Pelayanan pastoral bukanlah sebuah pekerjaan biasa di tengah masyarakat dan jemaat. Pelayanan pastoral mengambil semangat, inspirasi, dan pola dari Injili: "Kristus yang menjadi Gembala yang baik, yang mengenal dan menuntun domba-domba-Nya" (bdk. Yoh 10:1). Maka, pelayanan itu sudah pasti secara khas, mengandung spiritualitas mendalam yang menjiwai seluruh aktivitas tersebut.
Unsur inilah yang memberi karakter "pastoral" pada karya tersebut. Itu sebabnya, pengalaman pastoral adalah pengalaman "rohani" sejauh pelayanan itu dihayati sebagai partisipasi dalam gerak Roh Kudus yang selalu membimbing Gereja (LG, 4). Oleh karena itu pula, pelayan pastoral (terutama para imam) bukan sekedar "pegawai Gereja" melainkan "in persona Christi" dan "in persona ecclesiae" dalam menjalankan tugas panggilannya di tengah jemaat.
 Gereja: "Outward Looking"Â
Evangelii Gaudium (EG) mengawali pewartaan tentang sukacita Injili, sebagai Kabar Gembira Kristus bagi seluruh dunia dan umat manusia dengan penegasan eklesiologis yang cukup kuat.
"Gereja yang bergerak keluar" diuraikan sebagai sikap dasar yang harus dimiliki bila ingin membawa kabar sukacita Injil. Paus Fransiskus membandingkan hal itu dengan peristiwa dipanggilnya tokoh-tokoh penting yang disebut dalam Kitab Suci, misalnya Abraham, Musa, Yeremia, dan bahkan Kristus sendiri.
Dalam panggilan itu terkandung unsur "bergerak keluar" sebagai pola perutusan Allah (EG, 20). Bahkan "gerak keluar" itu bukan hanya untuk hidup menjemaat, melainkan juga untuk hidup personal tiap orang beriman.
"Dalam kesetiaan kepada teladan Sang Guru, sungguh penting bagi Gereja saat ini untuk pergi keluar dan memberitakan Injil kepada semua orang di setiap tempat, dalam segala kesempatan, tanpa ragu-ragu, enggan atau pun takut" (EG 23).
Gereja yang digambarkan oleh EG ini nampaknya adalah sebuah Gereja yang proaktif menjumpai semua orang seperti diterangkan lebih lanjut dalam EG 24, yakni berani mengambil prakarsa-prakarsa: mencari mereka yang menjauh, menjumpai mereka "di persimpangan jalan yang tersingkir."
Komunitas yang murah hati, menjembatani, menghambakan diri jika perlu, merangkul hidup manusia, menemani kemanusiaan dalam seluruh proses, betapapun sulit dan lamanya; komunitas yang memiliki daya tahan, tidak menggerutu dan bereaksi berlebihan, tidak mencari musuh dan akhirnya sebuah komunitas yang selalu bersukacita dan merayakannya.
Evangelii Gaudium 46-49 berbicara mengenai Gereja yang bergerak keluar ialah Gereja yang membuka pintu-pintu dan menjumpai sesama di "pinggir kemanusiaan" untuk melihat dan mendengarkan sesama, menemani seseorang yang tertatih-tatih di pinggir jalan. Itu adalah ungkapan simbolik dari kepedulian dan keprihatinan terhadap berbagai permasalahan yang melanda kemanusiaan.