Gereja tidak menjadi komunitas tertutup terhadap kemanusiaan. Bahkan secara internal gerejawi: pintu-pintu sakramen pun tidak tertutup, karena sakramen yang merupakan pintu (sakramen baptis). Dan Ekaristi, bukanlah sebuah hadiah bagi orang-orang sempurna, melainkan suatu obat kemurahan hati dan makanan bagi yang lemah."
Maka, dalam hal ini Gereja harus menjadi "Rumah Bapa" (bukan pabean) dimana semua orang dengan segala permasalahannya memiliki tempat. Untuk itu, Gereja harus menawarkan Kristus kepada semua orang dan berani "memar, terluka, dan kotor karena telah keluar di jalan-jalan, daripada Gereja yang sakit karena menutup diri dan nyaman melekat pada rasa amannya sendiri."
Dalam EG bab IV berbicara mengenai dimensi sosial dari evangelisasi. Intinya adalah pewartaan Kabar Gembira tidak mungkin tidak harus berhubungan dengan komitmen Gereja pada masyarakat dengan segala problematikanya, terutama dalam hal kepeduliaan terhadap mereka yang dililit oleh kemiskinan, kelemahan, marginalisasi, dan difabel.
Dengan demikian, pewartaan Kabar Gembira yang penuh sukacita dan penuh kemurahan, haruslah disertai dengan usaha untuk mewujudkan kesejahteraan umum, keadilan, dan perdamaian di tengah masyarakat. Dan salah satu jalan yang diusulkan oleh EG ialah dialog sosial (EG 238-258).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H