"Tinggal di mana bang?"
"Di rumah kak," kataku sedikit merengkuh suasana.
"Iya taulah bang di rumah. Tapi di daerah mana?"
"Mandala."
Usai memilih salah satu di antara ketiga box berisi earphone itu, aku menghitung jumlah pembayaran. Namun, ingatanku masih meronta. Perasaanku tetap terhimpit paras perempuan ini. Aku pun tak langsung bergegas pulang. Kuraih salah satu kursi di depan etalase, lalu duduk.
"Saya Tika, bang," sambil menyodorkan tangan.
Dari perjumpaan itu, aku, Sabtu, dan teman bicara menjadi satu kenangan. Bingkisan perjumpaan dengan Tika memberikanku satu makna kalau perempuan selalu menyita perhatian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H