Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Peta Jalan Demokrasi Mohammad Hatta

28 Desember 2021   14:51 Diperbarui: 28 Desember 2021   15:48 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mohammad Hatta. Sumber:  merahputih.com.

Mohammad Hatta dalam brosurnya Demokrasi Kita, menekankan pada cita-cita negara hukum yang demokratis. Menurutnya, sistem pemerintahan otokrasi kolonial sama sekali berlainan dengan konsepsi demokrasi sebenarnya, yakni kedaulatan rakyat.

Satu hal yang dikritisi Hatta adalah adanya pertentangan antara idealisme dan realita. Idealisme yang sebenarnya bertujuan menciptakan pemerintahan yang adil dan makmur malah tidak terealisasi dengan baik. Sistem otokrasi malah menunjukkan sifat yang individualisme. Itulah sebabnya Hatta mengatakan bahwa demokrasi yang diinginkannya haruslah demokrasi yang berdasar pada hukum yang demokratis.

Demokrasi itu sendiri mengandaikan adanya relasi sosial yang bertumbuh dalam pergaulan sosial. Dengan demikian, pergaulan yang berakar pada sifat sosial membawa manusia pada penghidupan akan makna demokrasi. Gagasan ini akan mengantar kita untuk memahami peghidupan makna demokrasi.

Mohammad Hatta menggagas konsep demokrasinya berdasarkan pada tiga sumber, yaitu paham sosialis Barat yang membela perikemanusiaan, ajaran Islam yang mengajarkan tentang perdamaian, dan ciri sosial yang telah mentradisi dalam budaya orang asli Indonesia.

"Pertama, paham sosialis Barat, yang menarik perhatian mereka karena dasar-dasar perikemanusiaan yang dibelanya dan menjadi tujuannya.

Kedua, ajaran Islam, yang menuntut kebenaran dan keadilan Ilahi dalam masyarakat serta persaudaraan antara manusia sebagai mahluk Tuhan, sesuai dengan sifat Allah yang Pengasih dan Penyayang.

Ketiga, pengetahuan bahwa masyarakat Indonesia berdasarkan kolektivisme. Paduan semuanya itu hanya memperkuat keyakinan, bahwa bangunan demokrasi yang akan menjadi dasar pemerintah Indonesia di kemudian hari haruslah suatu perkembangan dari demokrasi Indonesia asli, yang berlaku di desa-desa Indonesia" (Mohammad Hatta, Demokrasi Kita).

Pertama, paham sosialis Barat menjunjung tinggi nilai perikemanusiaan. Sumber pertama ini muncul dari penilaiannya atas perkembangan demokrasi di Barat terutama ketika revolusi Prancis pada tahun 1789 yang terkenal dengan kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan tidak terlaksana dalam praktik.

Bagi Hatta, revolusi Prancis diletuskan sebagai revolusi individual untuk kemerdekaan masing-masing orang dari ikatan feodalisme. Kemerdekaan individu diutamakan, tetapi persamaan dan persudaraan dilupakan. Demokrasi Barat hanya membawa persamaan politik, tetapi lebih dari itu tidak ada persamaan.

Di tengah letusan revolusi Prancis, ajaran Karl Marx berkembang. Hatta mengagumi dan mendalami ajaran tersebut dengan alasan bahwa Marxisme membantu kaum pergerakan Indonesia dalam membaca dan mengenali keadaan, menyingkapi persoalan ketertindasan rakyat dalam menghadapi kapitalisme. Akan tetapi, sebagai pemikir yang kritis, menurut Hatta ajaran Marx tidak cocok dalam penerapannya di Indonesia (Wawan Tunggal Alam, Demi Bangsaku Pertentangan Soekarno vs Bung Hatta: 2003).

Kedua, demokrasi Hatta bersumber dari ajaran Islam yang mengajarkan nilai-nilai persamaan persaudaraan, perikemanusiaan, dan keadilan sosial. Sumber ini lahir dari pertentangan Mohammad Hatta dan Soekarno. Soekarno berusaha menanamkan demokrasi modern di Indonesia. Namun, Hatta menolak karena menurutnya dengan penanaman demokrasi liberal, maka orang akan terjerumus pada masalah kepentingan individu.

Dalam hal ini, Hatta menilai bahwa Soekarno sangat berciri diktator. Hatta di sini menyadari sesuatu yang amat penting, Keadilan sosial, dan sebagai akibatnya, kesejahteraan rakyat, justru mengandaikan kedaulatan rakyat. Agar perut rakyat terisi, kedaulatan rakyat perlu ditegakkan. Hatta juga membuktikan diri sebagai penganalisis yang lebih tajam. Rakyat hampir selalu lapar bukan karena panen buruk atau alam miskin, melainkan karena rakyat tidak berdaya (Frans Magnis Suseno, "Bung Hatta dan Demokrasi", Tempo).

Hatta kemudian merumuskan demokrasi sebagai kedaulatan rakyat. Prinsipnya bahwa demokrasi modern digerakkan oleh material struktur pertentangan kelas, sedangkan ajaran Islam digerakkan oleh semangat pengabdian kepada Allah. Mewujudkan keadilan dan kesejahteraan di dalam masyarakat adalah kewajiban mengikuti perintah Allah yang tidak dapat diingkari. Relasi sosial antar-masyarakat adalah kunci menuju keadilan dan kesejahteraan.

Ketiga, demokrasi Hatta bersumber dari cara hidup masyarakat asli Indonesia. Relasi sosial masyarakat asli dalam hal ini masyarakat desa ditunjukkan melalui kepemilikan bersama atas tanah, gotong royong dalam menyelesaikan berbagai pekerjaan dan sama sekali tidak menunjukkan adanya keterpisahan antara urusan publik dan individu. Semua relasi didasarkan pada semangat sosial pengambilan keputusan bersama melalui musyawarah dan mufakat. Pada dasarnya, demokrasi dihidupi berdasarkan perikemanusiaan dan keadilan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun