelakangi pernyataan Menag Yaqut saat itu adalah acara Tablig Akbar. Peran Menag dalam acara ini tentunya memberi penguatan kepada para peserta Tablig Akbar Idul Khotmi Nasional. Saya mendalami bentuk kehadiran Menag Yaqut justru terlihat dari himbauannya kepada masyarakat yang hadir saat acara Tablig Akbar di Pondok Pesantren.
Dari segi konteks ini, jelas Menag Yaqut tidak mempunyai pretensi apapun untuk mendiskreditkan calon pemimpin tertentu. Sebagai seorang tokoh agama dan menteri, Menag Yaqut tentunya berkewajiban untuk memberi penyadaran kepada masyarakat terkait isu-isu agama. Ada ketakutan bahwa masyarakat mudah digiring dengan isu agama yang memecah-belah persatuan bangsa. Konteks ini juga memperlihatkan bahwa Menag Yaqut ingin umat beragama semakin kritis dalam melihat calon-calon pemimpin yang muncul saat ini. Konteks pembicaraan Menag Yaqut, hemat saya, murni tertuju pada edukasi masyarakat, terutama terkait aktivitas harian yang seringkali dihuni tema-tema politis.
Kedua, dari segi teks (isi pesan), pernyataan Menag Yakut pada dasarnya bersifat himbauan. Dalam keseluruhan pernayataannya, Menag Yaqut ingin agar masyarakat lebih kritis dalam memilih pemimpin. Himbauan Menag Yaqut jika dikutip secara menyeluruh, murni berisi poin-poin edukasi. Artinya, Menag Yaqut, dalam pernyataannya tidak menyebut nama-nama tokoh tertentu yang diklaim memecah-belah atau menggunakan agama sebagai kendaraan politik. Isi pesan komunikasi ini tidak bisa diinterpretasi terlalu jauh hingga ke isu kubu capres tertentu yang memecah-belah. Interpretasi seperti itu menurut saya terlalu berlebihan dan lebay. Jika sebaliknya Yaqut menyebut nama tokoh tertentu, Yaqut sudah pasti menciptakan perpecahan di tengah masyarakat.
Menag Yaqut hanya menggarisbawahi poin-poin terkait pendidikan agama yang kritis. Yaqut mungkin merasa bertanggung jawab sebagai Mentei Agama untuk menyampaikan hal yang benar, positif, dan edukatif kepada masyarakat. Himbauan Menag Yaqut juga merupakan bentuk kekhawatiran seorang pemimpin agama. Ada ketakutan bahwa jangan sampai masyarakat dibodohin, diaduk-aduk emosinya, dan digiring hingga terpecah-belah hanya karena problem politik. Hemat saya, pernyataan Menag Yaqut masih bersifat netral dan tidak mengandung makna "black campaign."
Interpretasi Liar
Kehadiran interpretasi liar kadang membuat pernyataan Menag Yaqut menjadi semakin jauh dari makna asali. "Harus dicek betul. Pernah gak calon pemimpin kita, calon presiden kita ini, memecah-belah umat. Kalau pernah, jangan dipilih!" kata Menag Yaqut. Saya setuju bahwa sebuah teks (pernyataan) lebih kaya ketika lepas dari penutur atau penulisnya. Akan tetapi, makna dari pernyataan Yaqut justru jelas dan tertuju kepada komunikan (umat). Kita tidak perlu terlalu lama berputar-putar dengan interpretasi liar yang justru akan memecah-belah imajinasi masyarakat. Hemat saya, interpretasi yang terlalu liar kadang membuat masyarakat jatuh pada upaya penghakiman publik.
Pertama, pernyataan Menag Yaqut diklaim menyinggung pasangan calon presiden dari kubu tertentu. Pernyataan Yaqut seolah-olah berpotensi menyudutkan pasangan tertentu yang saat ini hendak maju ke kursi kekuasaan. Dengan pernyataan "Jangan memilih pemimpin yang memecah-belah umat," Menag Yaqut sejatinya mau memberikan edukasi kepada peserta yang datang dalam acara Tablig Akbar Idul Khotmi Nasional Thoriqoh. Kubu yang sempat memberikan reaksi saat ini adalah kubu pengusung bacapres Anies Baswedan.